مرحبا يا نور عيني # مرحبا جد الحسين
“Tersambutlah Wahai cahaya permataku. Tersambutlah Wahai kakek Sayyid Hasan dan Husain”
Syair ini yang disebut Marhabaan oleh masyarakat. Syair ini dibaca serempak sebagai sisipan syair shalawat sewaktu berdiri (mahallal qiyam), yang seolah-olah menyambut kedatangan Rasulullah SAW.
Dalam kitab I’anatut Thalibin, Syaikh Abu Bakr Syatha mengatakan dengan jelas bahwa berdiri saat memperingati Maulid Nabi SAW termasuk mustahsan atau perbuatan yang sangat baik. Beliau berkata;
جرت العادة أن الناس إذا سمعوا ذكر وضعه صلى الله عليه وسلم يقومون تعظيما له صلى الله عليه وسلم وهذا القيام مستحسن لما فيه من تعظيم النبي صلى الله عليه وسلم ، وقد فعل ذلك كثير من علماء الامة الذين يقتدى بهم
“Sudah menjadi tradisi bahwa ketika mendengar kelahiran Nabi Muhammad SAW disebut-sebut, orang-orang akan berdiri sebagai bentuk penghormatan bagi Nabi SAW. Berdiri seperti itu merupakan perbuatan yang sangat baik (mustahsan) sebagai bentuk penghormatan kepada Nabi SAW. Banyak ulama panutan umat yang sudah melakukan hal itu (berdiri).”
Dalam Islam terdapat anjuran berdiri untuk menghormati orang yang dihormati. Misalnya, berdiri untuk menghormati seorang ulama. Jika berdiri untuk menghormati seorang ulama dianjurkan, maka tentu berdiri untuk menghormati Nabi SAW lebih sangat dianjurkan lagi. Disebutkan dalam hadis riwayat Imam Muslim dari Sa’id Alkhudri, dia berkata;
قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِلْأَنْصَارِ: قُوْمُوْا إلَى سَيِّدِكُمْ أوْ خَيْرِكُمْ
“Rasulullah SAW berpesan kepada para sahabat Anshar, ‘Berdirilah kalian untuk tuan kalian atau orang yang paling baik di antara kalian.’”
Apa Rasulullah SAW hadir saat moment Marhabaan? Yang pasti berdasarkan hadis Rasulullah, “Sesungguhnya shalawat kalian sampai kepadaku”. Waktu itu para sahabat bertanya, “Bagaimana bisa sampai, sementara engkau Wahai Nabi nanti akan wafat!?. Rasulullah menjawab, ‘Betul, Akan tetapi Allah telah mengharamkan isi bumi memakan jasad para Nabi.” (HR. Abu Daud, Nasai, dan Ibnu Majah).
Dalam hadis lain yang diriwayatkan dari Abu Hurairah, Rasulullah bersabda, “Tidak ada seorangpun yang bersalawat kepadaku melainkan Allah akan mengembalikan ruh ke dalam jasadku, supaya aku dapat membalas salawat dan salamnya” (HR. Abu Daud).
Jika tujuan berdiri untuk menghormati Rasulullah sudah jelas maksudnya. Akan tetapi khusus bacaan Marhabaan asal-usulnya bersumber dari mana? Pada dasarnya syair Marhabaan tidak tercantum dalam deretan syair shalawat karangan Syekh Ja’far al-Barzanji. Dalam kitab al-Barzanji, syair pertama yang tertulis ialah:
يا نبي سلام عليك # يا رسول سلام عليك
يا حبيب سلام عليك # صلوة الله عليك
Ada anggapan bahwa syair Marhabaan, yang tidak langsung menyebut nama Nabi melainkan “cahaya parmataku” dan “kakeknya Hasan-Husain”, merupakan tradisi Syiah, bukan Ahlussunah wal Jamaah. Padahal tidak demikian. Dalam kasusasteraan Arab, يا نور عيني banyak digunakan untuk menyebut sang pujaan. Sedangkan penyebutan جد الحسين untuk Rasulullah juga bukan dominasi Syiah, sebab Sayyid Hasan dan Husain adalah keturan Rasulullah yang harus dimuliakan oleh semua umat Islam.
Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Tidak terpikir keadaan kaum yang menyakitiku termasuk kepada keturunanku dan sanak keluargaku, bahkan siapapun yang menyakitiku termasuk kepada keluargaku dan sanak saudaraku maka sama halnya ia menyakitiku. Dan barang siapa menyakitiku maka sama halnya menyakiti Allah.” (HR. Al-Thabari, Ibn Mundah dan al-Baihaqi).
Dalam kitab al-Ishabah jilid VII halaman 632, disebutkan bahwa latar sejarah munculnya hadis itu adalah karena ada sahabat yang mengolok-olok Syabiah binti Abu Lahab. sahabat itu mengolok olok sebab orang tua Syabiah telah dinas dindalam Al-Qur’an sebagai orang tercelaka di dunia. Melihat kejadian itu Rasulullah tidak berkenan dan menyabdakan hadits di atas.
Jadi, bukan karena Syiah. Kiranya tak berlebihan kita bersalawat kepada Nabi sekaligus menyertakan keturunannya seperti Sayyid Hasan dan Husain.