Ketua PBNU sekaligus Koordinator Jaringan Nasional Gusdurian, Alissa Wahid, menyayangkan mengapa Indonesia hanya meresmikan enam agama. Ini dia sampaikan ketika memberi sambutan acara pembukaan Temu Nasional (Tunas) 2022 Gusdurian di Gedung Muzdalifah, Asrama Haji Sukolilo, Surabaya, Jum’at (14/10).
“Padahal kenyataannya Indonesia memiliki banyak agama lokal lainnya,” ujarnya.
Selama ini komunitas Gusdurian di manapun mereka berada selalu memperjuangan nilai-nilai inklusif, toleran, dan moderasi yang menjadi kompas pergerakan. Termasuk salah satu wujudnya adalah mengupayakan agar tidak ada diskriminasi terhadap kelompok yang secara sosial cukup rentan.
Mewakili Jaringan Gusdurian, Alissa Wahid kerap mendapat penghargaan sehingga membuat Gusdurian semakin dikenal publik internasional.
“Penghargaan Asia Democracy and Human Rights pada tahun 2018 dan Anugerah People of The Year 2021 bukan karena Alissa Wahid, namun dari buah karya para Gusdurian semua,” kata Alissa.
Lebih lanjut Alissa membincang awal mula Gusdurian terbentuk. Ia mengatakan bahwa Gusdurian merupakan manifestasi dari keresahan keluarga Gus Dur terhadap murid-murid almarhum Gus Dur yang kehilangan guru, teman Gus Dur yang kehilangan rekan curhat, pemeluk agama yang terdiskriminasi yang kehilangan tempat peraduan.
Menurut Alissa, kepergian Gus Dur di tahun 2009 bukan hanya duka keluarga, namun juga duka penduduk Indonesia. “Dulu ketika kami kenapa-napa, kami selalu mengadu ke Gus Dur. Sekarang kalau ada yang mengancam, kami ke siapa? Itu yang membuat kami membuat strategic planning tahun 2010,” tutur Alissa tentang para pemeluk anggota yang sering dibantu Gus Dur.
“Waktu itu, kami tidak mempunyai sumber daya finansial, apalagi basis massa. Yang saya tahu adalah muridnya Gus Dur itu banyak dan masalah di Indonesia juga banyak. Berbekal semangat, cita-cita, dan inspirasi Gus Dur itulah Jaringan ini tercipta,” tambahnya.
Dalam pemaparannya, Alissa menegaskan bahwa tidak mungkin ia bisa menandingi sosok Gus Dur beserta track record-nya. Ia kemudian menjelaskan filosofi lidi dalam menerangkan ini. “Kalau Gus Dur itu ibarat kayu jati yang sudah ratusan tahun. Sedangkan Alissa cuman satu lidi. Karena itu, Alissa mencari lidi-lidi lain. Kita menghimpun lidi-lidi yang ada, yang sekarang sudah menyebar ke seluruh penjuru dunia.”
Ia teringat bahwa pada pertemuan pertama 12 tahun lalu, perkumpulan Gusdurian hanya dihadiri 37 komunitas. Namun sekarang, 150 komunitas beserta 1300 orang hadir memenuhi aula asrama haji dalam rangka Temu Nasional Gusdurian 2022.
Alissa menambahkan bahwa Gusdurian hari ini mempunyai sumber daya yang jauh lebih besar. Teman-teman bergerak solid tanpa komando dalam rangka berkhidmat untuk masyarakat melalui nilai-nilai yang diajarkan Gusdur.
“Tanpa kalian sadari, kita semua adalah satpam-nya Indonesia, yang mengawal negara ini jika ada masalah,” pungkasnya.