Pandemi Covid-19 belum menunjukkan pemulihan angka siginifikan. Sampai pada tanggal 02 April 2020 tercatat secara global yang positif sebanyak 937.567 orang, sembuh 194.311 orang dan meninggal 47.256 orang. Artinya, yang positif sudah mengarah pada angka 1 juta jiwa. Semoga sebelum menyentuh angka 1 juta, pandemi ini sudah berakhir.
Wabah corona ini, menurut Habib Umar bin Salim bin Hafidz dipengaruhi dua faktor. Faktor lahir dan faktor batin. Berikut penjelasan Habib Umar dalam sebuah acara live talkshow yang kami ringkas sekedarnya berikut ini:
Wabah corona yang dihadapi orang beriman akan menjadikan mereka tambah baik, karena pada prinsipnya, orang beriman ketika menerima kebahagiaan, ia akan mensyukurinya, sehingga itu menjadi kebaikan baginya. Sedangkan ketika ia mendapatkan musibah, ia akan bersabar. Hal ini juga menambah kebaikan bagi orang beriman itu sendiri. Sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW:
عَجَباً لأمْرِ الْمُؤْمِنِ إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ لَهُ خَيْرٌ، وَلَيْسَ ذَلِكَ لأِحَدٍ إِلاَّ لِلْمُؤْمِن: إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْراً لَهُ، وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خيْراً لَهُ
Artinya:
“Sangat menakjubkan urusan orang beriman. Semua urusannya merupakan kebaikan. Hal tersebut tidak dimiliki siapapun kecuali hanya dimiliki oleh orang beriman. Apabila orang beriman mendapatkan kenikmatan, dia bersyukur, dan itu menjadi kebaikan baginya. Jika ia tertimpa musibah, dia bersabar. Dan itu juga menjadi kebaikan baginya.” (HR. Muslim)
Banyak sekali ayat yang menjelaskan perihal kejadian alam raya ini, baik ayat yang spesifik maupun universal. Bagi orang mu’min, semuanya ada hikmah yang bisa dipetik. Sedangkan pencipta hikmah adalah Allah yang Maha bijaksana. Allah menciptakan itu semua pasti tidak lepas dengan mengacu pada sifat yang layak disandang oleh Penciptanya.
Dalam menghadapi Corona, negara-negara telah sampai pada titik ketakutan dan kegalauan. Yang perlu menjadi perhatian bagi orang beriman, bahwa suka maupun duka mempunyai faktor-faktor yang sudah berlaku sebagaimana biasanya. Misalnya, bagi orang yang waspada dan hati-hati, insyaallah tidak akan terkena virus ini. Begitu pula orang ingin sehat, ia perlu berobat. Itu semua merupakan hubungan sebab-akibat yang diciptakan oleh Allah dari aspek sebab lahiriyah. Proses yang demikian membutuhkan eksperimen dan para pakar yang membidanginya secara spesifik. Sebab lahiriyah seperti ini berlaku baik bagi orang beriman maupun yang tidak. Yang bisa mengatasi adalah paramedis dan orang yang berada pada spesifikasinya.
Perbedaan mendasar antara orang beriman dengan yang tidak beriman, serta perbandingan antar masing-masing individu orang beriman sesuai tingkat keimanannya, ketika mereka menghadapi dan menyikapi peristiwa seperti ini. Dalam menghadapi sesuatu yang mencemaskan dan membuat galau seperti corona, bagi orang yang beriman kuat, selain memandang pada sebab dalam sudut pandang lahiriyah, ia juga memandang pada aspek sebab al-bathinah, (penyebab secara esensi). Penyebab secara esensi adalah Allah subhanahu wa ta’ala. Dia lah Dzat yang pada hakikatnya menciptakan pandemi yang sedang berlangsung saat ini.
Selain menghadapi secara lahiriyah, dalam menghadapi virus corona, orang beriman menyikapi dari aspek batiniyah yang di antaranya dengan cara:
Pertama, menengadahkan diri kepada Allah dengan doa tulus, dari hati yang benar-benar menghadap kepada Allah, khusyu’, dan meyakini kebesaran Allah. Sebagaimana sabda Nabi Muhammad ﷺ yang diriwayatkan oleh Salman al-Farisi:
لا يرد القضاء إلا الدعاء
Artinya:
“Tidak ada yang bisa menolak ketentuan Allah kecuali dengan doa.”
