Al-Insanu Mahalul Khoto wan Nisyan, Hadis atau Bukan?

Al-Insanu Mahalul Khoto wan Nisyan, Hadis atau Bukan?

Al-Insanu Mahalul Khoto wan Nisyan: kalimat ini hadis atau bukan, sih?

Al-Insanu Mahalul Khoto wan Nisyan, Hadis atau Bukan?

Kalimat “Al-Insanu Mahalul Khoto wan Nisyan” sering diulang-ulang oleh para tokoh agama sebagai pengingat, atau mungkin sebagai sarana apologi manusia saat melakukan kesalahan. Terkadang, beberapa kali ungkapan ini disebut sebagai salah satu hadis nabi. Sehingga, beberapa awam juga mengenal hadis makalah tersebut sebagai bagian dari hadis nabi.

Namun, benarkah demikian? Benarkah kalimat “Al-Insanu Mahalul Khoto wan Nisyan” adalah hadis nabi?

Jika ditulis dalam teks hijaiyah, begini tulisan bahasa Arab dari Al-Insanu Mahalul Khoto wan Nisyan”:

ألإِنْسِانُ مَحَلُّ الخَّطَاء وَالنِّسْيَان

Untuk memastikan hadis ini sebagai hadis atau bukan, kita perlu melakukan proses pencarian hadis yang dikenal sebagai takhrīj hadits. Setelah di-takhrīj, sama sekali tidak ditemukan matan hadis yang sama dengan teks di atas. Artinya, secara kesesuaian matan, ungkapan “Al-Insanu Mahalul Khoto wan Nisyan” bukanlah hadis.

Oleh karena itu, dilarang menyandarkan kalimat ini kepada Nabi Muhammad SAW. Salah satu ancaman yang perlu kita ingat adalah sebuah hadis yang berbunyi:

من كذب علي متعمدا فليتبوأ مقعده من النار

Setiap orang yang berbohong atas nama nabi, maka ia telah menyiapkan tempatnya di neraka.

Setelah dilacak dalam beberapa kitab hadis, kalimat “Al-Insanu Mahalul Khoto wan Nisyan” merupakan ungkapan ulama, namun dengan redaksi yang berbeda. Al-Munawi dalam Faidhul Qadir pernah menyebut ungkapan yang mirip ketika menjelaskan hadis tentang manusia paling mengetahui urusan dunianya. Kalimat tersebut adalah:

 الإنسان محل السهو والنسيان

Al-insānu maḥallus syahwi wan nisyān.

Artinya, “Manusia adalah tempatnya lupa.”

Selain kalimat di atas, al-Munawi juga menyebut kalimat lain seperti berikut:

الإنسان محل النسيان وأول ناس أول الناس 

al-Insānu mahallun nisyān wa awwalu nasin awwalun nās

Artinya, “Manusia itu tempatnya lupa, dan yang pertama lupa adalah manusia pertama.”

Dari dua kalimat di atas, memang tidak menyebutkan kata al-khatta’. Abu Hasan al-Harawi dalam kitabMirqāt al-mafātih pernah mengungkap kalimat tersebut, namun hanya sampai pada kata al-khatta’.

الْإِنْسَانُ مَحَلُّ الْخَطَأِ

al-insānu maḥallul khattha’.

Artinya, “Manusia itu tempatnya salah.”

Walaupun sama sekali tidak ditemukan dalam teks-teks hadis, terutama hadis-hadis dalam kitab hadis, namun secara substansi, ungkapan “Al-Insanu Mahalul Khoto wan Nisyan” sesuai dengan sebuah hadis nabi riwayat Ibnu Mājjah berikut:

كُلُّ بَنِي آدَمَ خَطَّاءٌ وَخَيْرُ الْخَطَّائِينَ التَّوَّابُونَ.

Kullu Banī Ādama Khathā’un. Wa khairul khaththā’īn at-tawwabūn.

Artinya, “Setiap manusia memiliki kesalahan. Orang bersalah yang paling baik adalah orang yang bertaubat.” (H.R Ibn Majjah)

Nah, buat siapa saja yang ingin menggunakan “Al-Insanu Mahalul Khoto wan Nisyan”, alangkah lebih baiknya kalau tidak menyandarkan kalimat ini sebagai hadis nabi, cukup menyandarkan ungkapan ini sebagai kaul ulama saja. Hal ini merupakan bagian dari tindakan preventif agar kita tidak termasuk orang yang berbohong atas nama nabi. (AN)

Wallahu a’lam.