Perbuatan baik dari seseorang, pasti ada balasannya. Hal ini sudah dijelaskan dalam Surat az-Zalzalah ayat 7: “Barangsiapa mengerjakan kebaikan seberat zarrah, niscaya dia akan melihat (balasan)nya”.
Dalam ayat lain juga dijelaskan: “Barangsiapa mengerjakan kebaikan maka (pahalanya) untuk dirinya sendiri” Qs. Fushilat: 46. Dalam Tafsir al-Khazin dijelaskan bahwa kemanfaatan Iman seseorang dan perbuatannya dapat kembali pada dirinya sendiri.
Sementara itu banyak orang tua kita yang melakukan perbuatan baik, entah itu tirakat puasa, zikir, sedekah, dan lainnya. Perbuatan itu bertujuan agar keturunannya dapat merasakan manfaat dari apa yang telah dilakukannya tadi.
Lazimkah yang dilakukan para orang tua tersebut?
Jawaban atas pertanyaan ini dapat disimpulkan dari kisah Nabi Musa ketika berguru kepada Nabi Khidir. Singkat cerita, Nabi Musa menilai Nabi Khidir melakukan suatu hal yang aneh. Perilaku Nabi Khidir yang dianggap aneh ini berulang hingga tiga kali.
Perilaku aneh Nabi Khidir yang terakhir adalah membangun tembok rumah tanpa imbalan sepeserpun. Nabi Musa terheran-heran, hingga akhirnya mempertanyakannya. Akhirnya Nabi Khidir menjawab pertanyaan Nabi Musa tersebut.
Di dalam al-Kahfi ayat 82, Nabi Khidir memberi 3 alasan dibalik perbuatan yang telah dilakukannya tadi. Pertama, tembok yang dibangunnya itu milik dua anak yatim, namanya Ashram dan Sharim. Adapun redaksi al-Qur’an menyebutkan:
وَأَمَّا الْجِدَارُ فَكَانَ لِغُلَامَيْنِ يَتِيمَيْنِ فِي الْمَدِينَةِ وَكَانَ تَحْتَهُ كَنْزٌ لَهُمَا وَكَانَ أَبُوهُمَا صَالِحًا فَأَرَادَ رَبُّكَ أَنْ يَبْلُغَا أَشُدَّهُمَا وَيَسْتَخْرِجَا كَنْزَهُمَا رَحْمَةً مِنْ رَبِّكَ ۚ وَمَا فَعَلْتُهُ عَنْ أَمْرِي ۚ ذَٰلِكَ تَأْوِيلُ مَا لَمْ تَسْطِعْ عَلَيْهِ صَبْرًا
“Adapun dinding rumah adalah kepunyaan dua orang anak yatim di kota itu, dan di bawahnya ada harta benda simpanan bagi mereka berdua, sedang ayahnya adalah seorang yang saleh, maka Tuhanmu menghendaki agar supaya mereka sampai kepada kedewasaannya dan mengeluarkan simpanannya itu, sebagai rahmat dari Tuhanmu; dan bukanlah aku melakukannya itu menurut kemauanku sendiri. Demikian itu adalah tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya”. (Q.S al-Kahfi: 82)
Kedua, Di bawah tanah tersebut, tersimpan harta melimpah. Adapun penggalan teks dari Surat al-Kahfi ayat 82 menyebutkan:
وكان تحته كنز لهما
“Di bawahnya tersimpan harta bagi mereka”
Sebagian ulama, berpendapat bahwa sesuatu yang tersimpan tersebut adalah lembaran-lembaran ilmu. Tapi menurut at-Thabari, pendapat yang dipilih adalah ‘harta’ yang berlimpah. Karena lafaz kanzun sudah masyhur ditelinga orang arab, yang berarti nama sebuah tempat penyimpanan harta.
Alasan ketiga yaitu karena orang tua dari anak yatim tersebut adalah orang baik. Penggalan redaksi ayat menyebutkan:
وَكَانَ أَبُوهُمَا صالحا
“Sedangkan orang tuanya adalah orang yang saleh/baik”
Menurut al-Qurthubi, nama ayah dari anak yatim tersebut adalah Kasyih, sedangakan ibunya bernama Dunya. Bahkan ada sebagian ulama yang berpendapat bahwa yang berbuat baik tersebut adalah nenek moyangnya yang ketujuh.
Di dalam banyak kitab tafsir tidak dijelaskan perbuatan baik apa yang telah dilakukan orang tua tersebut. Tetapi al-Qurthubi menyimpulkan bahwa ayat ini mengandung makna bahwa Allah Ta’ala menjaga orang saleh dan juga keturunannya, meskipun keturunan jauh. Hal ini karena ada riwayat bahwa Allah menjaga orang-orang saleh sampai tujuh anak turunnya. Lalu al-Qurthubi mengutip surat al-A’raf ayat 196:
إِنَّ وَلِيِّيَ اللَّهُ الَّذِي نَزَّلَ الْكِتابَ وَهُوَ يَتَوَلَّى الصَّالِحِينَ
“Sesungguhnya pelindungku adalah Allah yang telah menurunkan kitab (al-Qur’an). Dia melindungi orang-orang saleh.”
Ibnu Katsir juga memberi komentar pada ayat 82 dalam Surat al-Kahfi ini. Menurutnya, ayat ini dapat menjadi dalil bahwa seseorang yang saleh dapat melindungi keturunannya. Ibadahnya dapat memberkahi keturunannya di dunia, dan juga dapat menolong keturunannya di akhirat. Seseorang tersebut juga dapat mengangkat derajat –hingga derajat tertinggi– keturunannya di Surga, supaya keturunannya senantiasa dapat bersamanya.
Dalam Tafsir al-Bahrul Madid, Syekh Ibnu ‘Ajibah mengutip perkataan Imam Muhammad al-Munkadir. Al-Munkadir berkata bahwa Sesungguhnya Allah Ta’ala senatiasa menjaga anak orang yang saleh, begitu juga cucunya. Begitu juga arah di mana dia berada, dan lingkungan di sekitarnya. Semua –yang berhubungan dengan orang saleh itu– selamanya dalam penjagaan Allah dan lindunganNya.
Ibnu ‘Ajibah juga mengutip perkataan Sa’id bin al-Musayyab kepada anaknya. Sa’id berkata, “Sesungguhnya aku menambah salatku hanya semata-mata karenamu, berharap agar Allah senantiasa menjagamu.” Kemudian Sa’id membaca surat al-Kahfi 82
Jadi perbuatan baik orang tua bisa berpengaruh terhadap keturunannya. Bahkan sampai anak cucu tujuh turunan. Maka sangatlah lazim bagi para orang tua yang secara sabar, ikhlas, dan telaten memiliki dampak kebaikan yang besar bagi anak cucunya. Selain itu, anak-anak juga secara langsung mengamati hal-hal yang dilakukan oleh orang tua. Jika orang tuanya selalu mencontohkan perbuatan baik, anak-anak akan berpotensi besar mengikuti atau mengerjakan hal yang sama dengan perbuatan orang tuanya.
Wallahu a’lam.