Abdurrahman bin Auf, Konglomerat yang Banyak Berinfaq di Masa Rasulullah

Abdurrahman bin Auf, Konglomerat yang Banyak Berinfaq di Masa Rasulullah

Dalam dakwahnya, Rasulullah SAW disokong oleh beberapa konglomerat yang tak main-main dalam berinfaq, salah satunya Abdurrahman bin Auf.

Abdurrahman bin Auf, Konglomerat yang Banyak Berinfaq di Masa Rasulullah

Sudah maklum kiranya bahwa sahabat-sahabat Nabi Muhammad SAW menginfakkan hartanya untuk berjuang di jalan Allah untuk menegakkan panji-panji Islam. Di antara mereka terdapat beberapa nama yang masyhur di telinga kita berkat totalitasnya dalam berinfak. Sebut saja sahabat Abu Bakar RA yang menginfakkan seluruh apa yang dimilikinya untuk agama. Ada pula sahabat ‘Umar bin Khaththab RA yang menyedekahkan setengah hartanya. Ada juga nama sekaliber ‘Utsman bin ‘Affan RA yang termasuk dari salah seorang yang banyak berinfak. Selain nama ketiga sahabat tersebut –yang notabene Khulafaur Rasyidin, ada seorang sahabat yang tak kalah banyak berinfak di jalan Allah. Namanya adalah ‘Abdurrahman bin ‘Auf RA. Siapakah dia?

Sosok Kepribadiannya

Nama lengkapnya adalah ‘Abdurrahman bin ‘Auf bin ‘Abd ‘Auf bin ‘Abd al-Haarits bin Zuhrah bin Kilaab al-Qurasyi az-Zuhri. Nama kunyah-nya adalah Abu Muhammad. Dulu pada masa jahiliyah, nama aslinya adalah ‘Abdul Ka’bah. Ada pula yang mengatakan ‘Abd ‘Amr. Kemudian setelah masuk Islam, Nabi Muhammad SAW menggantinya dengan nama ‘Abdurrahman.

Ibu sahabat ‘Abdurrahman bin ‘Auf bernama Shofiyyah. Dalam riwayat lain disebutkan bernama Syifaa binti ‘Auf bin ‘Abd bin al-Haarits bin Murrah. Sedangkan ayahnya bernama ‘Auf bin ‘Abd ‘Auf bin ‘Abd al-Haarits bin Zahrah.

Sahabat ‘Abdurrahman bin ‘Auf RA adalah seorang lelaki yang rupawan. Tubuhnya tinggi, kulitnya putih, berwajah tampan, dan lembut kulitnya. Ia lahir sepuluh tahun setelah “tahun gajah” dan masuk Islam sebelum Rasulullah SAW masuk Darul Arqam. Ia merupakan salah seorang dari delapan orang yang terdahulu masuk Islam. Ia salah seorang dari lima orang yang masuk Islam di tangan Abu Bakar RA.

Ia termasuk dari golongan muhajirin terdahulu yang berhijrah sebanyak dua kali; Habysah lalu ke Madinah. Di Madinah, Rasulullah SAW mempersaudarakannya dengan Sa’ad bin ar-Rabii’.

Keikutsertaannya dalam Perang

Sahabat ‘Abdurrahman bin ‘Auf selalu mengikuti peperangan yang diikuti oleh Rasulullah SAW. Ia turut serta dalam perang Badar dan Uhud serta beberapa peperangan yang lain.

Di Perang Uhud, ‘Abdurrahman bin ‘Auf mendapatkan 21 luka. Di antara sekian banyak luka tersebut, ada luka yang mengenai kakinya yang menyebabkan ia menjadi pincang. Dua gigi serinya juga tanggal sehingga ia ompong.

Rasulullah SAW pernah mengutusnya ke Dumatul Jundal untuk bertemu Kalb. Beliau memakaikan surban dan menguraikannya di kedua pundaknya. Rasulullah SAW berpesan padanya, “Pergilah dengan nama Allah!” Lantas kemudian beliau mewasiatkan beberapa perkara pasukannya.

Lalu Nabi SAW berkata, “Jika Allah memenangkanmu, maka kamu akan menikah dengan putri rajanya.” Adapun raja di daerah itu adalah al-Ashbagh bin Tsa’labah al-Kalbiy. ‘Abdurrahman akhirnya mengawini putrinya yang bernama Tamaadhur binti al-Ashbagh yang kelak melahirkan Abu Salamah.

Calon Penghuni Surga

Sahabat ‘Abdurrahman bin ‘Auf merupakan salah satu dari sepuluh orang yang dijanjikan surga. Ia juga termasuk satu di antara enam orang penasihat Umar bin Khaththab RA pada masa kekhalifahannya. Diriwayatkan bahwa pada saat Rasulullah SAW wafat dan beliau ridha pada mereka.

