Sejumlah Alasan Pendidikan Agama bagi Disabilitas Minim

Sejumlah Alasan Pendidikan Agama bagi Disabilitas Minim

Sejumlah Alasan Pendidikan Agama bagi Disabilitas Minim

JAKARTA, ISLAMI.CO – Indonesia sebagai negara mayoritas muslim dirasa sangat kurang dalam akses pendidikan agama Islam bagi disabilitas muslim, terutama disabilitas tuli, seperti belajar al-Quran, al-Hadits dan lainnya.

Untuk itu diperlukan kerjasama dari semua pihak untuk menumbuhkan akses pendidikan agama Islam bagi disabilitas, salah satunya dengan bahasa isyarat hijaiyyah.

“Lebih spesifik lagi adalah teman-teman disabilitas tuli. Menurut data yang ada, penyandang disabilitas tuli jumlahnya 2,5 juta orang. Negara kita khan mayoritas muslim, jika jumlah disabilitas tuli itu 2,5 juta orang, maka lebih dari 2 juta orang disabilitas tuli adalah muslim. Tentu mereka perlu belajar agama, seperti belajar Al Quran, al-Hadis dan lain-lain. Akan tetapi akses mereka belajar agama memerlukan juru bahasa isyarat. Namun juru bahasa isyarat kita masih minim, dan lebih minim lagi adalah juru bahasa isyarat hijaiiyah. Karena itu, masalah ini perlu dapat perhatian khusus.” ungkap KH Sarmidi Husna dalam Halaqah Nasional dan Peringatan Hari Disabilitas Internasional di Universitas Negeri Jakarta, (2/12)

Menurut Direktur Perhimpunan Pengembangan Masyarakat (P3M) ini ada tiga hal yang harus dilakukan dalam rangka membangun masyarakat yang ramah disabilitas.

“Pertama adalah masalah mindset. Biasanya orang tua yang mempunyai anak disabilitas dianggap sebagai aib, mereka malu.” tambahnya.

Kedua adalah terkait dengan peran negara. Setelah ada UU No. 8 tahun 2016, negara belum optimal melakukan pelayanan atau memberikan fasilitasi kepada penyandang disabilitas.

“Misalnya soal kantor atau gedung yang ramah disabilitas masih minim. Fasilitas publik juga fasilitas keagamaan juga tidak ramah,” tambahnya.

“Yang ketiga adalah terkait dengan pelayanan. Baik itu masalah kesehatan, pelayanan ekonomi dan lain lain. Namun yang lebih perlu perhatian adalah masalah pelayanan pendidikan. Dalam data, kita itu masih defisit guru pendamping khusus. Guru pendamping khusus kalau diprosentasikan hanya 15 persen dari anak siswa penyandang disabilitas,” ujarnya.

Dalam sambutannya Kyai Sarmidi juga menukil kisah Rasullullah Saw. yang ditegur oleh Allah SWT.

“ Rasulullah Saw. pernah ditegur oleh Allah karena mengabaikan sahabat tuna netra yang bernama Abdullah bin Umi Maktum. Hal tersebut tergambar dalam al-Quran Surat Abasa,” pungkasnya.

Menurut Kiai Sarmidi, Islam sangat mengecam sikap dan tindakan diskriminatif terhadap penyandang disabilitas.

Dalam al Quran dikisahkan perihal interaksi Nabi Muhammad Saw. yang dianggap kurang ideal seorang sahabat penyandang disabilitas netra, sehingga Allah kemudian menegurnya. Hal tersabut tercantum dalam Surat Abasa ayat 1-11.

Kia Sarmidi menambahkan para mufasir meriwayatkan dengan salah seorang penyandang disabilitas yaitu Abdullah bin Ummi Mahtum.

“Beliau mendatangi Nabi Saw. untuk memohon bimbingan Islam. Namun diabaikan sebab Rasulullah Saw. sibuk mengadakan rapat dengan petinggi Quraisy tentang hal yang sebenarnya memang prioritas sebab menyangkut nasib kaum muslimin. Kemudian turunlah Surat Abasa itu sebagai peringatan memperhatikannya daripada para pemukai Quraisy itu,” jelasnya.

Sejak saat itu Nabi Saw sangat memuliakan sahabatnya yang tuna netra itu.

Sementara itu dalam sambutannya, Wakil Rektor Bidang Kerjasama dan Bisnis Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Dr. Andi Hidayanto, M.A, menyebut harus ada perubahan paradigma tentang istilah disabilitas.

“Saya menyitir Habib Ali al Jufri yang mengubah pengertian tentang disabilitas. Bukan orang yang membutuhkan perlakuan khusus, akan tetapi disabilitas diartikan orang yang mempunyai karunia khusus.” ujarnya.

Adanya cara pandang ini akan mampu untuk memberikan penghargaan yang lebih bagi disabilitas.

“Dengan pemaknaan itu kita bisa memberikan kesempatan sama, berkarir dan berkembang dengan para disabilitas,” tambahnya. Dirinya berharap melalui halaqah ini, UNJ mampu menjadi pelopor pelatihan bahasa isyarat hijaiyyah di tanah air.

Dalam acara ini beberapa narasumber yaitu Prof. Dr. Totok Bintoro, M. Pd yang juga Guru Besar UNJ. Kemudian ada Hj. Ida Zulfiya, S.Th.I., M.Ag dari Lembaga Pentashih Al Qur’an. Kemudian ada Anggota DPR RI Hj Hindun Anisah sekaligus kepala sekolah inklusi. Selain itu ada Kikin P Tarigan S. dari Komisi Nasional Disabilitas (KND). Selain itu dihadiri oleh civitas akademika Univeritas Negeri Jakarta dan undangan dari berbagai pesantren dan pegiat disabilitas.