Abdullah Yusuf Ali lahir di Bombay pada tahun 1872. Ia dibesarkan di tengah- tengah keluarga pedagang. Ayahnya seoranag saudagar Bombay yang taat beragama. Perhatiannya mengenai pendidikan anaknya besar sekali. Hal pertama yang diajarajkan sang ayah kepadanya adalah memebaca Al- Qur’an.
Ketika taman membaca Al Qur’an, keluarganya mengadakan perayaan besar-besaran sebagai tanda syukur. Dengan demikian ia hendak menanamkan dalam hati anaknya betapa pentingnya Al- Qur’an bagi kehidupan. Pada waktu itu ia juga diberikan pelajaran tentang bahasa Arab sampai bahasa ini dapat dikuasainya dengan baik.
Baca juga: Sejarah Pembukuan dan Peletakkan Harakat Al Qur’an (Bagian 1)
Setelah itu ia melanjutkan pelajarannya dengan memasuki pendidikan umum. Ternyata di sekolah ia mendapatkan kemajuan hingga melanjutkan ke perguruan tinggi tanpa pernah meninggalkan Al- Qur’an sebagai pegangan yang utama. Di samping pendidikan agama, sejak kecil Abdullah Yusuf Ali juga sudah memiliki kecenderungan mempelajari kebudayaan.
Dalam bidang kebudayaan ia sangat menonjol dan melebihi teman- teman sebayanya. Prestasinya semakin melambung saat ia menjuarai perlombaan penulisan ilmiah yang diadakan dalam rangka pemilihan tenaga untuk ditempatkan dalam dinas pemerintahan di India.
Abdullah muda yang ketika itu sudah mendalami sastra Inggris, dalam bidang tulis-menulis juga ia melampaui teman-teman setanah airnya. Gaya sastranya dalam penulisan yang sangat memikat dan sudah menjadi bakatnya, mendapat perhatian majalah-majalah ilmiah terkenal. Dalam majalah itulah tulisan-tulisannya banyak disiarkan.
Kemudian ia mengembara ke kota-kota besar di Eropa dan menetap di London. Di ibukota Inggris ini ia tinggal cukup lama. Ia mengenal benar kebudayaan Barat dan filsafatnya. Ia bergaul dengan pemuka-pemuka agama lain dan mendapat kesempatan yang lebih baik mempelajari berbagai terjemahan kitab-kitab suci mereka dengan tekun sehingga dapat dikatakan banyak pula yang sudah dihafalnya. Di sisi lain minatnya untuk memperdalam Al- Qur’an juga tak pernah putus, justru malah mendukung karena saling berhubungan.
Baca juga: Ultrakonservatisme di India vs Ultrakonservatisme Indonesia, Bedanya Apa?
Cukup lama ia menekuni pengakajian mengenai Al- Qur’an. Ia mempelajari seluk-beluk dan tafsirnya dari klasik hingga mutakhir, yang ditulis dalam bahasa-bahasa Barat maupun Timur. Semuanya diserap dengan baik sekali. Setelah mendalami Bahasa Arab yang kemudian merupakan persiapannya menerjemahkan Al- Qur’an dan menulis tafsir, Abdullah Yusuf Ali juga dikenal sebagai seorang peminat sastra Persia dan sastra Inggris klasik.
Kemudian ia kembali ke India dan menetap di Lahore. Di kota budaya itulah ia diserahi jabatan sebagai Dekan Islamic College. Sejak saat itu Abdullah memulai pekerjaannya menerjamahkan Qur’an ke dalam Bahasa Inggris berikut tafsirnya, yakni The Holy Qur’an, Text, Translation, and Commentary, yang kemudian menjadi karyanya yang paling fenomenal.
Lebih dari setengah abad sejak pertama kali tafsir ini diterbitkan, sampai sekarang menempati posisi yang tinggi dalam dunia tafsir Al- Qur’an dalam Bahasa Inggris dan tersebar di seluruh dunia. Tafsir yang memiliki gaya bahasa khas ini sudah berulang kali mengalami cetak ulang dan diterbitkan dalam jumlah jutaan eksemplar. Sampai sekarang tafsir dalam bahasa Inggris ini sangat dihormati dan paling banyak dipelajari orang.
Cara penafsirannya dalam bentuk catatan-catatan bawah banyak membuka cakrawala pikiran pembacanya. Penulisnya sendiri tidak menduga kalau kitab tafsirnya bisa menjadi acuan penting dan menduduki tempat dalam dunia tafsir. Wafat di Lahore pada tahun 1948 M/ 1367H, Abdullah akan terus dikenang karena meninggalkan sebuah karya yang monumental. (AN)