Ketika terjadi pertengkaran antara Jahjah bin Mas’ud al-Ghifari dan Sinan bin Mas’ud al-Juhani yang akhirnya menyulut pertengkaran antara kelompok Muhajirin dan Anshar, datanglah seorang Abdullah bin Ubay bin Salul yang memafaatkan situasi tersebut untuk memecah belah muslim Muhajirin dan Anshar.
Ibn Ubay kemudian berpidato di depan kaum Anshar.
“Lihatlah! Orang-orang yang telah kalian tolong dan diberikan tempat tinggal ternyata telah mengkhianati kalian. Wahai kaumku, jika kalian mencintai diri kalian, janganlah kalian menolong kaum Muhajirin lagi.”
Provokasi yang dilakukan oleh Ibn Ubay mulai berefek pada kepercayaan Anshar kepada Muhajirin.
Peristiwa provakasi yang dilakukan oleh Ibn Ubay itu diketahui oleh seorang pemuda hebat yang bernama Zaid bin Arqam.
Seketika Zaid melaporkan ulah Ibn Ubay kepada Rasulullah Saw. Muka Rasulullah memerah tanda kemarahan Rasulullah telah memuncak.
Rasulullah pun langsung mendatangi kaum Muhajirin dan Anshar yang tadi bertikai dan kembali mempersatukannya.
Kedatangan Rasulullah menjernihkan kembali fikiran-fikiran mereka yang telah diracuni oleh kalimat-kalimat Ibn Ubay.
Rasulullah kemudian memanggil Abdullah bin Ubay bin Salul. Ia menanyakan apakah tindakan yang dilaporkan Zaid bin Arqam benar adanya.
Rasulullah pun memastikan kepada Zaid bin Arqam bahwa peristiwa yang ia laporkan kepadanya itu benar adanya.
“Apakah kau memiliki dendam dengan Ibn Ubay wahai Zaid?”
“Tidak punya wahai Rasul.”
“Apakah peristiwa yang engkau laporkan itu benar wahai Zaid?”
“Benar wahai Rasul.”
Mendengar jawaban yang begitu tegas dari Zaid bin Arqam, Rasul kemudian beralih bertanya kepada Ibn Ubay.
“Wahai Ibn Ubay, benarkah yang dikatakan Zaid?”
“Tidak Rasul, demi Allah dan demi Al-Quran yang telah diturunkan kepadamu sesungguhnya Zaid adalah orang yang berbohong. Dia telah melakukan kebohongan.”
Mendengar perkataan Ibn Ubay, masyarakat yang menyaksikan hal itu kemudian meragukan Zaid bin Arqam.
Umar bin Khatab yang ada di sana saat itu ingin membunuh Ibn Ubay. Ia mengetahui bahwa Ibn Ubay sering melakukan kebohongan dan fitnah. Sayangnya, Rasul selalu mencegahnya.
Seketika turunlah ayat al-Munafiqun ayat 1-8. Rasul pun membacanya dihadapan seluruh kaum muslimin dan membisiki telinga Zaid bin Arqam seraya berkata:
“Telingamu benar wahai anak muda, dia lah yang melakukan kebohongan.”