Bulan lalu jagat sosmed ramai dengan sebuah kasus pelecehan seksual yang dilakukan seorang mahasiswa Surabaya. Kasus ini menarik perhatian publik dan viral. Karena pelaku memiliki perilaku penyimpangan seksual yang disebut fetish. Ia membungkus orang lain dengan jarik atau batik untuk memuaskan nafsunya.
Fetish adalah kesenangan yang didapatkan seseorang sebagai respons terhadap objek yang seringkali tidak mengandung unsur seksual. Orang yang memiliki fetish membutuhkan objek dan benda tertentu di hadapannya, berfantasi seksual dengan objek tersebut, atau digunakan sebagai pasangan agar bisa meraih kepuasan seksual yang maksimal.
Gus Rumaizat, salah satu pengasuh Pondok Pesantren An-Nur Ngrukem Yogyakarta dalam chanel YouTube-nya Gusrumchannel menyampaikan, untuk mengetahui hukum fetish kita harus membaginya menjadi 3 bagian.
Pertama, Jika fetish tersebut terangsang atau mencari kepuasan seksual dengan bagian anggota tubuh istrinya seperti, jempol istrinya, kuku istrinya, rambut istrinya maka ini hukumnya boleh. Karena seorang suami diperbolehkan untuk mengambil kenikmatan seksual dari istrinya dengan bentuk apapun dengan cara apapun selain lewat dubur.
Hal ini tertuang dalam firman Allah SWT dalam Surat Al Baqarah ayat 223. “Istri-istrimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam, maka datangilah tanah tempat bercocok tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki.”
Kedua, Jika fetish itu menggunakan benda-benda objek fetish seperti menggunakan kain jarik untuk merangsang gairah dengan istrinya, untuk menguatkan syahwat bersetubuh dengan istrinya maka ini hukumnya diperbolehkan. Karena disamakan menggunakan obat penguat. Obat untuk merangsang, agar seseorang bisa maksimal berhubungan seksual dengan istrinya. Hal ini dijelaskan dalam kitab fathul muin juz 3 halaman 341. “Mencari kekuatan untuk bersetubuh dengan obat-obat yang diperbolehkan dengan tujuan yang baik itu wasilah untuk sesuatu yang baik maka ini dihukumi baik. Tidak apa-apa.”
Ketiga, Jika seseorang terangsang mencari kepuasan seksual dengan anggota tubuh selain istrinya baik perempuan atau laki-laki, atau dia terangsang dengan benda-benda mati non-seksual seperti terangsang dengan jarik, terangsang dengan stoking, terangsang dengan apapun benda mati maka ini hukumnya tidak diperbolehkan. maka hukumnya haram. (Hasiah bajuri juz 2 halaman 98.)
Melihat dengan syahwat hukumnya haram. Bahkan melihat terhadap benda-benda mati ataupun itu hayawan. Dalam Fathul Muin disebutkan, “Melihat dengan syahwat itu hukumnya haram, bahkan melihat dengan syahwat terhadap benda-benda mati ataupun itu hayawan.” Jika melihatnya saja haram, apalagi menyentuh, mencium sebagaimana keterangan Fathul Muin juz 3 halaman 261. “Sesuatu yang dilihat saja haram, maka disentuh lebih haram.”
Berarti jika fetish menggunakan tubuh selain istrinya, atau benda-benda non seksual yang digunakan tidak untuk membuat rangsangan pada istrinya maka hukumnya haram. Sebagaimana firman Allah SWT dalam Surat Al-Mukminun ayat 5.
“Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki. Maka Sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada terceIa. Barangsiapa mencari yang di balik itu. Maka mereka Itulah orang-orang yang melampaui batas.”
Dengan demikian, kaitannya dengan upaya menjaga kehidupan seksual, maka penyaluran yang diperbolehkan oleh syariat hanyalah dengan istrinya. Bagi mereka yang tidak dapat mengendalikan diri atau menjaga syahwatnya tentu menikah adalah hal yang wajib, sedangkan berzina adalah hal yang diharamkan oleh Allah. Untuk itu Allah memberikan aturan berupa pernikahan agar manusia tidak terjebak dalam perzinahan. (AN)