Apa benar ada racun dalam kematian anggota KPPS dalam pemilu tahun ini? Atau dalam bahasa yang viral, merek yang wafat ini meninggal kemungkinan karena dicarun? Mari kita telaah bersama. Per tanggal 4 Mei 2019 data jumlah anggota KPPS yang meninggal tercatat sebanyak 440 orang dan 3778 orang dirawat di rumah sakit. Jumlah ini belum termasuk sejumlah anggota Panwaslu dan kepolisian yang meninggal setelah bertugas mengawal proses pemilu 2019. Sungguh bukan angka yang sedikit.
Sekarang mari kita coba lihat kasus meninggalnya anggota KPPS ini dari sudut pandang Kesehatan Kerja. Mengapa Kesehatan Kerja? Karena para anggota KPPS ini posisinya membantu KPU dalam pelaksanaan Pemilu. Seluruh proses pelaksanaan pemilu dari persiapan hingga selesai saat pengumuman hasil perhitungan suara nanti adalah suatu proses kerja.
Di bidang Keselamatan dan Kesehatan Kerja setiap kasus kecelakaan, kesakitan dan kematian ditempat kerja wajib dilakukan investigasi untuk mencari akar penyebabnya sehingga bisa dilakukan perbaikan untuk mencegah kejadian serupa dimasa yang akan datang. Jadi kasus kematian dan kesakitan dalam pelaksanaan pemilu 2019 sangat penting untuk dilakukan investigasi, sebagai upaya mencari akar penyebabnya sehingga bisa dilakukan tindakan pencegahan bertambahnya kasus dan juga perbaikan untuk pelaksanaan pemilu berikutnya. Langkah dalam investigasi dimulai dengan melakukan assessment sakitnya (pada kasus yang dirawat di RS), dilakukan penanganan sakitnya dalam hal ini oleh dokter di RS, melakukan wawancara pada korban (untuk yang sakit) dan pada saksi (keluarga, rekan kerja pada kasus yang meninggal) untuk mengetahui riwayat kesehatan serta kronologi kejadian.
Jika diperlukan tim investigasi turun ke lapangan melihat lokasi kejadian untuk memastikan adakah hal-hal dilokasi kejadian yang mungkin menjadi penyebab kematiannya (diracun misalnya ) lakukan analisa dan langkah perbaikan.
Di setiap tempat kerja terdapat hazard atau bahaya potensial yang bisa menyebabkan gangguan kesehatan bahkan kematian. Jenis hazard ditempat kerja adalah hazard fisika (kebisingan, getaran, suhu panas/dingin,radiasi), kimia (asam, basa, solvent,logam berat), biologi (virus, bakteri, jamur, parasite, binatang berbisa), ergonomi (mengangkat manual, gerakan berulang,posisi canggung), psikososial (beban kerja,hubungan atasan bawahan, hubungan antar rekan kerja, jam kerja panjang, shiftwork) .
Nah sekarang coba bayangkan di TPS kira-kira ada hazard apa? Adakah kebisingan, getaran, radiasi, bahan kimia berbahaya, virus, binatang berbisa, posisi kerja yang tidak nyaman,gerakan berulang, stressor psikis, jam kerja panjang? Dari TPS yang ada didepan rumah saya kemarin hazard yang terlihat adalah mengangkat manual, jam kerja yang panjang serta stressor psikis. Saya tidak melihat penggunaan bahan kimia berbahaya yang bisa menjadi sumber keracunan bagi anggota KPPS.
Jam kerja panjang para anggota KPPS dimulai sejak persiapan TPS-proses pencoblosan-proses penghitungan suara-input data hingga menyerahkan laporan ke kelurahan. Total waktu yang dihabiskan bervariasi, tetapi rata-rata anggota KPPS baru selesai proses penghitungan suara dan input data menjelang pagi. Artinya lebih dari waktu kerja normal yang rata-rata 8 jam. Bahkan dalam sebuah berita ada yang tidak tidur hingga 4 hari.
