Belakangan ini kita menyaksikan banyak peristiwa yang mengenaskan, terutama soal wajah pendidikan kita yang kian penuh dengan tampilan yang serba kelewatan. Siswa sudah mulai berani untuk tidak hormat terhadap guru, beberapa bahkan sudah berani membangkang dan bersikap kasar terhadap sumber ilmu tersebut. Seolah sebagian dari kita terlupa, guru bukan saja orang-orang yang berfungsi untuk mentransfer ilmu, lebih dari itu, guru adalah contoh dan teladan untuk hidup yang lebih bermutu.
Itu sebabnya, para ulama sholeh sudah mengingatkan kita pentingnya menjaga adab terhadap guru. Memperhatikan pelajaran yang diberikan oleh guru adalah cara terbaik untuk menyesap ilmunya, namun tanpa adab, niscaya ilmu yang disesap tak akan bisa memberi manfaat. Orang yang demikian, meski telah berilmu, tetap saja dungu. Sebab hal yang lebih utama dari ilmu adalah adab. “Kada al-adab qabla al-‘ilm” (Posisi adab itu sebelum ilmu), demikian para ‘alim bersepakat.
Dalam Ta’lim Mutaa’lim, salah satu kitab babon yang ditulis khusus soal panduan adab penuntut ilmu terhadap guru, Sheikh Az-Zarnuji menjelaskan pentingnya menjaga adab terhadap guru, sebab hal ini menjadi jaminan untuk kualitas dan keberkahan ilmu yang didapat. Sheikh Az-Zarnuji mencencang setidaknya 9 adab yang harus dilakukan oleh penuntut ilmu, yakni;
1. Tidak berjalan di depan guru atau malah mendahuluinya saat sedang berjalan di belakang guru. Utamakan kepentingan guru, biarkah ia berjalan terlebih dulu.
2. Tidak duduk di tempat duduk guru. Hal ini dimaksudkan untuk memuliakan sang guru. Jika perlu, penuntut ilmu harus memastikan agar tempat duduk sang guru dalam kondisi yang baik dan bersih sebelum diduduki oleh guru.
3. Tidak memulai bicara pada guru sebelum mendapat izin dari yang bersangkutan.
4. Tidak berbicara tepat di hadapan guru. Penuntut ilmu sebaiknya mengatur jarak yang baik sebelum berbicara kepada guru.
5. Tidak bertanya sesuatu bila guru sedang capek atau sibuk.
6. Harus pandai mengatur waktu; jangan sampai mengganggu waktu sang guru, terutama jika memang tidak di jam pelajaran.
7. Seorang murid harus mendapat kerelaan hati guru. Hal ini dapat digapai dengan menjauhi hal-hal yang tak disenangi guru serta mematuhi perintahnya, asal tidak bertentanangan dengan agama.
8. Termasuk menghormati guru adalah juga dengan menghormati putra-putri guru, dan sanak kerabat guru.
9. Jangan menyakiti hati seorang guru karena ini bisa berakibat pada hilangnya berkah dari ilmu yang dipelajari.
Ini juga berarti bahwa orang yang hendak menuntut ilmu sebaiknya memperhatikan betul adab orang yang akan dijadikan guru. Orang yang hanya menyesaki kepalanya dengan ilmu, namun tak diliputi dengan adab yang bermutu, tak layak untuk dijadikan guru. Allah pun menyindir orang-orang yang demikian dengan menyebutnya laiknya Keledai yang memanggul kitab-kitab (QS 62: 5). Meski dilekati oleh kitab, Keledai tak akan tahu kegunaan kitab-kitab tersebut, pun tak akan pernah bisa mereka menyerap ilmu yang ada di dalam kitab itu. Mereka hanyalah Keledai, merasa tahu padahal dungu.
Adab pula yang menjadi pertimbangan utama para ulama dalam memilih guru. Seperti yang dilakukan oleh Imam Malik Rahimakumullah. Di masa mudanya, terdapat seorang cendekiawan yang terkenal kepandaiannya hingga ia dijuluki Rabi’atur Ra’yi (Logika musim semi).
Meski begitu, tetap saja ibu dari peletak dasar madzhab Maliki ini berpesan agar ia memerhatikan terlebih dulu adab yang bersangkutan sebelum menjadikannya sebagai teladan.
“Jika tak kau temui adab yang mulia pada diri Rabi’atur Ra’yi, tak perlu kau buang-buang waktumu belajar padanya,” demikian pesan sang ibu.
Para ulama juga menjadikan adab sebagai pelajaran utama untuk dikuasai terlebih dahulu. “Thalabtul adab tsalatsuna sanah wa thalabtul ‘ilm ‘isyrina sanah” (Aku belajar adab 30 tahun lamanya, dan habiskan 20 tahun berikutnya untuk belajar ilmu). Demikian pengakuan Syaikh Ibnu Mubarak, seorang ulama yang sangat shalih, menjelaskan tips kesuksesannya mencari ilmu.
‘Ala kulli hal, adab adalah hal yang harus dimiliki baik oleh guru maupun pencari ilmu. Guru yang hanya berilmu namun tak memiliki adab yang mulia, tak layak dijadikan panutan dan idola. Sementara pencari ilmu yang melupakan adab, mereka tak akan pernah bisa mendapat ilmu yang bermanfaat.