Kedua, taubat dari dosa. Perlu dilihat bahwa ada sebab batin (tidak indrawi) yang menyebabkan duka tersebut yaitu pasti disebabkan oleh ulah kita sendiri. Ketika perang Uhud misalnya, pasukan muslimin mempunyai kisah duka mendalam berupa kalah dalam pertempuran. Mereka menanyakan kekalahan tersebut faktornya karena apa? Lalu Allah menyuruh Nabi Muhammad untuk mengatakan kekalahan tersebu, semua semata-mata dari diri kalian sendiri.
أَوَلَمَّا أَصَابَتْكُمْ مُصِيبَةٌ قَدْ أَصَبْتُمْ مِثْلَيْهَا قُلْتُمْ أَنَّى هَذَا قُلْ هُوَ مِنْ عِنْدِ أَنْفُسِكُمْ
Artinya:
“Dan mengapa ketika kalian ditimpa musibah (pada peperangan Uhud), padahal kalian telah menimpakan kekalahan dua kali lipat kepada musuh-musuhmu (pada peperangan Badar), kalian berkata: “Darimana datangnya (kekalahan) ini?” Katakanlah: “Itu dari (kesalahan) dirimu sendiri”. (QS Ali Imran: 165)
Selain itu, dalam ayat lain Allah bersabda:
وَلَقَدْ صَدَقَكُمُ ٱللَّهُ وَعْدَهُۥٓ إِذْ تَحُسُّونَهُم بِإِذْنِهِۦ ۖ حَتَّىٰٓ إِذَا فَشِلْتُمْ وَتَنَٰزَعْتُمْ فِى ٱلْأَمْرِ وَعَصَيْتُم مِّنۢ بَعْدِ مَآ أَرَىٰكُم مَّا تُحِبُّونَ ۚ مِنكُم مَّن يُرِيدُ ٱلدُّنْيَا وَمِنكُم مَّن يُرِيدُ ٱلْءَاخِرَةَ ۚ ثُمَّ صَرَفَكُمْ عَنْهُمْ لِيَبْتَلِيَكُمْ ۖ وَلَقَدْ عَفَا عَنكُمْ ۗ وَٱللَّهُ ذُو فَضْلٍ عَلَى ٱلْمُؤْمِنِينَ
Artinya:
“Dan sesungguhnya Allah telah memenuhi janji-Nya kepada kalian, ketika kalian membunuh mereka dengan izin-Nya sampai pada saat kalian lemah dan berselisih dalam urusan itu dan mendurhakai perintah (Rasul) sesudah Allah memperlihatkan kepadamu apa yang kalian sukai. Di antaramu ada orang yang menghendaki dunia dan diantara kalian ada orang yang menghendaki akhirat. Kemudian Allah memalingkan kalian dari mereka untuk menguji kalian, dan sesunguhnya Allah telah memaafkan kalian. Dan Allah mempunyai karunia (yang dilimpahkan) atas orang orang yang beriman. (QS: Ali Imran 152)
Kita harus meyakini bahwa penyebab utamanya hanya Allah subhanahu wa ta’ala. Adapun penyebab lahiriyah merupakan penyebab kedua yang bisa menyebabkan orang itu terkena virus. Keyakinan ini yang perlu dibuat pegangan bagi setiap orang beriman. Meski begitu, penyebab lahir juga perlu menjadi pertimbangan pandangan.
Dalam aturan ilmu hudud, jinayah atau qishas yang berkaitan dengan hukum perdata dan pidana dalam Islam dijelaskan setiap orang yang membunuh orang lain, maka harus ganti dibunuh. Logika lahirnya, seumpama orang tersebut tidak dibunuh maka umurnya akan lebih dari itu. Tapi karena ia dibunuh dan pembunuhnya menjadi sebab terbunuhnya orang yang dibunuh, maka pembunuh mendapatkan hukuman qishas serta mendapatkan dosa sangat besar. Inilah pentingnya memandang sesuatu juga dari sudut lahiriyah. Tapi orang mukmin tidak boleh meyakini bahwa kematian seseorang hanya murni sebab dibunuh oleh orang lain.
