Sejarah Moesjawarah Oelama Sjafi’iah (MOESJ) di Makasar Tahun 1938

Sejarah Moesjawarah Oelama Sjafi’iah (MOESJ) di Makasar Tahun 1938

Mosjawarah Oelama Sjafi’iah, disingkat MOESJ, didirikan pada tahun 1938, tepatnya hari Rabu tanggal 21 September, atau 26 Rajab 1357 H, di Makasar.

Sejarah Moesjawarah Oelama Sjafi’iah (MOESJ) di Makasar Tahun 1938
Statuten pendirian MOESJ di Makasar tahun 1938 [Koleksi Perpustakaan Universitas Leiden]

Mosjawarah Oelama Sjafi’iah, disingkat MOESJ, didirikan pada tahun 1938, tepatnya hari Rabu tanggal 21 September, atau 26 Rajab 1357 H, di Makasar. Organisasi ini dibentuk dengan tujuan untuk menyebarluaskan madzhab Syafi’i, menjaga masyarakat supaya tidak keluar dari ajaran madzhab Syafi’i. Hal ini sebagaimana tertulis dalam Ranjangan Anggaran Dasar (statuten) pendirian organisasi. Tujuan pendirian organisasi disebutkan dalam pasal II bahwa “Maksudnya berdaya-upaya untuk kepentingan dan kebaikan agama Islam dan pemeluknya, dengan tidak menyimpang dair madzhab Syafi’i.

Rapat pembentukan MOESJ pertama kali diadakan di Madrasah Tahziboel Islam di Malimonganweg Makasar. Pada saat itu, Haji Ahmad Bone Ditunjuk sebagai ketua Rais, dan rincian pengurusnya sebagai berikut:

Haji Ahmad Bone [Ketua/Rais]

Noeroeddin Dg. Paliwang [Pembantu Ketua/Naib Rais]

Haji Muhammad Ramli [Juru Surat/katib]

Haji Abdoellah Lamoeroe [Juru Uang/Amius Sunnduk]

Haji Abdul Karim [Penolong/Mu’awanah]

Abdurrasjid [Penolong/Mu’awanah]

Arsip Rancangan Anggaran Dasar MOESJ [Koleksi Perpustakaan Universitas Leiden]
Arsip Rancangan Anggaran Dasar MOESJ [Koleksi Perpustakaan Universitas Leiden]
Sekalipun diresmikan pada masa kolonial, MOESJ dalam statutennya menyatakan bukanlah gerakan politik. Organisasi ini murni gerakan dakwah dan keilmuan. Dalam pasal III dinyatakan, “Usaha akan menyampaikan maksudnya, dengan tidak bertentangan aturan pemerintahan negeri dan tidak berpolitik.”

Kegiatan utama MOESJ ada tiga: pertama, mengadakan musyawarah anggota, sekurang-kurang sekali setahun. Lokasi musyawarahnya di Makasar, kecuali kalau ada hal lain yang dianggap penting, boleh diadakan di luar kota Makasar; kedua, menerbitkan buku, kitab, atau makalah yang sudah didiskusikan dan disepakati dalam musyawarah; ketiga, kegiatan lain yang dianggap baik dan benar, serta tidak bertentangan dengan madzhab Syafi’i.

MOESJ sangat selektif dalam menerima anggota. Tidak sembarangan orang bisa bergabung dalam organisasi ini. Tampaknya, anggota organisasi hanya diperuntukkan untuk orang yang sudah dianggap alim dan diakui keulamaannya. Disebutkan dalam Pasal IV, “Yang diterima menjadi anggota Moesj, yaitu laki-laki, beragama Islam, bermadzhab syafi’i, sudah dianggap ulama, berumur lebih dari 16 tahun, dan berdiam di Indonesia. Tetapi buat sementara ini, karena melihat keadaan ulama sekarang, hanya diterima ulama Bugis-Makasar, atau ulama Arab yang sudah mengerti betul bahasa Bugis dan keadaannya sudah seperti Bumiputera.”

Pendapatan organisasi diperoleh dari hasil iuaran anggota, atau sumbangan dari siapa saja yang mememiliki perhatian pada gerakan MOESJ. Selain iuran, juga didapat dari keuntungan penjualan kitab, majalah, dan usaha-usaha lainnya. Organisasi ini akan tetap bertahap selama anggotanya masih lebih dari 12 orang. Kalau sudah kurang dari 12, organisasi ini akan dibubarkan. Seperti ditulis dalam pasal IX, “Bubarnya MOESJ kalau jumlah pengurus dan anggotanya sudah kurang dari 12 orang.”