Al Biruni, Toleransi dan Obsesi ‘Satu Islam’

Al Biruni, Toleransi dan Obsesi ‘Satu Islam’

Serangan brutal di Solo, sebagai muslim, kita perlu belajar dari Al Biruni soal Toleransi

Al Biruni, Toleransi dan Obsesi ‘Satu Islam’

Serangan brutal sekelompok orang, yang mengatasnamakan Islam, terhadap kelompok Syiah di Solo harus dikutuk. Tak hanya itu perbuatan kriminal; tapi juga menodai ajaran Islam sendiri. Ada banyak tafsir, aliran dan mazhab dalam Islam. Dan itu justru menunjukkan kekayaan dan keagungan Islam.

Satu Islam adalah mitos. Obsesi satu Islam (sama seperti obsesi satu Indonesia/NKRI Harga Mati atau obsesi satu dunia atas nama globalisasi) cenderung hegemonik dan menindas. Satu Islam dengan Islam yang mana, menurut siapa?

Kita tak harus setuju dengan tafsir orang lain. Cukup menoleransinya, membiarkan tetap ada, berdampingan dengan tafsir kita, yang menurut orang lain bisa juga dianggap keliru.

Itu tak hanya berlaku dalam soal mazhab/aliran di dalam Islam sendiri; tapi juga ketika orang Islam berhubungan dengan penganut agama lain. Menolak kehadiran/eksistensi orang lain yang berbeda (mazhab atau agama) menunjukkan kelemahan iman seseorang, mencerminkan rendahnya keyakinan diri akan kebenaran iman yang dimiliki.

Mungkin kita harus belajar dari Al Biruni, cendekiawan Muslim abad ke-11. Biruni menulis ratusan buku dalam bahasa Arab. Dia belajar matematika, fisika dan astronomi. Namanya diabadikan sebagai nama salah satu kawah di Bulan. Tapi, Biruni lebih dikenal sebagai seorang pionir kajian antropologi serta perbandingan bangsa dan agama.

Piawai berbahasa Sansekerta, Persia dan Ibrani (Yahudi), dia mengkaji bangsa dan agama di luar Islam. Salah satu buku terkenalnya berjudul Al Hind, tentang bangsa dan agama orang India (Hindu). Dia juga menerjemahkan beberapa karya dari Sansekerta ke Arab.

Kepada audiens Muslim dan Arab, Biruni memaparkan Hindu sebagai apa adanya, seperti yang diyakini pemuka dan penganut Hindu sendiri; bukan dengan judgement dan label egosentris, dengan sebutan kafir misalnya.

Biruni mencerminkan ciri seorang Muslim yang sangat percaya diri: bergaul dengan bangsa dan penganut agama berbeda, mengkaji keyakinan orang lain, menerima apa adanya, tanpa kuatir akan mencemari keyakinannya.

Bandingkan itu dengan orang-orang di Solo yang menyerang brutal penganut mazhab lain. Orang-orang Islam di Solo ini justru merendahkan agamanya, tidak yakin akan kekuatan agama dan keyakinannya.***