Konsep zakat itu dibawa oleh Islam sebagai solusi untuk mengentaskan ketimpangan sosial.
Di dunia ini, semua orang memiliki tingkat berbeda dalam memenuhi kebutuhan kesehariannya. Banyak orang dapat dengan mudah memenuhi keinginan mereka. Namun, tidak sedikit juga orang-orang kurang beruntung di lingkaran kita. Bagi mereka, jangankan memenuhi kebutuhan yang diinginkan, untuk sekadar bertahan hidup saja sudah susah.
Islam memiliki visi dan kepekaan sosial yang sangat tinggi. Bentuk ibadah tidak hanya berkaitan dengan spiritualitas pribadi dengan Tuhan, akan tetapi melibatkan interaksi sosial dengan sesama manusia. Tidak heran, salah satu dari lima fondasi Islam adalah zakat, seorang muslim yang berlebih pendapatannya mendermakan sebagian harta bagi saudara seiman yang membutuhkan dengan takaran baku dan sudah ditentukan. Allah SWT berfirman :
وَاللّٰهُ فَضَّلَ بَعْضَكُمْ عَلٰى بَعْضٍ فِى الرِّزْقِ…
“Dan Allah melebihkan sebagian kamu atas sebagian yang lain dalam hal rezeki,…” (an-Nahl [16]: 71)
وَالَّذِيْنَ فِيْٓ اَمْوَالِهِمْ حَقٌّ مَّعْلُوْم، لِّلسَّاۤىِٕلِ وَالْمَحْرُوْمِ
“Dan orang-orang yang dalam hartanya disiapkan bagian tertentu, bagi orang (miskin) yang meminta dan yang tidak meminta,” (al-Ma’arij [70]: 24-25)
Zakat itu Menyucikan Hati bukan Menyucikan Harta
Sebagian muslim percaya bahwa zakat akan menyucikan harta mereka. Banyak juga beredar tagline, slogan, hingga ungkapan masyarakat awam bahwa salah satu “khasiat” zakat adalah menyucikan harta.
Dalam pandangan Kiai Ali Mustafa Yaqub, keyakinan zakat dapat menyucikan harta itu sangat keliru. Menurut mantan Imam Besar Istiqlal itu, tidak pernah ada ceritanya mengeluarkan zakat tujuannya membersihkan harta.
Dalam ilmu ushul fiqh (filsafat hukum Islam) suatu benda sebenarnya tidak memiliki hukum. Maksudnya, hukum halal, haram, dan seterusnya tidak berkaitan dengan benda melainkan berkaitan dengan perilaku seorang mukallaf (orang yang dibebani hukum syariat, alias kita). Maka, harta tidak memiliki hukum halal, haram, suci, dan sebagainya, melainkan seorang muslim lah yang memiliki potensi halal atau haram ketika mempergunakan sesuatu.
Contohnya hukum uang hasil korupsi, benda ini tidak memiliki hukum. Namun apabila ada seorang musllim yang menggunakannya secara sadar dan mengetahui uang tersebut hasil korupsi, jelas hukumnya haram.
Oleh karena itu, jika masyarakat tetap memegang kepercayaan zakat dapat menyucikan harta akan sangat berbahaya. Terutama bagi para pelaku korupsi, mereka akan berbondong menunaikan zakat untuk meyucikan harta mereka. Padahal, harta hasil korupsi tetap haram dipergunakan oleh seorang muslim.
Tujuan zakat sesungguhnya adalah untuk menyucikan hati kita dari perasaan tamak, serakah, eksploitasi berlebihan, dan melatih rasa empati kepada saudara yang membutuhkan. Allah SWT berfirman :
خُذْ مِنْ اَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيْهِمْ بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْۗ اِنَّ صَلٰوتَكَ سَكَنٌ لَّهُمْۗ وَاللّٰهُ سَمِيْعٌ عَلِيْمٌ
“Ambillah zakat dari harta mereka, guna membersihkan dan menyucikan mereka, dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya doamu itu (menumbuhkan) ketenteraman jiwa bagi mereka. Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui.” (at-Taubah [9]: 24-25)
Ayat di atas sangat jelas mengatakan bahwa zakat adalah untuk menyucikan mereka; jiwa manusia. Bukan untuk menyucikan harta. (AN)
Wallahu a’lam.