Setiap orang pasti akan mencari keadilan manakala hidupnya diperlalukan dengan tidak adil. Siapapun dia entah orang kaya ataupun miskin, rakyat jelata ataupun pemimpin pasti mereka ingin diperlakukan dengan seadil-adilnya tanpa memandang strata sosial. Begitulah yang mungkin pernah terjadi pada Umar bin Khattab selama pernah menjadi khalifah.
Suatu hari, Khalifah Umar membeli seekor kuda. Setelah membeli kuda tersebut, ia membawa dan menungganginya dalam perjalanan pulang. Saat memacu kudanya, dan jaraknya dengan seorang penjual semakin jauh, tiba-tiba kuda itu berjalan lamban. Ternyata setelah diperiksa, Umar menemukan cacat (luka) yang membuat kuda itu tidak bisa berlari kencang.
Umar kembali lagi ke pasar dengan tujuan ingin mengembalikan kuda itu karena merasa ia telah ditipu oleh si penjual. Lalu apa yang terjadi? Apakah si penjual menerima keinginan Umar? Tidak. Si penjual justru bersikukuh pada pendapatnya bahwa kudanya sehat tanpa cacat ketika dijual kepada Umar. Keduanya pun berdebat mempertahankan pendapatnya masing-masing hingga akhirnya masalah itu dibawa ke hakim pengadilan yang bernama Syuraih. Hakim Syuraih adalah seorang hakim yang terkenal dengan keadilan dan kebijaksanaannya. Ia dapat menuntaskan perkara-perkara siapa saja baik orang muslim maupun non muslim tanpa pilih kasih. Tak perduli kaya atau miskin, pejabat atau orang biasa.
Hakim Syuraih bertanya kepada Umar,“Apa permasalahanmu, wahai Khalifah?”
“Aku membeli kuda dari pedagang ini,” kata Khalifah Umar sambil menoleh ke arah pedagang kuda yang berada di sampingnya. “Namun setelah aku menaikinya dan sudah berjalan jauh, aku menemukan luka di badan kuda itu hingga ia tidak dapat berlari dengan kencang. Aku ingin mengembalikan kuda ini pada penjualnya.”
Benarkah apa yang dikatakan oleh Khalifah Umar, wahai penjual kuda?” tanya hakim Syuraih kepada penjual kuda.
“Tidak benar, karena aku tidak pernah menjual kudaku dalam keadaan cacat, tuan Hakim,” jawab penjual kuda.
Sang penjual tetap bersikukuh pada pendapatnya pertama bahwa ia menjual kudanya dalam keadaan sehat. Akhirnya sang hakim mengajukan satu pertanyaan kepada Umar untuk sampai pada sebuah keputusan yang menurutnya adil dalam permasalahan ini.
“Wahai Khalifah, ketika Anda membeli kuda tersebut dari penjualnya, apakah Anda menemukan cacat atau luka pada kuda tersebut?” tanya hakim Syuraih kepada Khalifah Umar.
“Tidak,” jawab Khalifah Umar.
Maka sang hakim pun memutuskan perkara itu dan berkata kepada Umar,“Jika demikian halnya, bawalah apa yang sudah Anda beli atau kembalikanlah kuda itu seperti saat Anda menerimanya dalam keadaan sehat.”
Khalifah Umar sedikit terkejut karena hakim Syuraih memenangkan si penjual kuda itu atas dirinya. Lalu bertanya, “Tidak adakah keputusan lain?” Sang hakim menjawab dengan tegas,“Tidak ada, Tuan!”
Umar pun tersenyum dan wajahnya menyiratkan kebahagiaan. Ia tidak marah dan menuduh sang hakim bersekongkol dengan si penjual kuda. Ia justru mengucapkan terima kasih kepada hakim Syuraih karena telah memutuskan perkara dengan adil. Kemudian Khalifah Umar mengangkat Syuraih secara resmi sebagai hakim di Kufah.