Mengapa jam kerja yang panjang berbahaya, apalagi jika sampai tidak tidur beberapa hari?Tubuh manusia didesain untuk terjaga disiang hari dan tidur dimalam hari. Idealnya jam tidur adalah 7 – 8 jam setiap malam. Bagian yang mengatur siklus bangun tidur kita adalah otak, dimana ada satu bagian di otak yang melepaskan hormon melatonin penyebab kantuk yang dilepaskan saat hari mulai gelap. Otak kita diatur oleh siklus yang disebut siklus sirkadian. Tidur memiliki fungsi yang sangat penting bagi kesehatan seseorang. Tidur diperlukan oleh tubuh untuk memperbaiki sel-sel yang rusak dan konsolidasi memori.
Kekurangan tidur akan berujung pada fatigue yang memicu penyakit kardiovaskular (jantung dan pembuluh darah) dan serebrovaskular (otak dan pembuluh darah), artinya kekurangan tidur bisa memicu terjadinya serangan jantung dan stroke, apalagi jika sudah ada riwayat penyakit jantung, hipertensi atau diabetes sebelumnya.
Dalam kasus ini, apakah surat keterangan sehat yang diserahkan saat pendaftaran sebagai anggota KPPS benar-benar berdasarkan pemeriksaan kesehatan yang lengkap?Pemeriksaan kesehatan sebelum kerja diperlukan untuk memastikan apakah kondisi kesehatan pra kerja para anggota KPPS cocok dengan tugs yang akan dilakukan.
Di Jepang kasus kematian yang disebabkan oleh kerja berlebihan disebut karoshi, mayoritas penyebab medis kematiannya adalah serangan jantung dan stroke. Selain kematian mendadak kerja berlebihan tanpa tidur yang cukup juga memicu terjadinya depresi yang meningkatkan kecenderungan untuk bunuh diri. Di sana, bunuh diri karena kerja berlebihan disebut sebagai karo jisatsu. Beberapa kasus kematian anggota KPPS terjadi karena kasus bunuh diri.
Jadi sangat penting untuk dilakukan investigasi untuk memastikan apakah bunuh dirinya berhubungan dengan jam kerja yang panjang serta tekanan psikis sebagai anggota KPPS. Penyebab kematian lain anggota KPPS adalah kecelakaan lalu lintas yang terjadi paska tugas di TPS. Kemungkinan besar penyebabnya adalah microsleep saat mengemudikan kendaraan bermotor karena mengantuk setelah bertugas.
Kekurangan jam tidur akan menyebabkan sleep debt atau utang tidur yang berujung pada fatigue yang bisa mencetuskan kematian mendadak, bunuh diri serta kecelakaan. Fatigue ditempat kerja merupakan hazard yang sangat penting dan harus dilakukan pengendalian secara komprehensif. Manajemen fatigue menurut teori Fatigue Risk Trajectory dibagi dalam 5 level.
Dalam konteks kerja KPU langkah yang seharusnya dilakukan sejak awal proses pelaksanaan pemilu adalah :
– Level 1 (organisasi): memastikan penjadwalan memberi kesempatan anggota KPPS dan juga pihak lain yang terlibat untuk tidur cukup.Dengan jam kerja yang demikian panjang seharusnya KPU menetapkan sistem kerja shift untuk anggota KPPS.
– Level 2 (individu): memastikan anggota KPPS serta tim lain yeng terlibat benar-benar mendapatkan tidur yang cukup.
– Level 3 (perilaku): memantau gejala yang mengindikasikan anggota KPPS dan tim lainnya mengalami fatigue.
– Level 4 (kesalahan): strategi untuk memastikan fatigue di tempat kerja tidak mengakibatkan kesalahan atau insiden. Misalnya tidak membiarkan tim yang mengantuk berat mengemudikan kendaraan bermotor.
– Level 5: menentukan peran fatigue dalam kesalahan atau insiden di tempat kerja.
Level 1 – 4 sudah lewat, dengan adanya ratusan kasus kematian dan ribuan yang sakit saat ini langkah yang harus dikerjakan adalah langkah di level 5, melakukan investigasi apakah ada peran fatigue dalam kasus kematian dan sakitnya para anggota KPPS. Ataukah ada penyebab lainnya seperti yang disangkakan oleh pihak tertentu saat ini.
Jadi, bagaimana menurut Anda?
Sumber gambar di sini