Air Mata Jerussalem

Air Mata Jerussalem

Jerussalem memiliki sejarah panjang yang beririsan dengan agama-agama Samawi. Baginilah kisahnya.

Air Mata Jerussalem

“Akan kami bunuh semua perempuan dan anak-anak, akan kami hancurkan batu-batu suci di kota ini, masjid al-Aqsa, dan situs-situs lainnya. Semuanya.Tanpa kecuali”

Kata-kata itu diucapkan Balian of Ibelin, penguasa Ramlah kepada Salahuddin al Ayubi di depan kota Jerussalem yang sesaat lagi akan jatuh ke tangan tentara muslim.  Ibn al-Athīr  mencatat ucapan Balian itu dalam kitab al-Kamil fi’l-Tarikh dan Orlando Bloom mengulanginya lagi ketika memerankannya dalam film Kingdom of Heaven.

Wajah Salahuddin mengeras, kemudian menyahut:  Aku akan jamin nyawa orang-orang kristen selamta sampai ke negeri mereka, semuanya.  Ia setuju untuk mengampuni semua penganut agama non islam di kota itu, membiarkan mereka pergi dengan tebusan yang tidak terlalu banyak.  Tak ada orang kristen yang dibunuh dan tak ada gereja yang dihancurkan, tak ada ikon suci yang dipecahkan. Bahkan ia memerintahkan penjagaan tempat-tempat ibadah orang kristen sekaligus menizinkan para peziarah kristen memasuki kota itu dengan damai.

Konon, para ulama di sekitar Salahuddin memprotes keras manakala merek atahu banyak pendeta keluar kota dengan banyak harta sementara harta tebusan begitu murah. Namun Slahuddin memilih untuk tetap memenuhi kesepakatan damai yang telah dibuat. Salahuddin memilih mengulangi apa yang dilakukan Khalifah Umar bin Khattab: memasuki Jerussalem tanpa pertumpahan darah. Jumat bulan 27 rajab 583 hijriah,  hari yang sama dengan perjalanan Isra Miraj Nabi Muhammad SAW, Salahuddin beserta pasukannya memasuki kota Jerussalem.

Empat dekade  berikutnya, Frederick II Kaisar Romawi Barat, pada tahun 1229 memasuki gerbang Jerussalem bersama bersama tentara salib.  Ia melakukan itu hanya sebagai formalitas, Jerussalem sudah jatuh ke tangannya beberapa waktu sebelumnya. Al-Malik al-Kamil Naser ad-Din Abu al-Ma’ali Muhammad atau Al-Kamil, Sultan ke empat dari dinasti Ayyubiyah, telah memberikan kota dengan murah hati. Bahkan ada kabar yang mengatakan pertempuran kecil di perbutan kota itu hanya basa-basi belaka agar kedua pemimpin bangsa itu tidak ingin mendapat tekanan dari kaum agamawan mereka masing-masing.

Al Kamil dan Kaisar Frederick II  telah membangun persahabatan sejk lama. Kedua penguasa dari dua bangsa dan agama yang berbad-abad saling bertikai itu sama-sama menganggap perang agama berebut kota suci Jerussalem adalah kekonyolan belaka.   Keduanya malah membangun persahabatan dengan saling berbagi hadiah dan surat. Diketahui, mereka  berkorespondensi membicarakan tentang logika Aristoteles, kebadian jiwa, dan asal mula alam semesta. Bahkan ketika Al-Kamil tahu sahabatnya itu gemar mengamati binatang, ia mengiriminya bermacam hewan seperti monyet, beruang, dan gajah.

Ketika Frederick II memasuki Jerussalem ia kemudian meninjau beberapa tempat suci,seperti Ḥaram al-Sharif ,  Dome of the Rock,  dan Masjid al Aqsa. Saat berada di al-Aqsa ia melihat seorang pendeta yang mencoba memasuki masjid sambil menenteng kitab injil.

Sontak ia bentak pendeta itu, “Mengapa kamu masuk ke sini? Demi Tuhan, jika salah satu dari kalian masuk ke seni tanpa izin, akan kucongkel mata kalian!”

Peristiwa lain mengenai Kaisar bangsa Frank yang dikenang kaum muslim Jerussalem saat itu adalah ketika ia bertanya pada Shams al-Din, qadi kota Nablus :  “Mengapa tidak ada suara azan seperti biasanya?”

Shams al-Din  kaget, sebab dirinyalah yang melarang kumandang azan agar tidak menganggu–atau mungkin juga takut kepada — sang Kaisar.

Frederick kemudian mengucapkan kata-kata yang direkam Sibṭ Ibn al-Jawzi dalam kitab  Mirat al-Zaman : “Kamu tak perlu melakukan itu, karena aku bermalam di Jerussalem justru karena ingin mendengar suara azan di malam hari…”

Sultan Salahuddin al Ayubi dan Kaisar Frederick II memasuki kota Jerussalem dengan tersenyum mungkin karena merasa telah berhasil mengakhiri perang yang konyol itu.

Mereka tidak tahu perang itu berlanjut terus hingga berabad-abad kemudian…

Sumber Bacaan: Amin Maalouf. “The Crusades Through Arab Eyes.”