Islami.co – Tindakan kejam Israel kepada rakyat Palestina sudah banyak dikritik oleh berbagai pihak sejak lama. Untuk membungkam para pengkritik, Israel berupaya membangun narasi-narasi menyesatkan tentang Palestina.
Ketua PBNU, Ulil Abshar Abdalla atau Gus Ulil, membeberkan sejumlah narasi yang dibangun oleh Israel untuk membungkam para pengkritiknya, khususnya pengkritik yang ada di Barat.
Pertama, narasi terkait berdirinya negara Israel. Gus Ulil menjelaskan, politisi Israel berupaya membangun narasi untuk menutupi kekejaman mereka terhadap rakyat Palestina.
“Beberapa politisi penting dan founding fathers negara Israel menggambarkan Palestina sebelum berdirinya negara Israel itu sebagai tanah kosong, yang di sana tidak ada orang,” ungkap Gus Ulil dalam diskusi bertajuk ‘Peran Kita dalam Mendukung Palestina’ di Masjid Istiqlal, Sabtu (1/6/2024).
Dengan narasi tersebut, Israel ingin mengatakan bahwa mereka tidak pernah menjajah Palestina dan hanya mendiami wilayah kosong yang tak berpenghuni.
“Ini mitos (narasi) yang dibangun oleh negara Israel selama bertahun-tahun dan kemudian dijadikam sebagai narasi resmi negara Israel untuk mengatakan bahwa negara mereka berdiri tanpa mengorbankan orang-orang lain,” beber Gus Ulil.
Pendiri Ghazalian College ini menerangkan, kepalsuan narasi ini terbongkar pada akhir tahun 80-an. Saat itu, dokumen-dokumen resmi negara mulai dikaji oleh para sejarawan. Melalui studi arsip sejarah, dapat diungkap bahwa pendirian negara Israel merupakan pendirian yang ‘berdarah-darah’.
“Melalui studi arsip sejarah, sebetulnya arsip ini telah banyak diketahui oleh orang Arab. Akan tetapi, di Barat belum pernah ada orang tahu, bahwa pendirian negara Israel ini pendirian yang berdarah-darah. Dengan berdirinya negara Israel itu, ada sekitar 800 ribu orang Arab yang terusir dari tempat tinggalnya,” jelasnya.
Kedua, narasi terkait orang Palestina lebih memilih berkonflik daripada berdamai. Gus Ulil menjelaskan, Israel membangun narasi bahwa mereka telah menawarkan perdamaian kepada orang-orang Arab (Palestina). Namun, tawaran itu ditolak, dan orang-orang Arab lebih memilih berperang.
“Mitos (narasi) berikutnya yang ingin dibangun oleh Israel adalah bahwa orang-orang Arab itu sejak awal tidak mau berdamai,” paparnya.
Melalui narasi ini, Israel ingin mengatakan bahwa orang-orang Palestina sendiri yang menginginkan konflik. Sebaliknya, Israel menginginkan perdamaian. Narasi ini banyak ditelan mentah-mentah oleh simpatisan Israel di Indonesia.
“Ini narasi yang dibangun, dan ini dimakan oleh banyak simpatisan Israel di Indonesia,” tutur Gus Ulil.
Untuk menguatkan narasi tersebut, Israel menyodorkan bukti ketika Palestina menolak Resolusi 181 Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang diterbitkan tahun 1947.
Melalui Resolusi 181, PBB menawarkan solusi konflik Israel-Palestina dengan membagi wilayah Palestina menjadi dua bagian. Namun, orang-orang Arab tidak menerima dan memilih tetap melawan. Narasi seperti ini, menurut Gus Ulil, adalah misleading (menyesatkan).
“Narasi bahwa bangsa Arab itu lebih memilih perang daripada damai ini menurut saya misleading,” tegasnya.
Narasi ini menyesatkan karena mengaburkan fakta bahwa tanah tersebut mulanya milik Palestina, dan Israel datang menjajah. Namun, justru Palestina yang dipaksa untuk menyerahkan tanahnya kepada si penjajah.
“Ada orang, punya tanah dan sudah tinggal di tanah itu berabad-abad. Kemudian, datang orang baru menyerobot tanah itu. Kemudian, setelah diserobot dan timbul pertengkaran lama, ada pihak di luar yang ingin mendamaikan antara dua pihak yang berseteru. Lalu, keputusan si pendamai ini adalah membagi dua tanah ini,” ulas Gus Ulil.
Keputusan membagi wilayah Palestina menjadi dua bagian itu dinilai Gus Ulil tidak fair. Karena tanah itu dimiliki secara resmi oleh rakyat Palestina. Sehingga, wajar ketika orang-orang Arab menolak tawaran damai yang semacam itu. Mereka hanya ingin mengambil kembali tanah mereka.
“Bayangkan, anda punya tanah, ada orang lain datang menyerobot. Lalu, orang lain ini meminta bagian tanah itu. Kemudian, anda yang punya tanah tidak terima dan memilih jalan konflik. Lalu, anda dikatakan ‘salah sendiri anda tidak mau menerima perjanjian, kamu lebih memilih konflik’,” bebernya.
Israel sendiri kerap menjadikan Deklarasi Balfour yang diterbitkan oleh Inggris pada 1917 sebagai dasar legalitas mereka untuk mendirikan pemukiman Yahudi di tanah Palestina.
Diskusi bertajuk ‘Peran Kita dalam Mendukung Palestina’ diselenggarakan oleh Pusat Studi Al-Qur’an. Sejumlah pakar hadir dalam diskusi ini, di antaranya adalah Prof. KH. Nasarudin Umar, Prof. M. Quraish Shihab, Prof. Etin Anwar, Savic Ali, Habib Husein Ja’far Al Hadar, Kalis Mardiasih, Adrian Perkasa, dan Abdul Qadir Jailani (Kementerian Luar Negeri).