Ada kisah menarik berkaitan dengan surat al-Baqarah 284-286. Surat ini sebenarnya menceritakan tentang kabar gembira untuk umat Nabi Muhammad SAW, salah satunya tentang doa dalam Al-Quran yang hanya diberikan kepada umat Nabi Muhammad. Kisah ini dinukil dari tafsir al-Qurthubi yang ditulis oleh seorang ulama terkenal asal Cordoba, Spanyol.
Suatu hari, ketika potongan ayat pertama di atas diturunkan oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW, diceritakan bahwa ada salah satu sahabat yang melapor kepada beliau.
لِلَّهِ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ وَإِنْ تُبْدُوا مَا فِي أَنْفُسِكُمْ أَوْ تُخْفُوهُ يُحَاسِبْكُمْ بِهِ اللَّهُ فَيَغْفِرُ لِمَنْ يَشَاءُ وَيُعَذِّبُ مَنْ يَشَاءُ وَاللَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
Milik Allah-lah apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. Jika kamu nyatakan apa yang ada di dalam hatimu atau kamu sembunyikan, niscaya Allah memperhitungkannya (tentang perbuatan itu) bagimu. Dia mengampuni siapa yang Dia kehendaki dan mengazab siapa yang Dia kehendaki. Allah Mahakuasa atas segala sesuatu.
“Wahai Rasulullah SAW, kita telah ditaklif oleh Allah SWT untuk mengerjakan sesuatu yang kita mampu, yaitu shalat, puasa, jihad, dan sedekah. Tapi, baru saja Allah SWT menurunkan ayat ini kepada engkau sedangkan kami tidak mampu mengerjakannya.”
Mendengar keluh kesah sahabatnya, Rasul kemudian bersabda, “Apakah kalian hendak berkata seperti para pendahulu kalian, umat nabi terdahulu yang mendengarkan perintah Allah namun mereka menyalahinya? Maka, katakanlah sami’na wa atha’na, kami mendengarkan dan kami mematuhi.”
Setelah sabda Nabi SAW tersebut, turunlah potongan ayat setelahnya,
اٰمَنَ الرَّسُوْلُ بِمَآ اُنْزِلَ اِلَيْهِ مِنْ رَّبِّهٖ وَالْمُؤْمِنُوْنَۗ كُلٌّ اٰمَنَ بِاللّٰهِ وَمَلٰۤىِٕكَتِهٖ وَكُتُبِهٖ وَرُسُلِهٖۗ لَا نُفَرِّقُ بَيْنَ اَحَدٍ مِّنْ رُّسُلِهٖ ۗ وَقَالُوْا سَمِعْنَا وَاَطَعْنَا غُفْرَانَكَ رَبَّنَا وَاِلَيْكَ الْمَصِيْرُ – ٢٨٥
“Rasul (Muhammad) beriman kepada apa yang diturunkan kepadanya (Al-Qur’an) dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman. Semua beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya dan rasul-rasul-Nya. (Mereka berkata), “Kami tidak membeda-bedakan seorang pun dari rasul-rasul-Nya.” Dan mereka berkata, “Kami dengar dan kami taat. Ampunilah kami Ya Tuhan kami, dan kepada-Mu tempat (kami) kembali.”
Dengan ketaatan dan kemantapan para sahabat tersebut, Allah SWT kemudian menggantikan ayat pertama tadi dengan ayat yang sungguh hebat,
لَا يُكَلِّفُ اللّٰهُ نَفْسًا اِلَّا وُسْعَهَا ۗ لَهَا مَا كَسَبَتْ وَعَلَيْهَا مَا اكْتَسَبَتْ ۗ رَبَّنَا لَا تُؤَاخِذْنَآ اِنْ نَّسِيْنَآ اَوْ اَخْطَأْنَا ۚ رَبَّنَا وَلَا تَحْمِلْ عَلَيْنَآ اِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهٗ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِنَا ۚ رَبَّنَا وَلَا تُحَمِّلْنَا مَا لَا طَاقَةَ لَنَا بِهٖۚ وَاعْفُ عَنَّاۗ وَاغْفِرْ لَنَاۗ وَارْحَمْنَا ۗ اَنْتَ مَوْلٰىنَا فَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكٰفِرِيْنَ ࣖ – ٢٨٦
Setelah para sahabat mengadu kepada Rasul tentang ketidakmampuan mereka dalam melaksanakan potongan ayat pertama tadi, Allah lalu menurunkan ayat yang menenangkan kaum muslimin. Ayat tersebut menunjukkan bahwa Allah SWT tidak akan memaksa suatu hamba atas sesuatu yang tidak bisa ia lakukan.
