Allah Swt. mengaruniakan kepada manusia rezeki yang berupa ilmu, harta, keturunan, hingga jabatan. Hanya saja, antara manusia satu dengan lainnya dikaruniai bermacam rezeki tersebut dengan kadar yang berbeda-beda. Di sinilah manusia akan diuji, sejauh mana mampu bersyukur atas nikmat yang sedikit maupun menghindari sikap sombong akibat perasaan memiliki kenikmatan lebih banyak dibanding lainnya.
Sombong adalah satu dari sekian banyak macam penyakit hati, seperti riya’, ‘ujub, dengki, dan lainnya. Menurut al-Harits ibn Asad al-Muhasibi dalam al-Ri’ayat li Huquq Allah, sikap sombong adalah dosa besar di sisi Allah. Hal itu lantaran tidak ada yang berhak menyombongkan diri kecuali Allah Swt. Dalam sebuah Hadis Qudsi di kitab Sunan Abu Daud, Allah berfirman:
الكِبْرِيَاءُ رِدَائِي وَالعَظَمَةُ إِزَارِيْ. فَمَنْ نَازَعَنِيْ فِيْهِمَا أَدْخَلْتُهُ نَارِيْ
Kesombongan adalah selendang-Ku dan Keagungan adalah busana-Ku. Maka, barangsiapa yang ‘mencabut’ salah satunya dari-Ku, akan Ku masukkan dirinya ke dalam neraka-Ku
Maka tak heran dalam banyak hadis, Rasulullah Saw. sering menjelaskan betapa beratnya konsekuensi yang akan dihadapi di akhirat bagi mereka yang bersikap sombong. Misalnya, sebuah hadis riwayat Abdullah bin Mas’ud yang dikutip oleh Al-Muhasibi, Rasulullah bersabda:
لاَ يَدْخُلُ الجَنَّةَ مَنْ فِيْ قَلْبِهِ مِثْقَالَ حَبَّةٍ مِنْ خَرْدَلَةٍ مِنَ الكِبَرِ
Tidak (akan) masuk surga seseorang yang di dalam hatinya terdapat sifat sombong seberat biji sawi.
Selanjutnya, menurut Al-Muhasibi, jika Allah mengaruniakan rezeki dan kenikmatan dunia kepada seseorang, lalu orang tersebut menyombongkannya, maka kenikmatan tersebut layak untuk dicabut kembali. Karena, bagaimana mungkin seseorang bisa bersikap sombong atas kenikmatan yang dimiliki, padahal sejatinya semua itu milik Allah yang dititipkan kepadanya?
Masih menurut Al-Muhasibi, Allah Swt. berhak untuk tidak memberikan kemampuan memahami ilmu dan mendalami agama kepada mereka yang bersikap sombong. Sebagaimana Firman Allah dalam QS. Al-A’raf [7] ayat 146 berikut.
سَاَصْرِفُ عَنْ اٰيٰتِيَ الَّذِيْنَ يَتَكَبَّرُوْنَ فِى الْاَرْضِ بِغَيْرِ الْحَقِّۗ
Aku akan memalingkan orang-orang yang menyombongkan diri di bumi tanpa alasan yang benar dari tanda-tanda (kekuasaan-Ku). (Terjemah Kemenag)
Ini merupakan peringatan yang sangat jelas, khususnya bagi para penuntut ilmu. Karena, faktanya tidak sedikit orang yang merasa telah belajar banyak, lalu menyombongkan diri dan merasa paling pintar atau paling benar. Seorang ahli ilmu tentu harus menjauhi sikap buruk semacam itu. Demikian pula dalam hal kekayaan, Allah sangat berhak untuk mencabut kekayaan yang Dia berikan kepada seseorang ketika orang itu menyombongkannya. Al-Qur`an telah memberi contoh nyata akibat dari perbuatan sombong dalam kisah Qarun.
Termasuk dalam sikap sombong adalah manusia yang ketika ditunjukkan suatu kebenaran ia menolak, padahal dirinya mengetahui bahwa yang disampaikan kepadanya adalah kebenaran. Dalam sebuah hadis, Rasulullah pernah menasehati seseorang agar makan dengan tangan kanan. Orang tersebut tidak mengindahkan dengan dalih ia tidak bisa makan sesuai anjuran Rasul. Lalu Rasulullah menjawab: “Tidak, kamu (sebenarnya) bisa, tidak ada yang menghalangimu (untuk makan sesuai anjuran Rasul) kecuali sikap sombong.”
Belakangan ini, kerap dijumpai seseorang yang memiliki sikap seperti itu. Misalnya, ketika ada yang menegur karena dirinya berbuat keburukan, dengan sombong mereka mengatakan, “nggak usah ngurusin hidup orang lain, urus saja dirimu sendiri!” Sikap seperti ini berbahaya. Karena, menurut Al-Muhasibi, orang yang bersikap demikian sebenarnya tidak hanya sombong kepada sesama makhluk, melainkan juga sedang menyombongkan diri kepada Sang Khalik. Sebagaimana sikap iblis ketika menyombongkan diri dan merasa lebih baik dari Adam, di saat bersamaan iblis sedang menyombongkan diri kepada Allah Swt. Hingga akhirnya iblis dihukum.
Jangan sampai segala kenikmatan yang kita miliki, baik berupa harta kekayaan, keturunan, maupun jabatan, membuat kita bersikap sombong. Semoga Allah senantiasa melindungi hati kita dari penyakit itu. Wallahu A’lam. [NH]