Kesan Pertama Habib Husein Ja’far Al-Hadar Ikut Haul Abah Guru Sekumpul

Kesan Pertama Habib Husein Ja’far Al-Hadar Ikut Haul Abah Guru Sekumpul

Kesan Pertama Habib Husein Ja’far Al-Hadar Ikut Haul Abah Guru Sekumpul

Habib Husein Ja’far al-Hadar membagikan pengalamannya pada saat mengikuti haul Guru Sekumpul, ulama karismatik asal Banjar. Ia mengakui, Guru Sekumpul adalah salah satu ulama yang dikaguminya. Sebagai bentuk ekspresi kekaguman, dia memajang poto Guru Sekumpul di kantornya bersama poto ulama besar yang lain.

Habib Husein menjelaskan alasannya kenapa memajang poto ulama di kantornya. Baginya itu cerminan dari Ihsan. Sebagimana diriwayatkan dalam hadis yang sangat populer, ketika Nabi Muhammad ditemui Malaikat Jibril, dijelaskan bahwa Ihsan adalah merasakan kehadiran Tuhan dalam setiap ibadah yang kita lakukan, seakan-akan kita berhadapan langsung dengan Tuhan, tetapi kalau tidak bisa sampai pada tahap itu, kita sadari bahwa Tuhan melihat apa saja yang kita lakukan.

“Ini sebetulnya kunci mendapatkan nilai yang lebih tinggi, seolah-olah kita melihat Tuhan atau Tuhan melihat kita, sehingga timbul keikhlasan dan ketulusan dalam setiap ibadah yang kita lakukan,” Tutur Habib Husein Ja’far al-Hadar.

Sekalipun kita tidak bisa melihat Tuhan secara langsung, tetapi kita harus mengusahakan supaya dalam setiap ibadah yang kita lakukan seakan-akan kita berhadapan langsung dengannya atau paling tidak kita melatih diri seolah-olah Tuhan mengawasi sekecil apapun perbuatan yang kita lakukan.

Demikian pula dengan ulama, mereka memang sudah meninggal, dengan cara memajang potonya itu, bagi Habib Husein, seakan-akan ulama yang dipajang potonya itu melihat apa yang dilakukannya di rumah atau kantor, sehingga timbul rasa malu. Apalagi, dalam banyak riwayat dinyatakan bahwa para ulama itu adalah pewaris Nabi, sehingga mencintai mereka itu sama saja dengan mencintai atau mengikuti ajaran Nabi Muhammad SAW.

“Orang beriman pasti memiliki rasa malu, walaupun hanya sekedar poto. Itu terbukti ketika ada teman kantor yang biasa tidur pakai celana pendek, tapi karena melihat ada poto ulama yang terpajang di situ, dia akhirnya memakai sarung, karena malu dengan ulama yang ada di poto. Walaupun sekedar poto, tapi tetap saja malu,” Ungkap Habib Husein.

Pelajaran dari Haul Guru Sekumpul

Habib Husein sudah lama ingin menghadiri Haul Guru Sekumpul, tetapi baru bisa terwujud tahun ini. Haul yang diikutinya itu dihadiri oleh jutaan manusia dari penjuru wilayah Indonesia. Bukan hanya orang Banjar, tetapi juga ada orang Madura, Jawa, dan seterusnya. Bahkan tidak hanya muslim yang hadir, namun juga non-muslim.

“Gereja yang ada di situ membuka gerejanya untuk parkir orang yang menghadiri haul Abah Sekumpul,”Tutur Habib Husein Ja’far.

Menariknya, orang yang hadir di situ tidak fokus pada seremoni semata, mereka ingin mendapatkan pelajaran, fokus pada mendekatkan hati dan pikiran mereka pada Guru Sekumpul. Mereka juga tidak berdesak-desakan untuk mendekati makam Guru Sekumpul, jamaah duduk tertib dengan mengerjakan berbagai macam amal ibadah: shalat, tahlil, dan shalawat.

Selain itu, warga lokal sangat antusias dalam menyambut tamu. Mereka memuliakan tamu yang menghadiri haul guru sekumpul. Mereka mempersilahkan tamu yang berasal dari luar untuk duduk dekat dari makam. Mereka juga menyediakan berbagai macam fasilitas untuk siapa saja yang datang menghadiri haul secara gratis.

“Bagi mereka, salah satu peribadatan teragung di haul guru sekumpul, bukan sebagai hadirin, tetapi tuan rumah yang melayani tamu guru sekumpul,” Ungkap Habib Husein.

Acara haul Guru Sekumpul sangat sederhana. Acara berlangsung kurang lebih dua jam, dimulai dengan shalat Maghrib dan diakhiri shalat Isya berjamaah. Isi kegiatannya membaca maulid Nabi Muhammad, tahlil, dan membaca manaqib Guru Sekumpul. Habib Husein sangat terkesan dengan manaqib ini, sebab syairnya sederhana, tapi isinya sangat dalam, dan dibawakan dengan nada yang sangat indah.

“Segalanya dibuat sederhana. Guru Sekumpul mengajarkan Islam itu sangat sederhana, sehingga dikenal luas jutaan orang. Di antaranya, beliau katakan, Martapura, singkatan, marilah takwa para umat rasulullah. Di kalsel, kalian selamat. Itu sederhana, terkesan cocoklogi, tapi bukan. Itu metode mengajarkan Islam yang begitu luas dengan cara yang simpel. Matang pemahamannya, sederhana ajarannya, luas orang yang mengikutinya,” Tegas Habib Husein Ja’far.

Kemudian, acara haul ini juga mengajarkan pentingnya konsisten dan istiqamah. Sejak Guru Sekumpul wafat sampai sekarang, majelisnya setiap malam Senin masih terus dilanjutkan. Kegiatannya juga sama seperti ketika beliau masih hidup. Selain itu, yang paling penting dicatat juga, Guru Sekumpul mengajarkan bagaimana jemaahnya tidak hanya rajin melakukan ibadah ritual atau individual, tetapi juga ibadah sosial. Ini sangat terlihat pada saat kegiatan haul di mana orang berlomba-lomba untuk memberi pelayanan gratis kepada para tamu haul Guru Sekumpul.

“Orang-orang berbondong untuk melakukan kesalehan sosial, mempersilahkan orang memakai rumah, menyediakan makanan gratis, dan jasa gratis. Semua orang memberi manfaat. Saleh secara personal dan sosial. Tidak hanya ritualnya yang bagus, tapi juga akhlaknya. Seolah-olah Sekumpul atau Martapura menjadi pesantren milik Guru Sekumpul,” Kesan Habib Husein Ja’far al-Hadar.