Dalam potongan ayat terakhir juga disebutkan sebuah doa dalam Al-Quran untuk mohon ampunan yang sungguh sangat keren, yaitu:
رَبَّنَا لَا تُؤَاخِذْنَآ اِنْ نَّسِيْنَآ اَوْ اَخْطَأْنَا ۚ رَبَّنَا وَلَا تَحْمِلْ عَلَيْنَآ اِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهٗ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِنَا ۚ رَبَّنَا وَلَا تُحَمِّلْنَا مَا لَا طَاقَةَ لَنَا بِهٖۚ وَاعْفُ عَنَّاۗ وَاغْفِرْ لَنَاۗ وَارْحَمْنَا ۗ اَنْتَ مَوْلٰىنَا فَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكٰفِرِيْنَ
Oleh para ulama, doa dalam Al-Quran ini, bahkan juga seluruh akhir ayat surat al-Baqarah, hanya diberikan untuk umat Nabi Muhammad. Hal ini ditegaskan dalam sebuah hadis Rasulullah SAW:
فُضِّلْنا علَى الناسِ بثلاثٍ : جُعِلَتْ صفوفُنا كصفوفِ الملائِكَةِ ، وجُعِلَتْ لنا الأرْضُ كُلُّها مسجِدًا ، و جُعِلَتْ تربَتُها لنا طَهورًا إذا لَمْ نَجِدِ الماءَ ، وأُعْطيتُ هذِهِ الآياتِ مِنْ آخرِ سُورَةِ البقرَةِ مِنْ كَنْزٍ تَحْتَ العرشِ لَمْ يُعْطَها نَبِيٌّ قَبْلِي
Kita (umat Nabi Muhammad SAW) diistimewakan dengan tiga hal: “Barisan kita dijadikan barisan yang kuat sebagaimana barisan para malaikat. Kedua, semua bumi dijadikan masjid dan semua tanahnya suci jika kita tidak menemukan air. Ketiga, kita diberikan beberapa ayat terakhir surat al-Baqarah yang diturunkan dari sebuah tempat setelah Arsy. Ayat-ayat tersebut tidak diberikan kepada para nabi (dan umatnya) sebelum aku.” (Jami’ as-Saghir, sahih)
Sebagai umat Nabi Muhammad SAW kita perlu bersyukur dengan karunia Allah SWT yang begitu berharga ini. Tentunya dengan terus mengamalkan doa penghujung surat al-Baqarah ini setiap malam.
Dalam sebuah hadis riwayat Imam at-Tirmidzi disebutkan:
عَنْ أَبِي مَسْعُودٍ الْأَنْصَارِيِّ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ قَرَأَ الْآيَتَيْنِ مِنْ آخِرِ سُورَةِ الْبَقَرَةِ فِي لَيْلَةٍ كَفَتَاهُ
“Dari Ibnu Mas’ud al-Anshari berkata, Rasulullah SAW bersabda: Setiap orang yang membaca dua ayat terakhir dari surat al-Baqarah dalam suatu malam, maka ia seperti beribadah penuh dalam semalam.”
Begitulah keistimewaan yang dijanjikan untuk akhir surat Al-Baqarah ini. Maka beruntunglah kita yang setiap malam istiqamah membacanya.
Selain keistimewaan di atas, ada beberapa hal penting dan menarik dari doa yang terdapat dalam akhir surat al-Baqarah ini. Mari kita bahas bagian perbagian.
Pertama, Rabbana la tuahidzna in nasina au akhtha’na. Dalam potongan awal ini, kita seolah diberikan jaminan bahwa kita tidak akan dihukum oleh Allah SWT karena salah dan lupa. Maksud salah dalam hal ini bukan sengaja melakukan kesalahan, melainkan salah karena tidak disengaja.
Bagian pertama ini juga menunjukkan kepada kita agar kita selalu ingat segala kesalahan kita, karena lupa atau tidak disengaja. Walaupun Allah SWT telah menjamin ampunannya, kita tetap harus introspeksi diri dan memperbaikinya. Selain itu, kita juga diingatkan bahwa kita adalah makhluk yang lemah. Setiap hari kita masih memiliki kesalahan kepada Allah, dari mulai bangun tidur hingga tidur Kembali. Tidak hanya manusia biasa yang memiliki kelemahan ini, para nabi juga demikian.
Dalam surat al-Kahf ayat 73 disebutkan bahwa Nabi Musa juga pernah meminta kepada Allah SWT agar diampuni kesalahan-kesalahan yang telah ia perbuat karena lupa.
Kedua, Rabbana la tahmil Alaina isran kama hamaltahu alal ladzina min qablina. Pada bagian ini, kita meminta kepada Allah SWT untuk tidak memberikan beban yang sangat berat sebagaimana diberikan kepada pada para pendahulu kita, umat nabi-nabi sebelum Nabi Muhammad SAW. Salah satunya adalah Bani Israil.
Dalam Tafsir al-Mannar disebutkan bahwa Bani Israil dibebankan hal-hal yang sangat memberatkan. Oleh karena itu, doa yang diajarkan dalam Al-Quran ini juga menjadi sebuah kabar gembira untuk umat nabi seperti kita bahwa kita tidak akan mendapatkan beban-beban berat sebagaimana beban umat Bani Israil. Betapa beruntungnya kita menjadi umat Nabi Muhammad SAW.
Baca juga: Khutbah Jumat; Islam tidak Menentang Kebudayaan
Oleh karena itu dalam tradisi fikih kita mengenal dengan masyaqqah. Jika dalam keadaan masyaqqah, kita diberikan keringanan dalam mengerjakan kewajiban-kewajiban tertentu. Misalnya saat musafir, kita dibolehkan untuk menjamak dan/atau menqashar shalat.
Ketiga, Rabbana wa laa tuhammilna ma la taqata lana bih juga menjadi kabar gembira untuk umat Nabi SAW seperti kita bahwa Allah tidak akan menghukum kita dengan hukuman yang tidak mampu kita tanggung.
Itu lah beberapa keistimewaan menjadi umat Nabi Muhammad. Sebagai umat nabi yang taat, mari kita amalkan doa tersebut, sebagai pengingat atas dosa kita, sebagai kabar bahagia untuk umat nabi, juga sebagai doa untuk mohon ampun dan pelebur dosa. Semoga kita istiqamah di jalan-Nya, amin.