Perundungan atau bully masih terus terjadi di negeri ini. Mirisnya, hal ini terjadi di lembaga pendidikan, tempat yang seharusnya bersih dari segala bentuk perbuatan yang tidak bermoral. Dilihat dari kaca mata apa pun, perundungan, menghina, atau mengolok-olok orang lain tidak dapat dibenarkan. Apalagi kalau kita gunakan perspektif agama.
Dalam Islam, perundungan termasuk perbuatan zalim. Orang yang pernah melakukan itu diminta untuk bertaubat dengan cara menyadari kesalahan yang dilakukannya, berhenti melakukannya, dan berjanji untuk tidak mengulanginya. Allah SWT dalam surat al-Hujurat ayat 11 berfirman:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِّنْ قَوْمٍ عَسٰٓى اَنْ يَّكُوْنُوْا خَيْرًا مِّنْهُمْ وَلَا نِسَاۤءٌ مِّنْ نِّسَاۤءٍ عَسٰٓى اَنْ يَّكُنَّ خَيْرًا مِّنْهُنَّۚ وَلَا تَلْمِزُوْٓا اَنْفُسَكُمْ وَلَا تَنَابَزُوْا بِالْاَلْقَابِۗ بِئْسَ الِاسْمُ الْفُسُوْقُ بَعْدَ الْاِيْمَانِۚ وَمَنْ لَّمْ يَتُبْ فَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الظّٰلِمُوْنَ
Artinya:
“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain. Boleh jadi mereka (yang diledek itu) lebih baik daripada mereka (yang meledek). Jangan pula perempuan (meledek) perempuan lain, sebab bisa jadi perempuan (yang diledek) lebih baik daripada perempuan (yang meledek). Janganlah kamu saling mencela dan saling memanggil dengan julukan yang buruk. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) fasik setelah beriman. Siapa yang tidak bertaubat, mereka itulah orang-orang zalim.” (QS: Al-Hujurat ayat 11)
Ayat ini, seperti yang dikatakan Ibnu Asyur dalam Tahrir wa al-Tanwir, sebagai peringatan bagi setiap muslim untuk senantiasa menjaga hubungan baik dan berinteraksi dengan cara-cara yang baik dengan seluruh manusia. Kadang cara baik itu lupa digunakan dalam pergaulan sehari-hari.
Mengapa Allah menegaskan larangan merundung, menghina, dan meledek di dalam al-Qur’an? Perbuatan ini merupakan tradisi masyarakat jahiliyyah, mereka kerapkali melakukan hal ini dalam pergaulan sehari-hari. Satu suku meledek suku lain, perempuan menghina perempuan yang lain, dan seterusnya. Kebiasaan ini kadang masih terbawa pada sebagian sahabat Nabi. Di antara mereka masih ada saja, dalam beberapa kasus, meledek atau menghina orang lain, baik disengaja ataupun tidak.
Terdapat varian riwayat yang menceritakan asbabun nuzul atau sebab turun ayat ini. Riwayat al-Dhahak menyebut ayat ini turun pada saat Bani Tamim meledek Bilal, Ammar dan Suhaib.
Riwayat Ibnu Abbas menyatakan ayat ini turun untuk merespons Tsabit bin Qays bin Syammas. Ia punya masalah dengan pendengarannya. Karenanya, setiap mengikuti pengajian Rasulullah, dia selalu duduk di depan supaya dekat dengan Rasulullah dan bisa mendengar suara beliau dengan jelas. Suatu ketika, Tsabit datang ke pengajian, dan berusaha untuk duduk di depan, tapi ditegur oleh seorang laki-laki, dan ia tidak memberikan jalan kepada Tsabit supaya bisa duduk di depan.
Tsabit akhirnya duduk di belakang laki-laki. Ia kesal dan jengkel.
“Kamu ini Siapa?” Kata Tsabit.
“Saya Fulan,” Jawab laki-laki itu.
“Oh kamu anaknya si fulanah kan!”
Tsabit menceritakan keburukan ibunya pada masa jahiliyyah, sehingga membuat laki-laki itu malu.
Ada juga yang mengatakan riwayat ini turun ketika sebagian istri Rasulullah meledek Salamah karena pendek. Riwayat lain menjelaskan, ayat ini turun berkaitan dengan Shafiyyah, salah satu istri Rasulullah, karena diledek sebagai perempuan Yahudi. Pendapat lain menyebut ayat ini turun merespons Ikrimah bin Abi Jahal, dia diledek sebagai anak fir’aun masa sekarang oleh sebagian orang pada saat berjalan di Madinah.
Meskipun riwayat asbabun nuzul ayat ini beragam, semuanya pada akhirnya, kalau diperhatikan, bermuara pada satu substansi, yaitu ayat ini turun untuk merespons kasus perundungan, atau perbuatan lainnya yang dapat menyakiti hati dan perasaan orang lain, termasuk dalam hal ini, merendahkan orang lain, membuka aib orang di depan orang lain, memanggil dengan panggilan buruk yang tidak disukai. Imam al-Nawawi mengatakan, seluruh ulama sepakat bahwa memanggil orang lain dengan nama yang tidak disukainya ialah haram.