Kata pacaran diganti dengan istilah taaruf biar terlihat lebih islami dan syar’i. Pacaran identik dengan maksiat dan keharaman, sementara taaruf tidak demikian. Taaruf dipahami sebagian orang lebih sesuai dengan nilai-nilai yang diajarkan dalam Islam. Padahal, di dalam Islam itu, yang terpenting adalah substansinya, bukan penamaannya. Khamar misalnya, walaupun namanya diganti dengan air mineral, hukumnya tetap haram. Sebab penentuan hukum bukan berdasarkan nama atau istilah, tetapi pada aspek kandungan dan substansinya.
Menurut Ustadz Ahong, pacarana itu bahasa Indonesia yang berasal dari kata pacar. Pacar itu berati teman lawan jenis yang belum memiliki ikatan pernikahan dan keduanya saling mengasihi. Pacaran bukan kata baku, yang baku berpacaran, yaitu aktifitas saling mengenal dan mengasihi lawan jenis tanpa ada ikatan pernikahan.
Pacaran itu, kata Ustadz Ahong, berasal dari bahasa sanksakerta. Muara katanya upacara, penghormatan. Makanya, dalam pacaran itu mestinya harus ada nilai penghormatan satu sama lain dan tidak saling menyakiti.
“Makna kata pacaran itu sebenarnya bagus, tapi kadang sebagian orang malah menyelewengkan maksudnya,” Ucap Ustadz Ahong.
Karena makna pacaran makin lama makin negatif maksudnya, sebagian muslim mengenalkan istilah ta’aruf, sebagai istilah yang digunakan untuk mengenal pasangan yang akan dinikahi. Padahal, dalam pandangan Ustadz Ahong, taaruf tidak diidentik dengan mengenal lawan jenis, mengenal sesama jenis pun bisa dikatakan taaruf. Dalam bahasa Arab, taaruf berati mengenal secara umum, tidak dikhususkan untuk menunjukkan pengenalan lawan jenis.
“Kalau yang dimaksud adalah mengenal lawan jenis, maka istilah pacaran sebetulnya lebih pas dibanding istilah taaruf,” Jelas Ustadz Ahong.
Terlepas dari asal kata dan maknanya, hukum pacaran dan taaruf tidak bisa dilihat dari asal katanya saja. Hukum keduanya tergantung pada praktiknya. Kalau pacaran yang dilakukan tidak melanggar nilai-nilai Islam, hukumnya boleh. Sebaliknya, taaruf, meskipun menggunakan bahasa Arab, hukumnya tetap haram dilakukan apabila praktiknya melanggar aturan dan nilai-nilai Islam.
*Jangan lupa follow akun Twitter Ustadz Ahong di sini