Dalam sholat (shalat/salat) ada dua kategori rukun yang harus dilakukan, pertama, rukun qauli, yaitu rukun yang berupa ucapan, sedangkan kedua, rukun fi’li, yaitu rukun yang berupa amal/perbuatan. Kedua kategori rukun shalat ini harus dilakukan agar shalat yang dilakukan menjadi sah. sholat bagi orang bisu
Namun dalam prakteknya, ada beberapa orang yang tidak mampu melakukan rukun tersebut karena kekurangan yang dimilikinya. Misalnya bagi orang yang bisu (tunawicara), mereka kesusahan untuk melafalkan atau mengucapkan bacaan shalat yang biasa dibaca orang-orang yang mampu berbicara dengan normal.
Padahal dalam rukun qauli, setiap orang yang shalat harus melafalkan beberapa bacaan, seperti surat al-Fatihah, tasyahud, dan beberapa bacaan lain, minimal didengarkan oleh dirinya sendiri. Lalu bagaimana bacaan shalat bagi orang yang bisu?
Dalam kitab fikih Mausu’ah al-Fiqhiyah al-Kuwaitiyah, dijelaskan bahwa bagi orang yang bisu tidak perlu melafalkan bacaan dalam shalat tersebut, walaupun bacaan tersebut adalah bagian dari rukun.
فَمَنْ كَانَ عَاجِزًا عَنِ النُّطْقِ لِخَرَسٍ : تَسْقُطُ عَنْهُ الأْقْوَال ، وَهَذَا بِاتِّفَاقِ الْفُقَهَاءِ
“(Bagi) orang yang tidak mampu melafalkan (bacaan shalat) karena bisu, maka gugur lah kewajiban melafalkan bacaan shalat. Hal ini telah menjadi kesepakatan para ulama.”
Namun demikian, para ulama masih berbeda pendapat mengenai keharusan orang bisu untuk tetap menggerakkan lisan bacaan takbir dan Al-Fatihah. Menurut mazhab Syafii, tetap harus berusaha menggerakkan lisan saat membaca takbir, dengan beberapa kriteria, seperti menggerakkan bibir dan mengatupkan nafasnya. Sedangkan menurut mazhab Maliki, Hanafi dan pendapat sahih mazhab Hanbali menyebutkan bahwa cukup dengan hati.
Walaupun menurut mazhab Syafii tetap diharuskan menggerakkan lisan, namun keharusan ini diperuntukkan orang yang bisu bukan dari lahir. Sedangkan orang yang bisu sejak lahir, tetap tidak diwajibkan menggerakan lisan. Hal ini berlaku juga untuk bacaan shalat lain, seperti dzikir, tasyahud dan membaca salam.
Ibnu Rif’ah sebagaimana dikutip dalam Mausu’ah al-Fiqhiyah al-Kuwaitiyah menjelaskan, jika masih tidak mampu menggerakkan lisan dalam bacaan shalat maka bisa cukup diniatkan dalam hati seperti orang yang sedang sakit.
قَال ابْنُ الرِّفْعَةِ : وَإِنْ عَجَزَ عَنْ ذَلِكَ نَوَاهُ بِقَلْبِهِ كَالْمَرِيضِ .
“Ibnu Rif’ah berpendapat, jika tidak mampu menggerakkan lisan, maka diniatkan dengan hati sebagaimana orang yang sakit.” (AN)
Wallahu a’lam. sholat bagi orang bisu