Berbicara terkait kepemimpinan muslim, berabad-abad yang lalu ada seorang muslim yang memiliki karakter kuat dalam memimpin. Sikapnya yang tegas dan otaknya yang cerdas sering kali memberikan ide-ide dan pendapat brilian, bahkan sebelum ia didapuk menjadi pemimpin.
Umar bin Khattab salah satunya. Ia merupakan khalifah kedua, pengganti Abu Bakar yang memiliki karakter tegas. Bahkan sebelum menjadi khalifah, ia sudah dipercaya menjadi penasehat khusus Abu Bakar. Selain itu, ketika Rasul masih hidup, pendapat-pendapatnya sering kali menjadi acuan Rasul dalam menentukan beberapa keputusan.
Beberapa pendapat Umar bahkan dipercaya sebagai faktor kronologis turunnya beberapa ayat dalam Al-Quran. pendapat-pendapat tersebut akhirnya disebut sebagai muwafaqatu umar, yakni pendapat-pendapat Umar yang disepakati atau diafirmasi oleh Al-Quran.
As-Suyuthi dalam karyanya yang berjudul Tarikh al-Khulafa, memuat satu bab khusus yang menjelaskan tentang muwafaqat umar ini.
Imam Mujahid, salah satu tabiin murid Ibnu Abbas pernah menjelaskan bahwa ketika Umar berpendapat, al-Quran turun untuk mendukung pendapat tersebut. Bahkan Ali bin Abi Thalib menyatakan bahwa al-Quran memuat sebagian pendapat Umar. Hal ini menunjukkan bahwa pendapat-pendapat Umar sering menjadi pijakan kronologis turunnya sebuah ayat.
Muwafaqat Umar ini diungkapkan oleh Umar sendiri dalam sebuah riwayat Bukhari-Muslim yang dikutip oleh as-Suyuthi dalam Tarikh Khulafa’-nya.
Pertama, menjadikan maqam ibrahim sebagai tempat shalat. Saat itu umar berkata kepada Nabi untuk menjadikan maqam ibrahim sebagai tempat shalat. Kemudian turunlah ayat “wattahidu min maqami ibrahima mushalla”.
Kedua, hijab untuk para istri Nabi. Umar berkata kepada nabi: “Wahai Rasul, ada hal bagus dan jelek yang menimpa istri-istrimu. Mungkin lebih baik engkau memerintahkan mereka untuk berhijab.” Selanjutnya turunlah ayat: “wal yadhribna bi humurihinna ala juyubihinna”.
Ketiga, ketika istri-istri nabi saling cemburu, termasuk putri Umar yang bernama Hafsah. Melihat hal itu, akhirnya Umar memberikan nasehat kepada Hafsah untuk tidak berlaku demikian. Karena bisa jadi Nabi akan menceraikannya dan diberikan ganti oleh Allah dengan istri yang lebih baik darinya. Setelah Umar menasehati putrinya, turunlah ayat al-Quran dengan kalimat yang sama seperti diucapkan Umar kepada putrinya: “`Asa rabbuhu in thallaqakunna an yubdilahu azwajan khairan minkunna.”
Keempat, tentang tawanan badar. Umar saat itu mengusulkan agar para tawanan badar dari pihak kafir Quraisy tersebut dibunuh. Karena jika nanti dibiarkan hidup mereka akan membocorkan informasi dan menyiapkan pembalasan kepada pihak muslim. Namun, saat itu Rasul lebih memilih pendapat Abu Bakar untuk tidak membunuhnya dan memberikan hukuman lain kepada mereka. Akhirnya al-Quran menegur Nabi dan menyetujui pendapat Umar.
Kelima, tentang keharaman khamr. Sebelum turun ayat Khamr, umar berkata: “Allahumma bayyin lana fil khamri bayanan syafiyan”. Kemudian turunlah ayat “yas`alunaka `anil khamri wal maysir”. Setelah turun ayat tersebut, Umar masih belum puas dan berdoa kembali dengan doa yang sama. Kemudian turunlah ayat dari surat al-Maidah: “innama al-khamru wal maisiru…” . Umar pun masih belum puas dan berdoa dengan doa yang sama. Kemudian turunlah al-Maidah: 91, “fa hal antum muntahun”. Lalu umar berkata: “intahaina”.
Keenam, ketika turun ayat “wa laqad khalaqnal insana min tsulalatin min tin”, umar berkata: “fa tabarakallahu ahsanal khaliqin”. Kemudian turunlah akhir surat al-Mu’minun ayat 19 sebagaimana diucapkan Umar: “fa tabarakallahu ahsanal khaliqin”.
Keenam hal yang tersebut di atas adalah sebagian muwafaqat umar yang disebutkan oleh as-Suyuthi. Beberapa ulama’ lain seperti Abu Abdillah asy-Syaibani menambahkan 14 hal lagi. Sehingga jumlahnya sebanyak 20.
Wallahu A’lam.