Dedaunan yang tadinya berwarna oranye dan cokelat mulai berguguran, tak menyisakan apapun di ujung ranting pepohonan. Suhu yang awalnya hangat mulai menurun sedikit demi sedikit. Langit yang semula cerah mulai berubah menjadi berkabut dan berawan. Itulah pertanda musim dingin tiba.
Saat masih tinggal di Indonesia, bayangan akan musim dingin tentu membuat saya penasaran. Sebab, di Indonesia tidak pernah turun hujan salju. Suhu udara pun senantiasa lembab dan panas sehingga saya lebih akrab dengan rasa gerah dan keringat.
Ketika di Turki, saya akhirnya bisa mengalami musim dingin. Saya bisa menyaksikan danau yang membeku hingga salju berguguran semalam sebelum ujian berkat suhu udara yang mencapai minus. Tentu saja saya awalnya senang bisa merasakan semua pengalaman baru yang tak pernah saya temui ketika masih di Indonesia.
Akan tetapi, setelah berhasil bertahan hidup melewati musim dingin yang kering dan menusuk tulang sejak November, saya menyadari bahwasannya ada sebuah ujian yang Allah berikan. Selama musim dingin ini saya harus selalu berupaya agar lulus dari ujian ini.
Musim dingin menguji keistikamahan
Satu tantangan yang paling saya rasakan di musim dingin adalah ketika tiba waktunya untuk salat dan saya harus bersuci dengan mengambil air wudhu. Jika saya tengah berada di asrama, berwudhu bukanlah hal yang sulit. Walaupun memang saya harus berwudhu di wastafel, tapi di asrama selalu tersedia air hangat sehingga saya tidak merasa kedinginan.
Namun lain halnya jika saya sedang berada di luar, entah saat berada di pusat kota, kampus, maupun restoran. Sejauh ini belum pernah saya temukan toilet atau tempat wudhu umum yang keran air hangatnya bekerja. Kalau tidak rusak, ya tidak tersedia kerannya.
Saat wudhu tanpa air hangat dan kondisi suhu ruangan cukup rendah, saya jadi ingin cepat-cepat menyelesaikan wudhu. Begitu ujung jari saya merasakan air yang sangat dingin, sekujur tubuh saya ikut menggigil. Gara-gara hal ini, saya jadi terburu-buru saat wudhu. Belum lagi terkadang saya jadi malas untuk salat karena ingin menghindari rasa kedinginan saat wudhu.
Membiasakan diri menjaga wudhu
Mengingat saya cukup kesulitan beradaptasi dengan air yang terlampau dingin, saya berupaya mencari jalan keluarnya. Saat ini saya sedang membiasakan diri untuk menjaga wudhu. Sebelum berangkat ke kampus, saya biasanya wudhu terlebih dahulu di asrama. Dengan menghindari hal-hal yang dapat membatalkan wudhu, saya berusaha untuk menjaga wudhu.
Tapi usaha menjaga wudhu tidak mudah untuk dilakukan di sini. Selama di Turki, saya selalu menggunakan kendaraan umum untuk bermobilisasi. Selain bus asrama saya yang khusus untuk perempuan, bus lainnya diperuntukkan untuk segala kalangan.
Ketika menaiki bus-bus tersebut, saya harus selalu berhati-hati, terutama jika bus dalam keadaan penuh. Wudhu saya rawan batal karena ada juga penumpang laki-laki di dalamnya. Jika bersentuhan dengan mereka, maka akan sia-sia usaha saya menjaga wudhu. Oleh karena itu, biasanya saya mengunakan sarung tangan dan menutupi wajah dengan syal.
Masalah dengan bus masih bisa diakali. Akan tetapi, muncul tantangan baru di kampus.
Saat ini saya sedang belajar bahasa Turki di sejenis lembaga kursus milik kampus. Di sini, seluruh mahasiswa internasional yang akan memulai perkuliahan di Turki bersama-sama belajar bahasa Turki.
Di kelas saya, dari total 18 siswa, hanya ada dua orang siswa perempuan. Dikelilingi oleh teman-teman laki-laki sering kali membuat tantangan menjaga wudhu jadi semakin sulit. Sebab, di kelas saya banyak sekali teman-teman dari negara lain yang tidak tahu untuk menjaga jarak dengan lawan jenis.
Saya pernah merasa sedih dan kesal karena wudhu saya batal setelah teman sekelas saya yang laki-laki menyentuh tangan saya. Mau tak mau saya harus berwudhu kembali sebelum salat.
Menjelaskan hal ini kepada teman-teman dari negara lain yang mayoritas penduduknya bukan beragama Islam juga menjadi kesulitan tersendiri. Saya harus bisa menyederhanakan konsep mengenai hal tersebut kepada mereka. Belum lagi saya perlu menggunakan bahasa Inggris yang jujur saja bisa membuat saya kebingungan dalam mencari kosakata yang tepat.
Beruntunglah setelah menjelaskan hal tersebut selama hampir tiga kali, mereka tak lagi mengajak saya tos, menarik tangan saya ketika menunjukkan jalan, maupun hal-hal lain yang melibatkan kontak fisik. Kini saya bisa menjaga wudhu dengan lebih mudah.
(AN)