Ada tiga pemahaman umat Islam tentang siksa kubur. Pertama, tidak mempercayainya, seperti dipahami golongan Mu’tazilah, Khawarij, Hizbut Tahrir dan sebagian Ikhwan al-Muslimun; Kedua, mempercayainya sebagai bagian hari akhir dengan catatan menafikan pertolongan orang lain termasuk syafaat Nabi, seperti dianut kelompok Salafi; Ketiga, mempercayainya sebagai pintu/fase sebelum kiamat, dengan catatan meyakini adanya pertolongan orang lain seperti doa dan sedekah dari anak dan keluarga, sanak famili serta syafaat Nabi. Pandangan ini dipegang kelompok Sunni pada umumnya.
Kelompok pertama berdalil sesuai QS. Al-Baqarah: 28, Ghafur: 11 dan Yasiin: Menurut mereka manusia dihidupkan dua kali dan dimatikan dua kali adalah sekali hidup di dunia dan sekali di akhirat. Begitupun dimatikan dua kali maksudnya fase sebelum hidup di dunia dan sesudah meninggalkan dunia. Oleh sebab itu mereka menolak pandangan dibangkitkannya manusia untuk ditanyai malaikat Munkar-Nakir serta menerima kenikmatan dan siksa di alam kubur.
Kelompok kedua berdalil menggunakan QS Ghafir: 46, QS al-Buruuj: 10, QS. Al-Taubat: 101, dan QS. Nuuh: 25 . Dalam QS. al-Buruuj: 10 disebut dua jenis siksa yakni Jahannam (di akhirat) dan hariq (di kuburan) yang diperkuat dengan adanya dua siksa seperti dijelaskan QS. Al-Taubat: 101. Dalam QS. Nuuh: 25 juga digunakan kalimat “lalu dimasukkan neraka.” Kata “lalu” menunjukkan langsung sehingga orang yang tak beriman dan banyak dosanya langsung dimasukkan neraka tanpa menunggu hari kiamat. Dalam ayat itu juga dijelaskan bahwa mereka tidak menemukan penolong, sehingga menurut kelompok Salafi tidak ada yang dapat menolong terkecuali amalnya sendiri sewaktu hidup di dunia.
Sedangkan kelompok ketiga berdalil seperti kelompok kedua. Bedanya mereka meyakini masih ada pertolongan dan syafaat. Umumnya mereka menggunakan dalil berupa hadis Rasulullah yang mutawatir. Salah satunya adalah hadis yang menjelaskan pengalaman sahabat bersama Rasulullah SAW ketika melewati dua kuburan yang sedang disiksa penghuninya. Penghuni kuburan pertama disiksa sebab kencingnya tidak tuntas sehingga mengotori pakaiannya untuk beribadah. Satunya lagi karena suka mengadu domba. Lalu Rasulullah SAW memintakan ampun kepada Allah seraya meletakkan pelepah kurma di atas dua pusara itu. Menurut al-Qasthalani dalam kitab Irsyad al-Sari jilid dua halaman 462 hadis serupa banyak dan mutawatir.
Bagi golongan ahlussunah wal Jamaah, iman terhadap kenikmatan dan siksa kubur termasuk iman kepada segala sesuatu yang gaib. Jadi, walaupun dalam rukun iman tidak tercantum, dan hanya disebut iman kepada hari akhir, akan tetapi dalam QS. Al-Baqarah: 3 disebut ciri orang bertakwa yang pertama ialah iman kepada segala sesuatu yang gaib.
Pertanyaan malaikat Munkar-Nakir, beserta kenikmatan dan siksa kubur adalah urusan gaib. Mengaku manusia bertaqwa berarti harus mengimaninya: Iman secara utuh sesuai yang diajarkan paham Ahlussunah wal Jamaah. Wallahu a’lam