Ijazah dari Gus Baha Bagi Kamu yang Tengah Kecewa

Ijazah dari Gus Baha Bagi Kamu yang Tengah Kecewa

Inilah ijazah dari Gus Baha bagi yang tengah dilanda kekecewaan.

Ijazah dari Gus Baha Bagi Kamu yang Tengah Kecewa

K.H Bahaudin Nursalim, yang terkenal dengan Gus Baha memberika ijazah kepada segenap jemaah yang hadir dalam acara Maulid Nabi Muhammad SAW sekaligus memperingati ulang tahun ke-20 Pusat Studi Al-Qur’an (PSQ), 28 September 2024.

Gus Baha menyampaikan sebuah pesan penting bagi mereka yang merasa kecewa. Kiai asal Rembang ini mengambil hikmah dari ayat “Washbir lihukmi rabbik”. Menurut Fakhruddin al-Razi, sebagaimana dikutipnya, tafsir dari ayat tersebut adalah “wa baddil laknah bit tasbih” (mengganti laknat dengan tasbih).

Menurutnya, zaman dahulu ketika seorang nabi kecewa dengan kaumnya yang tidak mau beriman, mereka melaknat kaumnya seperti Nabi Nuh atau lari dari kaumnya seperti Nabi Yunus. Permintaan Nabi Nuh agar kaumnya yang kafir ini dihancurkan termaktub dalam surat Nuh ayat 26:

وَقَالَ نُوْحٌ رَّبِّ لَا تَذَرْ عَلَى الْاَرْضِ مِنَ الْكٰفِرِيْنَ دَيَّارًا

Nuh berkata, “Ya Tuhanku, janganlah Engkau biarkan seorang pun di antara orang-orang kafir itu tinggal di atas bumi.

Pengasuh Pesantren Narukan Kragan, Rembang ini mengajarkan bahwa di era Nabi Muhammad, solusi bagi kekecewaan bukanlah meminta kaumnya dihancurkan, tetapi menggantinya dengan tasbih.

Menurut Gus Baha, manusia sering kali mengalami kekecewaan yang membuat hidup terasa berat. Namun, dengan mengganti perasaan kecewa dengan tasbih, kita diajarkan untuk lebih rileks dalam menghadapi masalah kehidupan. Tasbih menjadi jalan keluar agar jiwa tetap tenang, karena dengan mengingat Allah, hati menjadi tenteram.

“Ini penting supaya kehidupan kita itu rileks,” tuturnya.

Gus Baha kemudian memberikan contoh nyata dalam kehidupan sehari-hari, di mana konflik bisa terjadi bahkan di antara keturunan para kiai. Masing-masing pihak mungkin saling kecewa, dan setan mungkin merasa di atas angin karena berhasil memecah belah. Namun, Gus Baha menunjukkan hikmahnya. Dari konflik tersebut, anak-anak kiai mendirikan pesantren di berbagai tempat. Alih-alih menjadi kehancuran, konflik justru memperluas penyebaran Islam dan memperkuat dakwah di berbagai wilayah.

Dengan cara pandang yang demikian, Gus Baha menekankan bahwa konflik atau kekecewaan bukanlah akhir dari segalanya. Sebaliknya, dengan dzikir dan tasbih, kita bisa mengubah sesuatu yang terlihat negatif menjadi ladang kebaikan yang jauh lebih luas.

Salah satu poin penting yang bisa kita ambil dari kajian Gus Baha adalah sebuah ijazah bagi siapa saja, khususnya yang tengah merasa kecewa, yaitu ubahlah perasaan itu dengan tasbih, dan serahkan segalanya kepada Allah. Kekecewaan yang kita alami bisa saja menjadi pintu pembuka untuk hal-hal yang lebih baik di masa depan.

(AN)