Laila kekasih dan pujaan hati. Ia sangat cantik dan mempesona. Siapapun rela walau jadi budaknya. Bertemu Laila kita persiapkan diri kita sepenuh hati. Tidak boleh ada yang kurang dan cacat sedikitpun. Harus sempurna dan luar biasa. Dengan suka cita dan riang gembira, kita terus memikirkannya sepanjang malam bahkan sepanjang waktu. Rindu tiada akhir cinta tiada bertepi. Tiada waktu tanpa Laila di hati. Karena hanya Lailalah cinta sejati. Itulah Laila si perempuan jelita. Parasnya cantik dan menawan. Dialah kekasih sejati.
Di bulan Ramadhan ini, bisakah kita tanggalkan Laila demi Lailatul al-Qadar? Bisakah kita padamkan api cinta Laila kemudian kita nyalakan cinta Lailatul Qadar? Si Laila membuat gila Si Majnun, Laila dan Majnun. Bisakah kita tergila-gila padaNya di Lailatul Qadar?
Lailatul Qadar, bertemu dengannya harus menunggu setiap tahun sekali. Betapa sangat dirindukan malam yang langka dan hanya ada satu kali di akhir Ramadhan itu. Kita pasti bertemu dengannya tetapi belum tentu bisa menyapanya. Karena mendapatkannya tidak mudah seperti membalik telapak tangan. Kita butuh usaha, perjuangan dan pengorbanan. Rasulullah SAW saja harus berjuang dan berkorban untuk mendapatkan Lailatul Qadar. Apalagi kita umatnya yang imannya antah berantah ini. Mana mungkin mendapatkan Lailatul Qadar seperti buah yang jatuh dari pohon. Lailatur Qadar hanya ilusi bila kita tidak berbuat apa-apa. Lailatul Qadar hanya mimpi kalau kita hanya diam saja.
Bunda Aisyah menceritakan bahwa Rasulullah SAW bila memasuki sepuluh malam terakhir beliau mengencangkan ikat pinggangnya (syadda mi’zarahu), membangunkan (mengajak) keluarganya (aiqadza ahlahu) dan menghidupkan malamnya (ahya lailahu) dengan beribadah kepadaNya. (HR. al-Bukhari). Hadis ini menggambarkan bagaimana pengorbanan dan perjuangan Rasulullah SAW dalam memburu Lailatul Qadar. Ketika memasuki sepuluh terakhir, beliau mengencangkan ikat pinggang yang berarti beliau tidak lagi menggauli istrinya dan siap tancap gas totalitas untuk beribadah. Bersama keluarganya beliau hanya fokus menjadikan malam sebagai waktu untuk beribadah agar bisa mendapat Lailatul Qadar. Sebuah uswah (teladan) dan pelajaran bagi kita umatnya agar senantiasa membangun kebersamaan dan kekompakan dalam beribadah menuju Allah SWT.
Hal di atas tampak mudah kita laksanakan. Begitulah, teori terkadang tampak mudah dilaksanakan tapi prakteknya susah. Apa yang Rasulullah SAW lakukan sepertinya gampang kita ikuti. Mencari satu malam mulia, apa susahnya. Tapi begitulah realitanya, tidak menggauli istri dan mengajak keluarga beribadah sepanjang malam jadi pekerjaan yang paling sulit dilakukan. Bahkan dengan iming-iming satu malam berbanding seribu tahun pun tetap susah. Kita tetap saja lalai dan asyik berbuat hal yang sia-sia.
Memanfaatkan malam-malam ganjil saja tidak kuat, apalagi sampai sepuluh hari. Apakah perjuangan dan pengorbanan Rasulullah SAW biasa-biasa saja? Beliau sudah dijamin masuk surga. Tidak mencari Lailatul Qadar sekalipun beliau tetap masuk surga. Namun beliau tetap giat dan gigih untuk mendapatkannya. Hanya karena syukur dan ingin selalu bertemu Allah SWT beliau melakukannya. Bagaimana dengan kita yang beribadah selalu hanya berharap surgaNya? Apakah yang dilakukan Rasulullah SAW tampak biasa saja?
Lailatul Qadar adalah malam yang sangat mulia dan berharga. Karena kemuliannya sampai jadi nama surat di dalam al-Qur’an, surat al-Qadar. Saking spesialnya al-Qur’an diturunkan ke langit dunia (lauh mahfuzh) pada malam itu. Bahkan yang dimaksud dengan malam seribu bulan ada ulama yang memaknainya ribun atau beribu-ribu bulan. Lailatul Qadar, tidak bisa dihargai dengan harta maupun jabatan. Tidak bisa dinilai dengan uang sebesar atau sebanyak apapun. Tetapi mengapa kita tetap berat untuk mendapatkannya padahal kita sangat paham tentang keutamaannya? Itulah kelemahan kita. Kita selalu mengukur sesuatu dengan dunia dan menjadikan materi sebagai patokan utama. Belum lagi kita selalu membiarkan diri kita dikuasi oleh nafsu angkara murka.
Dari hal itu kita bisa membaca dan memahami mengapa Rasulullah SAW selalu konsisten memburu dan mendapatkan Lailatul Qadar. Pertama, Rasulullah SAW tidak memandang segala sesuatu dengan harta, tahta dan dunia. Begitu juga keluarga dan para Sahabatnya. Yang mereka pandang hanyalah Sang Pencipta, Allah SWT yang Maha Sempurna. Kedua, Rasulullah SAW tidak membiarkan dirinya dikuasai oleh nafsunya. Beliau selalu menjaga intensitas ubudiyah dan rasa syukurnya. Ini berbeda dengan kita yang sering beribadah karena terpaksa atau cari muka.
Untuk itu, sebagaimana Ramadhan sering disebut bulan suci, mari kita sucikan perilaku dan jaga nafsu kita. Khususnya di sepuluh malam terakhir yang sangat berharga ini. Mari sempurnakan puasa kita dengan meraih malam mulia Lalatul Qadar. Si Laila tanggalkanlah. Lailatul Qadar, buru dan carilah. Jangan sampai di malam Lailatul Qadar bersama si Laila sepanjang malam. Semoga kita mendapatkan Lailatul Qadar… Amin
اللهم إنك عفو كريم تحب العفو فعف عنا… أمين يا رب العالمين