Akhir-akhir ini banyak orang memperbincangkan sosok Yudian Wahyudi, bukan karena prestasinya melainkan kontroversinya yang sering membuat publik geleng-geleng kepala. Publik banyak yang heran dengan statement-statement Yudian yang dianggap kontroversial. Keheranan publik wajar adanya mengingat mereka belum mengenal sosok Yudian sebenarnya, mulai latar belakang keilmuan, sosial, ekonomi, politik maupun keagamannya. Publik sering salah paham mengenai sosok Kepala BPIP RI ini sehingga banyak yang menuduh sebagai tokoh anti agama, sekuler dan islamophobia.
Di balik berbagai kontroversinya, Yudian adalah seorang santri, Kyai, akademisi, organisatoris bahkan mursyid sebuah tarekat. Ia adalah sosok pembaru idealis yang mempunyai gairah untuk memperbaiki situasi, kondisi masyarakat, bangsa dan negaranya. Ia selalu mempunyai ide-ide cemerlang untuk membangun kesadaran beragama yang lebih subtantif, toleran dan moderat. Dengan berbekal keilmuan filsafat hukum Islam yang mumpuni, dibarengi dengan penguasaan teori-teori Barat kontemporer yang memadai, Yudian sering melontarkan ide-ide segar yang menurut sebagian kalangan “nyleneh” dan bertentangan dengan ajaran agama. Publik perlu mengetahui siapa Yudian sebenarnya agar mereka lebih bijak dalam menyikapi pemikiran dan kebijakan-kebijakannya.
Prof. K.H. Yudian Wahyudi, Ph.D. atau lebih familiar dipanggil Yudian adalah sosok santri, akademisi, dan Kyai yang tergolong sangat agamis dan mempunyai standar etika dan integritas yang tinggi. Yudian adalah sosok intelektual paripurna yang mampu memadukan antara konsep dengan realitas di lapangan. Yudian mampu mempraksiskan teori-teori yang ia lahirkan ke dalam tindakan-tindakan konkret. Yudian oleh banyak orang disebut dengan ilmuan plus, yaitu membangun dan mengembangkan teori mengaplikasikannya dalam konteks kehidupan riil. Hasilnya bisa langsung dinikmati oleh masyarakat luas.
Pemikiran dan teori-teorinya tidak hanya di bidang hukum Islam, tetapi juga tafsir, pendidikan, filsafat, pesantren maupun politik. Di bidang Pendidikan, Yudian mempunyai pandangan bahwa kemunduran peradaban Islam disebabkan karena umat Islam menghilangkan salah satu cabang keilmuan terpenting, yaitu experimental and technological sciences (IPTEK). Padahal, bidang keilmuan ini sangat menentukan maju atau mundurnya suatu peradaban. Umat Islam sudah agak lama hanya fokus pada ilmu-ilmu agama, seperti fikih, tafsir, hadits, ushul fikih dan teologi sehingga peradabannya mundur. Yudian sering mengkritisi kurikulum Pendidikan pesantren karena dianggap terlalu mengutamakan ilmu-ilmu keagamaan dibanding sains dan teknologi (IPTEK).
Tidak hanya berfikir kritis, Yudian kemudian mengaplikasikan pemikirannya dengan mendirikan Pondok Pesantren Nawesea, Sekolah Sunan Averroes dan SMA Santri Pancasila yang memadukan antara Al-Qur’an, Pancasila dan IPTEK demi kebangkitan umat Islam. Fokus kajian dari Lembaga-lembaga tersebut adalah bahasa asing, experimental and technological sciences, karakter Pancasila tanpa melupakan Pendidikan agama. Yudian ingin mengembalikan Pendidikan Islam secara proporsional agar peradaban Islam maju kembali. Experimental and technological sciences, seperti matematika, fisika, biologi, kimia, astronomi dan kedokteran haruslah diintegrasikan dengan agama karena Al-Qur’an bersifat holistik dan integratif.
Di bidang tasawuf, Yudian ingin memperbarui pola keberagamaan sufi yang terlalu akhirat oriented. Yudian mendirikan tarekat Sunan Anbia yang beraliran Eksistensialis Positivis, kontemporer. Tarekat yang ingin menghadirkan “surga di dunia, sebelum surga di akherat”. Tarekat ini mempunyai pemahaman yang berbeda dengan aliran-aliran tasawuf pada umumnya.
Pemikiran-pemikiran Yudian tersebut ditopang oleh konsep tauhid integrative. Tauhid, menurut Yudian adalah proses mengintegrasikan ayat-ayat Allah yang berada di tiga ranah, yaitu teologis (Al-Qur’an dan Sunnah) the textual sign of Allah, kosmos (hukum alam) the natural sign of Allah dan kosmis (hukum kemanusiaan) the socio-historical sign of Allah. Inti hukum Tuhan di dalam tiga ranah itu ialah keseimbangan (keadilan) yang ada di segala sesuatu; positif-negatif, baik-buruk, maslahah-mafsadah. Setiap Muslim wajib mengintegrasikan kehendak Tuhan di ketiga ranah tersebut agar selamat di dunia dan akhirat. Jika manusia hanya iman kepada Allah (quraniah), namun tidak beriman dalam ranah kosmos dan kosmis, maka belum bisa dikatakan sebagai muslim sempurna (kaffah).
