Salah satu kebijakan brilian yang diputuskan oleh Nabi Muhammad SAW dalam konteks dakwah pada masanya adalah hijrah dari Makkah ke Madinah. Langkah bedol desa warga Muslim agar terbebas dari penindasan dan ancaman kaum musyrik Makkah itu menuai banyak hikmah. Dengan hijrah, tidak berarti umat Muslim ketakutan dan lari dari tantangan dakwah. Dari peristiwa hijrah, Islam dan umat Muslim beranjak berkembang menjelma menjadi satu kekuatan berpengaruh di dunia.
Akan tetapi, jangan dikira bahwa perjalanan hijrah Nabi dan umat Islam ke Madinah merupakan sesuatu yang mudah dicapai. Menghindari kejaran para jagoan dan pembunuh bayaran yang disewa pembesar suku Quraisy untuk menghalangi dakwahnya, Rasulullah dan sahabat sempat bersembunyi di dalam gua di tengah gurun pasir di Jazirah Arabia. Didampingi seorang penunjuk jalan, meskipun ia beragama non-Islam, Nabi bergerilya mengambil jalur pesisir pantai Laut Merah, rute yang jauh dari jalur utama Makkah-Madinah dan jaraknya berlipat kali lebih jauh.
Dalam perjalanan yang panjang, Nabi singgah di Quba sebelum memasuki kota Madinah. Di kota kecil dekat Madinah ini, Nabi membangun sebuah masjid untuk pertama kalinya dalam sejarah Islam, Masjid Quba. Setelah empat hari singgah di Quba, Nabi dan sahabatnya melanjutkan perjalanan ke Madinah. Saat tiba di perkampungan Bani Salim bin Auf, waktu Jumat menjelang. Nabi memutuskan membangun sebuah masjid dan mendirikan salat Jumat di sana. Itulah salat Jumat dan khutbah Jumat pertama kalinya diselenggarakan.
Nabi beserta rombongan tiba di Madinah pada 10 Rabi’ul Awal, hari Senin. Para sahabat baik yang hijrah dari Makkah maupun penduduk asli Madinah yang telah lama menantikan kedatangan beliau bahagia bukan kepalang. Dengan serentak dan meriah mereka berdendang syair diiringi rebana:
Tala’ al-Badru ‘alayna/min tsaniyyat al-Wada’//Wajaba al-syukru ‘alayna/ma da’a lillahi da’//dst. [Telah terbit bulan purnama kepada kita dari jalan terjal Al-Wada’. Wajib bersyukur bagi kita atas seruan Sang Dai yang menyeru pada Allah.]
Sukses mencapai Madinah, prioritas Nabi SAW mula-mula adalah mendirikan masjid dan Islamic center sebagai pusat kegiatan masyarakat di Madinah. Warga Madinah saling berebut menawarkan tanah atau rumahnya agar dipilih oleh Nabi menjadi tempat pendirian masjid sekaligus kediaman beliau. Agar tidak terjadi kecemburuan, dengan bijak Nabi membiarkan ontanya untuk memilih tempat peristirahatan, sehingga nantinya di mana onta itu berhenti untuk beristirahat dari perjalanan panjang, di situlah Nabi akan membangung pusat peradaban Madinah. Onta Nabi memilih tempat yang teduh dan nyaman milik dua anak yatim penduduk asli Madinah. Nabi menawar untuk menebus tanah tersebut dengan harga yang layak namun kedua anak yatim itu berujar: “Tidak, wahai Rasulullah. Kami berikan tempat ini untuk Anda.” Nabi Muhammad ialah pribadi yang profesional. Beliau menolak kebaikan hati dua anak yatim itu dengan halus dan tetap membeli tanah mereka seharga 10 dinar.
Pembangunan masjid pun dimulai. Para sahabat sesama Muslim sangat bersemangat untuk berkontribusi dalam kegiatan tersebut. Rasulullah SAW juga turut bekerja bersama mereka. Beliau memanggul batu bata bahan untuk mendirikan dinding-dinding masjid. Meskipun beberapa sahabat menunjukkan sikap yang tidak rela jika Nabi menderita kelelahan akibat turut serta bekerja membangun masjid, beliau menunjukkan teladan kepada seluruh umat kala itu bahwa di dalam Islam, kesetaraan berlaku di segala bidang. Beliau aktif berperan serta memberikan kontribusinya sesuai dengan kemampuan dan kapasitasnya untuk mendirikan masjid dan pusat kegiatan masyarakat Madinah. Tidak ada keistimewaan untuk pemimpin atas rakyat dalam urusan kemaslahatan. Justru sudah semestinya pemimpin menjadi contoh bagi yang dipimpinnya untuk melakukan hal yang bermanfaat bagi masyarakat.
Setelah beberapa waktu masa pembangunan, masjid pun berdiri kokoh di tengah kota Madinah. Oleh sebab inisiator pembangunan masjid itu ialah Nabi SAW, masjid tersebut diberi nama Masjidun Nabiy (masjidnya Nabi) atau Masjid An-Nabawiy. Masjid tersebut tidak terbatas hanya digunakan sebagai tempat berjamaah salat. Strategi pengembangan peradaban kota dan masyarakat Madinah yang dilakukan Nabi Muhammad SAW, selaku pemimpin yang diangkat oleh warga Madinah, beserta sahabatnya juga berlangsung dari masjid di tengah kota Madina.