Ali bin Abi Thalib merupakan muara dari ilmu Islam, beliau menjadi rujukan dalam pengetahuan keislaman. Ilmu Ali luas dan mendalam, bahkan perkataan beliau sangat puitis, dan mendasarkan argumentasinya pada pesan-pesan dari Al-Qur’an.
Simaklah pesannya, “Agama bukan ajang perdebatan. Agama bukan untuk memenangkan golongan agama, jalan pendekatan kepada Allah. Agama untuk diamalkan. Bid’ah zaman ini, banyak bicara sedikit beramal. Sedang Nabi dan para sahabat sedikit bicara banyak beramal,”.
Pesan Ali bin Abi Thalib yang menjadikan agama bukan sebagai ajang perdebatan, serta bukan untuk memenangkan golongan agama, merupakan mutiara hikmah yang penting. Di tengah, kepentingan sekelompok pemuka agama yang ingin menjadikan agamanya sebagai pemenang.
Ali bin Abi Thalib juga merasakan rindu yang tiada tara, dan merasakan kesalahan dalam mencintai manusia. Sebab, mencintai Tuhan, akan mendapatkan ujian yang tak berkesudahan, mengalami gelombang cobaan yang mendera tanpa henti.
“Perbuatan paling salah yang kulakukan di dunia adalah mencintaimu. Sejak aku terpanah api cintamu, hidupku diliputi kefakiran dan kesedihan.” Dalam hal ini, resiko mencinta Allah untuk mengharap Ridha-Nya, adalah dengan ujian yang bertubi-tubi dan kesedihan tanpa akhir. Manusia pada akhirnya akan menghadapi ujian yang tidak pernah berakhir, hanya untuk menggali kasih sayang dan Ridha Allah semata.
Kehidupan pecinta penuh misteri. Cinta menjadikan hidup menderita. Rindu mengunci mulut membisu. Dunia ini menjadi sempit. Waktu berjalan lama. Perpisahan membakar seluruh tubuh. Mendidihkan degup jantung. Namun terpasung tak bisa berbuat apa-apa. Jadikan sabar dan tabah itu kekuatanmu. Jadikan harap dan takut energimu. Luruskan arahmu hanya kepada-Nya. Selain-Nya sekadar ujian dan cobaan. Ungkapan Ali bin Abi Thalib selalu bernas, dengan rujukan dan argumentasi yang akurat.
Pada sebuah majelis, Ali berpesan: Jadikan manusia putus-asa dari rahmat Tuhan dan rela berada dalam kekejian. Mereka fakir, meski hidup bergelimang harta dan tahta. Sungguh dalam diri Rasulullah Saw, terdapat cukup contoh teladan bagimu, serta petunjuk jelas tentang keburukan dunia dan kehinaanya, serta banyaknya buruk laku dan kejahatan yang berlangsung di dalamnya. Pesan-pesan Ali bin Abi Thalib selalu aktual dengan zaman, bahkan hingga kini, 14 abad setelah berkembangnya Islam.
Ada sebuah kisah, betapa Ali bin Abi Thalib memegang teguh ajaran tentang keadilan dan tanggungjawab dalam menjaga amanat. Diriwayatkan bahwa ‘Aqil bin Abu Thalib (saudara tua Ali RA), meminta bantuan kepada Ali bin Abi Thalib RA dari kas negara untuk keperluan keluarganya. Tetapi, Ali bin Abi Thalib menolaknya sambil mendekatkan sepotong besi panas ke wajah ‘Aqil untuk menakutinya dari panasnya api neraka.
Sebelum wafatnya, Ali bin Abi Thalib berpesan kepada umat muslim di seluruh dunia. Bahwa, “wahai manusia setiap orang dalam pelariannya pasti akan menjumpai apa yang menyebabkannya lari. Ajal adalah tempat penghalauan jiwa. Karena itu, melarikan diri darinya sama saja dengan menjemputnya.”
Pada pesan yang lain, Ali bin Abi Thalib berkata, “Betapa seringnya aku mengejar waktu guna menyingkap rahasianya yang tertutup rapat. Namun, Allah tetap menyembunyikannya. Sungguh, ia tak terjangkau. Ia adalah ilmu Allah yang tersimpan rapi.”
Sungguh, sebagai penerus ajaran Nabi Muhammad, kita harus selalu mengaji dari petuah Ali bin Abi Thalib, memasuki gerbang kota ilmu yang menjadi khazanah dan rujukan Islam setelah Nabi Muhammad.
Wallahu A’lam.
Tulisan ini diolah dari tulisan sebelumnya, “Semerbak Nubuwwah dari Kisah Imam Ali” yang diunggah pada 30 Agutus 2016.