Buah dari teori tauhid integrative ini kemudian melahirkan Pondok Pesantren Mahasiswa Nawesea (fokus Arab dan Inggris), TK, SD dan SMP Sunan Averroes (Fokus ke Bahasa Arab, Inggris dan IPTEK), Tarekat Sunan Anbia (eksistensialis positivistic kontemporer) serta SMA Santri Pancasila (memadukan Al-Qur’an, Pancasila dan IPTEK). Sudah banyak santri alumni Nawesea yang bisa merasakan kuliah di Barat dan sekarang menjadi akademisi-akademisi hebat yang tersebar di berbagai Perguruan Tinggi ternama di Indonesia, seperti UNDIP, UGM, UNSRI, UIN, menjadi Rektor dan di Staf Ahli di berbagai Kementrian. Santri-santri muda Nawesea lulusan SMP IT Sunan Averroes juga bisa masuk ke berbagai Sekolah Menengah Atas Unggulan, seperti SMAN 8 Yogyakarta, SMAN 3 Yogyakarta, MAN Insan Cendikia Serpong dan lain sebagainya.
Melihat pemikiran-pemikiran dan tindakan-tindakan yang telah dilakukan, maka tidak berlebihan jika Yudian dijuluki oleh banyak orang sebagai santri dan Kyai yang berintegritas dan Pancasilais. Yudian sangat memegangi nilai-nilai Islam, rajin menjalankan ibadah, mengamalkan shalat hajat (sejak 1982) serta mendermakan hartanya untuk kemanusiaan. Sikap dan Perilaku Yudian juga mencerminkan perilaku santri, seperti hidup sederhana, konsisten, jujur, amanah dan cerdas.
Seorang santri Nawesea Anfasul Marom memiliki kesaksian, begini:
“Sejauh yang saya tahu, Pak Yudian ini sosok yang sangat lugas, sederhana, keras tapi sangat lembut hatinya. Ia selalu peduli nasib susah orang lain apalagi santri atau koleganya. Pada tahun 2006 saya pernah menemaninya membelah pegunungan Gunung Kidul, Wonogiri menuju Pesantren Tremas Pacitan dengan mengendarai Motor GL Max untuk mengisi acara di sana. Panitia kaget, pembicara intinya datang dengan motor saja. Kurang bersahaja gimana, tokoh intelektual yang baru pulang dari Amerika itu datang ke acara dengan naik motor dari Yogyakarta ke Pacitan kurang lebih 107 Km. Kalau mau tahu kenapa, tanya sendiri sama orangnya ya. Kalau anda berkunjung ke rumahnya, tampak rumahnya juga sangat sederhana berbeda dengan rumah Rektor/Guru Besar pada umumnya sekarang ini. Saya kira kesederhanaan, kedermawanan dan konsistensinyalah yang kemudian mengantarkannya ke Istana Merdeka.”
Tidak hanya sederhana, agamis, ‘alim, jujur dan bersahaja, Yudian juga sangat amanah dan fathanah. Prof. Siswanto Masruri (Ketua Senat UIN Sunan Kalijaga) pernah mengatakan bahwa Yudian ini adalah tokoh pembaru plus. Ia tidak hanya memberikan pemikiran segar, tetapi juga melaksanakannya dalam bentuk tindakan-tindakan riil. Siswanto menambahkan bahwa sifat, karakter dan perilaku Yudian sudah mewarisi sifat, karakter dan perilaku Rasulullah, yaitu siddiq, amanah, tabligh dan fathanah.
Siswanto mencontohkan ketika Yudian memimpin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta (2016-2020). dia tidak pernah mau mengambil uang sepeserpun untuk kepentingan diri sendiri. Ia sering membantu para pegawai dari kantongnya sendiri. Yudian bahkan pernah menghajikan karyawan dengan uangnya sendiri. Ia juga sangat keras memegangi prinsip-prinsip kehidupan yang telah dicontohkan oleh Rasulullah.
Dari penjelasan di atas terlihat jelas bagaimana sosok Yudian, mulai dari keilmuan, sikap dan perilakunya. Yudian adalah sosok yang taat dan mengamalkan ajaran agamanya. Ia memang sosok yang tidak terlalu mementingkan simbol-simbol agama, namun ia adalah orang yang konsisten mengamalkan nilai-nilai universal agama dengan sikap, perilaku dan tindakan konkret. Bahkan sampai saat ini, sebagian besar penghasilannya diperuntukkan bagi urusan-urusan kemanusiaan, seperti mendirikan Lembaga Pendidikan, memberikan bea siswa bagi para santri dan dosen, menolong fakir miskin serta menghidupi para guru dan pengurus Yayasan. Itulah sosok Yudian yang agamis, humanis, nasionalis dan Pancasialis. Begitulah kira-kira arti pentijg penegasan Yudian: “Aku beribadah, oleh karena itu aku membangun peradaban.” WaAllahu a’lam.