Disebutkan ada seorang saudagar di Baghdad yang kaya raya. Ia mempunyai sebuah kolam dan airnya terkenal sangat dingin hingga tidak seorang bisa bertahan lama-lama di dalamnya. Suatu hari saudagar tersebut membuat sebuah sayembara. Isinya adalah barangsiapa yang bisa berendam dalam kolam tersebut semalaman maka akan diberi hadiah uang 100 dinar.
Sayambara tersebut mengudang banyak peminat. Salah satu diantaranya adalah seorang pengemis. Dengan ditemani anaknya malam harinya datang dan mulai ikut sayembara dan kemudian berendam. Awalnya biasa saja, tetapi pada tengah malam ia tampak kedinginan. Pikirannya ingin menyudahi keikutsertaannya namun hadiah besar mengurungkan niatnya itu. Kemudian ia berdoa kapada Tuhan agar airnya tidak dingin. Dan ternyata dikabulkan.
Pagi datang. Pengemis itu langsung beranjak menghampiri saudagar dan meminta hadiahnya.
Namun saudagar itu menolak dan berkata, “Aku tidak mau membayar. Aku lihat anakmu membuat api di tepi kolam sehingga kamu tidak kedinginan.”
“ Tapi tuan panas api itu tidak sampai ke badan saya. Bagaimana api bisa masuk di air lagi pula jaraknya jauh,” jawab pengemis itu.
“ Pokoknya saya tidak mau membayar. Titik!” ujar saudagar dengan nada ngegas.
Jawaban tersebut membuat pengemis dongkol dan tidak bisa menuntut apa-apa. Dirinya tidak tahu akan mengadu kemana. Namun di tengah jalan bertemulah dengan Abu Nawas. Wajah yang murung membuat Abu Nawas bertanya, “Mengapa anda kelihatan sedih sekali.” Lalu pengemis itu menceritakan kejadian yang dialaminya.
“Jangan sedih saya akan membantu menyelesaikan masalahmu,” ucap Abu Nawas.
Keduanyapun kemudian berpisah. Abu Nawas langsung ke istana. Kedatangannya disambut oleh Khalifah dengan gembira.
”Alhamdulillah baik. Begini baginda, kedatangan saya bermaksud mengundang Baginda ke rumah pada hari Senin pagi,” kata Abu Nawas.
“Baiklah kalau begitu permintaanmu,” jawab Khalifah.
Setelah bercengkrama sejenak Abu Nawas pamit. Ia tidak langsung menuju rumah melainkan ke suadagar yang menipu pengemis tadi dan mengundangnya ke rumah hari Senin juga. Kemudian ia pergi ke rumah tuan hakim dan pembesar-pembesar istana lainnya. Kepada mereka Abu Nawas menyampaikan undangan untuk datang kerumahnya pada hari Senin .
Tibalah hari Senin yang ditunggu-tunggu. Khalifah dan para petinggi kesultanan datang dan juga si saudagar yang telah menipu si miskin. Setelah semuanya terkumpul di ruang tamu, Abu Nawas kemudian mohon izin untuk pergi kebelakang rumah guna memasak nasi. Di tempat itu Abu Nawas telah menggantungkan sebuah periuk besar pada sebuah pohon. Dibawahnya ada bara api yang letaknya agak jauh dari periuk besar. Abu Nawas menunggunya di situ
Setelah menanti beberapa lama, para tamu yang duduk di dalam rumah mulai gelisah. Pasalnya Abu Nawas tidak nongol-nongol. Sultan kemudian memanggil Abu Nawas dari dalam rumah, “ Wahai Abu Nawas kemana kau, apakah nasinya sudah masak?” kata Khalifah.
“Tunggulah sebentar baginda,” jawab Abu Nawas.
Mendengar jawaban itu Khalifah terdiam.
Wakrtu terus bergulir. Matahari mulai terik tanda siang telah datang. Namun Abu Nawas juga tak kunjung nongol menemui para tamunya. Rasa lapar sudah menggerogoti perut Khalifah dan para tamu.
“Hai Abu Nawas, bagaimana dengan masakanmu itu? Aku sudah lapar, “kata Baginda.
Pertanyaan itu dijawab dengan suara yang sama. Hingga akhirnya Khalifah hilang kesabaran dan tak sabar menemui Abu Nawas di belakang rumah. Setelah sampai, Khalifah bengong melihat apa yang terjadi.
“Hai Abu Nawas, mengapa kamu membuat api di bawah pohon seperti itu?,” kata Khalifah
“Saya lagi menanak nasi, Tuankui?” jawab Abu Nawas.
“ Lho mana periuknya?,” tanya Khalifah.
“Ada, tuanku. Itu menggantung di atas pohon,” jawab Abu Nawas
“Sudah gilakah kamu. Memasak nasi bukan begitu caranya. Periuk di atas pohon, apinya di bawah, kamu tunggu berhari-hari juga tidak akan kelar,” ucap Khalifah dengan nada sedikit marah.
Abu Nawas kemudian menghampiri Khalifah. Ia memberikan alasan mengapa dirinya berbuat seperti itu dan bercerita perihal pengemis yang ditipu suadagar kaya. Khalifah manggut-manggut mendengar penjelasan Abu Nawas. Sesaat kemudian ia memanggil saudagar kaya itu dan menyuruhnya memberi hadiah kepada pengemis itu seperti yang dijanjikannya.