Di dalam berbagai literatur dan diktat mengenai ilmu Qiraah maupun Ulumul Quran, diterangkan bahwa dasar argumentasi berkembangnya ilmu Qiraah ini adalah hadis Nabi Saw tentang Sab’atu Ahruf (tujuh huruf). Kitab-kitab hadis yang mu’tabar seperti Sahih Bukhari, Sahih Muslim, Sunan Tirmidzi dan Sunan Abi Daud, memuat hadis mengenai tujuh huruf ini. Berikut adalah redaksi hadis yang diambil dari kitab Sahih al-Bukhari Nomor Hadis 4992:
Dari Ibnu Syihab, berkata: mengatakan padaku ‘Urwah bin Zubair, bahwasanya al-Miswar bin Makhramah dan Abdurrahman bin ‘Abdul Qari’ berkata padanya bahwa mereka mendengar Umar bin Khattab bercerita:
“Aku mendengar bahwa HIsyam bin Hakim bin Hizam dapat membaca (dengan dihafal) Surat al-Furqan di masa hidup Rasulullah saw. kemudian aku mencuri dengar bacaannya. Maka ketika kudapati Hisyam membaca tetapi tidak seperti yang dibacakan Rasul kepadaku, hampir saja aku menyeretnya ketika dia sedang salat. Saya urungkan dan menunggunya hingga salam.”
“Setelah Hisyam selesai salat, saya tarik selendangnya seraya berkata padanya, siapa yang membacakan surat yang baru saja kamu baca?”
“Dia menjawab Rasulullah yang membacakan. Kamu bohong! Sungguh Rasul membacakan padaku tetapi berbeda dengan apa yang kamu baca. Kemudian saya membawanya untuk menghadap Rasul.”
“Setelah bertemu Rasul, saya berkata: Saya mendengar orang ini membaca surat al-Furqan dengan ‘huruf’ yang berbeda dengan apa yang engkau bacakan. Kemudian Rasul bersabda: Lepaskan dia, coba engkau baca wahai Hisyam. Hisyam pun membaca sesuai dengan apa yang saya dengar. Setelah selesai, Rasul bersabda: Begitulah surat itu diwahyukan. Lalu Rasul bersabda: Coba engkau baca wahai Umar. Kemudian saya membaca dengan apa yang diajarkan Rasul padaku.”
“Setelah selesai, Rasul bersabda: “begitulah surat itu diwahyukan. Sungguh al-Quran ini diwahyukan dengan tujuh huruf (sab’atu ahruf), maka bacalah dengan apa yang mudah bagimu.”
Hadis di atas telah populer di kalangan ulama dan para pakar kajian al-Quran ketika membahas mengenai perbedaan qiraah dalam al-Quran. Lalu yang seringkali dijadikan pertanyaan adalah apa yang dimaksud dengan sab’atu ahruf dalam hadis Nabi tersebut?
Para Ulama berbeda pendapat mengenai hal ini. Menurut Ibnu Bathal dalam Syarh Shahih Bukhari, yang dimaksud dengan Ahruf dapat diartikan menjadi dua macam: pertama adalah dialek yang beragam seperti dialek Quraish, Thaif, Tamim dan lain lain. Kedua adalah Qiraat sebagaimana ilmu Qiraat yang berkembang seperti sekarang.
Adapun Ibnu Hajar al-Asqalani berpendapat bahwa yang dimaksud dengan tujuh huruf adalah tujuh wajah (sab’atu awjuh). Penjelasan dari tujuh wajah ini pun dapat bermacam-macam. Menurut pandangan Ibnu Hajar, tujuh wajah ini bisa berupa perbedaan antara mad, imalah, isymam dalam hukum ilmu tajwid, dan lain sebagainya. Namun demikian, Ibnu Hajar menegaskan bahwa pada intinya tujuan dari adanya perbedaan qiraah ini adalah agar memudahkan umat Muslim untuk membaca, menghafal kemudian mengamalkan al-Quran.