Alkisah, pada suatu hari ada seorang Badui yang pergi meninggalkan kampung halamannya untuk menggembala mencari seseorang yang paling durhaka dan seseorang yang paling berbakti kepada orang tuanya. Orang Badui tersebut kemudian berkeliling dari satu kampung ke kampung lain. Di tengah perjalanan, dia bertemu dengan orang yang sangat tua sedang berada di tengah padang pasir dengan cuaca yang sangat panas.
Si Badui itu pun kemudian mendekat ke arah orang tua tersebut. Ternyata di lehernya terlilit seutas tali, dan ia terlihat sangat kehausan. Sebagaimana dijelaskan Ibrahim bin Muhammad al-Baihaqi dalam kitabnya al-Mahasin wa al-Masawi, di belakang lelaki tua tersebut ada seorang pemuda yang sedang memegang cemeti. Pemuda itu pun berkali-kali memukulkan cemetinya ke tubuh lelaki tua tersebut hingga nampak luka-luka pada punggungnya.
Melihat kejadian tersebut, orang Badui itu pun bertanya, “Nak,,,, tidak takutkah engkau kepada Allah? menyiksa bapak yang tua renta ini? Apakah seutas tali yang mengikat lehernya belum cukup menjadi hukuman baginya, sehingga kamu harus memukulnya?”
Pemuda itu lalu menjawab, “Ayahku memang harus disiksa seperti ini!”
Orang Badui lalu menimpali perkataan pemuda tersebut, “Semoga Allah tidak membalasmu dengan kebaikan.”
Mendengar ucapan orang Badui, si pemuda itu pun menjawab, “Diam! Tidak usah ikut campur Begitulah ayahku memperlakukan kakekku. Begitu juga kakekku memperlakukan buyutku.”
Si Badui lalu bergumam, “lnilah manusia yang paling durhaka.”
Setelah itu, si Badui kembali berkeliling kampung, dan dia pun bertemu dengan seorang pemuda yang di lehernya ada sebuah tali keranjang beserta keranjang yang digendongnya. Ternyata, di dalamnya ada orang tua bagaikan anak burung dalam sangkarnya.
Si pemuda itu ternyata sengaja membawa ayahnya yang sudah tua dengan cara menggendong seperti itu. Sehingga setiap saat sang ayah ingin buang hajat, di situlah ditunaikan hajatnya bagaikan anak burung yang berak di tempatnya.
Karena kagum, si Badui lalu bertanya,”Apa yang kau gendong dengan keranjang itu?”
“lni ayahku, dia sudah tua, maka akulah yang harus merawat dan menanggungnya.” Jawab si pemuda.
Si Badui lalu bergumam, “lnilah orang Arab yang paling berbakti kepada orang tuanya.”
Setelah itu, si Badui kemudian pulang. Dia pun telah bertemu dengan orang yang paling durhaka, dan orang yang paling berbakti kepada orang tuanya.
Saat bertemu dengan pemuda yang durhaka kepada orang tuanya, si Badui melihat betapa buruknya kedurhakaan yang diperbuat oleh si pemuda. Dia tega mengikat leher ayahnya dengan seutas tali dan memukuli punggungnya dengan cemeti. Dan orang yang durhaka kepada orang tua, jelas merugi dunia dan akhirat.
Pertemuan si Badui dengan pemuda durhaka tersebut juga memberikan sebuah pelajaran penting, bahwa hal tersebut adalah balasan yang dipetik seorang ayah yang durhaka kepada orang tuanya. Sehingga dia pun memetik hasil yang sama melalui anaknya. Oleh sebab itulah, berbuat baiklah kepada orang tua kita supaya anak cucu kita nanti mewarisi perbuatan baik yang kita lakukan kepada orang tua kita.
Adapun dari kisah Badui yang bertemu dengan pemuda yang berbakti kepada orang tuanya. Kita bisa mengambil pelajaran bahwa, sudah seharusnya seorang anak berbakti kepada orang tuanya yang telah berkorban sangat besar.
Dari pemuda yang berbakti kepada orang tuanya tersebut, kita bisa mengambil hikmah bahwa, orang tua adalah prioritas paling utama. Apalagi jika usianya semakin menua. Maka dari itu, yang muda seharusnya yang merawat, memenuhi kebutuhannya, dan berbakti kepadanya. Dan Allah lah yang akan membalas itu semua.
Sekarang, bagaimana dengan kita? sudahkah kita berbakti kepada kedua orang tua kita? Atau justru kita lebih suka membentak-bentak mereka saat mereka membutuhkan bantuan kita? atau kita lebih mementingkan kebahagiaan kita dengan teman-teman sebaya kita, daripada berbakti kepada kedua orang tua kita yang semakin hari semakin menua?