Dalam sebuah riwayat yang disampaikan oleh Imam Abu Dawud dan Imam at-Turmudziy disebutkan bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda, “Sepuluh orang di surga: Abu Bakar di surga, ‘Umar di Surga, ‘Aliy, ‘Utsman, az-Zubair, Thalhah, ‘Abdurrahman bin ‘Auf, Abu ‘Ubaydah bin al-Jaraah, dan Sa’d bin Abi Waqqaash.”

Lalu, para sahabat bertanya, “Demi Allah, siapakah yang kesepuluh?”

Rasulullah SAW menjawab, “…? Abu al-A’war di Surga.”

Menjadi Imam Salat

Pernah di suatu perjalanan, Rasulullah SAW salat di belakangnya.

Rasulullah SAW pernah bersabda, “’Abdurrahman bin ‘Auf adalah pemimpin para pemimpin muslimin.” Dalam sebuah riwayat yang sangat dha’if disebutkan pula bahwa beliau pernah bersabda, “’Abdurrahman bin ‘Auf adalah orang yang dipercaya di langit dan di bumi.”

Pedagang Kaya Raya yang Banyak Berinfak

Abdurrahman bin ‘Auf merupakan seorang pedagang yang tajir. Ia mendapatkan harta yang banyak. Ia mewariskan seribu unta, tiga ribu kambing, seratus kuda yang digembala di Baqi’. Ia juga bercocok tanam.

BIla tawaf di Ka’bah, ‘Abdurrahman berdoa, “Ya Allah, lindungilah aku dari kebakhilan diriku sendiri!”

Ia bersedekah pada masa Nabi SAW setengah hartanya. Ia lalu bersedekah lagi sebanyak empat puluh ribu dinar. Ia menyerahkan lima ratus kuda dan lima ratus unta. Kebanyakan hartanya diperoleh dari hasil perdagangan. Konon, dalam sehari ia memerdekakan tiga puluh budak.

Ada satu kisah menarik tentang dirinya yang menunjukkan betapa kuat jiwa bisnisnya. Dalam sebuah riwayat diceritakan bahwa ketika para sahabat hijrah ke Madinah, atas perintah Rasululllah SAW, kaum Anshar dengan suka rela berbagi harta kekayaan mereka dengan kaum Muhajirin. Hal tersebut ternyata tidak berlaku pada ‘Abdurrahman bin ‘Auf. Ketika ada yang hendak membagikan hartanya, ia mengelak. Ia lantas kemudian berkata, “Tolong tunjukkan padaku di mana arah pasar!”

Kewafatannya

Ketika hendak wafat, ia menangis pilu. Ketika ditanya mengapa ia menangis, ‘Abdurrahman menjawab, “Sesungguhnya Mush’ab bin ‘Umair lebih baik daripadaku. Ia meninggal di masa Rasulullah SAW dan ia tidak memiliki apa pun untuk dikafani. Hamzah bin ‘Abdul Muththallib juga lebih baik dariku. Kami tidak mendapatkan kafan untuknya. Sesungguhnya aku takut bila aku menjadi seorang yang dipercepat kebaikannya di kehidupan dunia. Aku takut ditahan dari sahabat-sahabatku karena banyaknya hartaku.”

Pernah suatu ketika ‘Abdurrahman bin ‘Auf berkumpul dengan para sahabat. Di mata para sahabat tersebut, ialah teman duduk paling baik. Namun suatu saat ia pernah menghilang sehingga para sahabat mendatangi rumahnya. ‘Abdurrahman bin ‘Auf lalu mandi kemudian menyambut para sahabatnya. Ia kemudian menghidangkan roti serta daging pada mereka. Ketika hidangan itu diletakkan, ia menangis. Para sahabat pun menanyakan apa yang membuatnya menangis. ‘Abdurrahman kemudian menjawab, “Rasulullah SAW wafat sedang beliau dan keluarganya tidak dalam keadaan kenyang karena roti gandum.

Ia meninggal di Madinah pada tahun 31 H. Ada pula yang mengatakan 32 H. Pada saat itu, ia berumur 75 tahun. Ada yang mengatakan berumur 72. Ada pula yang meriwayatkan bahwa ia telah berumur 78 tahun. Ia dikuburkan di Baqii’. Ia berwasiat agar Sayyidina ‘Utsman yang menyalatinya.

Sumber:

  • Al-Istii’aab fii Ma’rifati al-AshHaab, Imam al-Qurthubiy
  • Usdu al-Ghaabah fii Ma’rifati ash-Shahaabah, Imam al-Jazariy
  • Al-Ishaabah fii Tamyiizi ash-Shahaabah, Imam Ibnu Hajar al-‘Asqalaaniy