Dalam sudut pandang penyebab batiniyah ini berkaitan dengan keyakinan tentang penyebab kematian seseorang. Covid-19 merupakan hanya sebab yang diciptakan Allah subhanahu wa ta’ala. Orang yang tidak terkena covid-19 pun, apabila memang takdirnya meninggal, juga akan meninggal. Hal ini dari sudut keyakinan faktor batin. Dalam Al-Qur’an, Allah menjelaskan, orang-orang munafik mengatakan jika saja orang-orang yang sudah mati syahid di medan pertempuran Uhud itu mengikuti saran dari mereka untuk tidak berangkat, pasti tidak akan terbunuh. Keyakinan ini ditepis oleh Allah dengan ayat:
الَّذِينَ قَالُوا لِإِخْوَانِهِمْ وَقَعَدُوا لَوْ أَطَاعُونَا مَا قُتِلُوا قُلْ فَادْرَءُوا عَنْ أَنْفُسِكُمُ الْمَوْتَ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ
Artinya:
“Mereka adalah orang-orang yang tidak pergi ke medan perang dan berkata kepada kerabat mereka yang mendapat musibah dalam perang Uhud, “Seandainya mereka patuh kepada kami dan tidak pergi ke medan perang, pasti mereka tidak akan terbunuh.” Katakanlah -wahai Nabi- untuk menjawab ucapan mereka, “Kalau begitu lindungilah diri kalian sendiri dari kematian apabila kematian itu datang menjemput kalian, jika ucapan kalian benar yaitu anggapan kalian bahwa seandainya mereka patuh kepada kalian niscaya mereka tidak terbunuh, dan penyebab keselamatan kalian dari kematian tersebut adalah karena tidak pergi berjihad di jalan Allah.” (QS: Ali Imran: 168)
قُلْ لَوْ كُنْتُمْ فِي بُيُوتِكُمْ لَبَرَزَ الَّذِينَ كُتِبَ عَلَيْهِمُ الْقَتْلُ إِلَى مَضَاجِعِهِم
Artinya:
“Katakanlah: ‘”Sekiranya kamu berada di rumahmu, niscaya orang-orang yang telah ditakdirkan akan mati terbunuh itu keluar (juga) ke tempat mereka terbunuh’.” (QS: Ali Imran: 154)
Semua musibah yang terjadi di muka bumi ini sudah digariskan oleh Allah subhanahu wa ta’ala. Allah berfirman:
مَا أَصَابَ مِنْ مُصِيبَةٍ فِي الْأَرْضِ وَلَا فِي أَنْفُسِكُمْ إِلَّا فِي كِتَابٍ مِنْ قَبْلِ أَنْ نَبْرَأَهَا إِنَّ ذَلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرٌ
Artinya:
“Tiada bencana yang menimpa manusia di bumi seperti kekeringan dan lainnya, dan tidak ada bencana yang menimpa pada diri mereka melainkan hal itu telah ditetapkan di dalam Lauḥul Maḥfuẓ sebelum Kami menciptakan makhluk, sesungguhnya hal itu mudah bagi Allah.” (QS: Al-Hadid: 22)
Dalam menghadapi covid-19, tidak boleh ada yang berputus asa. Kita perlu menghadapinya dengan tenang. Begitu pula di lain waktu apabila kita mendapatkan kenikmatan, tidak boleh berbangga diri. Allah berfirman:
لِكَيْلَا تَأْسَوْا عَلَى مَا فَاتَكُمْ وَلَا تَفْرَحُوا بِمَا آتَاكُمْ
Artinya:
“(Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri,” (QS: Al-Hadid: 23)
Orang yang mampu mengantisipati virus ini dari dua aspek yaitu aspek lahir maupun batin sebagaimana yang sudah dijelaskan di atas, ia mempunyai potensi selamat lebih tinggi daripada yang lain. Apabila sudah berusaha, namun masih tetap mendapatkan musibah, sikap orang beriman bahwa kita ini milik Allah (innalillah) dan hanya kepada Allah kita kembali (wainna ilaihi rajiun).
Seharusnya seorang muslim berbeda pandangan dengan non muslim. Orang muslim tidak hanya pada aturan kausalitas semata, namun tetap berpegang teguh kepada Allah ta’ala. Apabila kita hanya mengandalkan sebab-akibat saja, maka kita namanya menyembah sebab.
Sikap orang mukmin itu seperti sikapnya orang yang mau berangkat perang. Apabila dalam perang dia gugur, mereka akan mati dalam keadaan syahid. Apabila pulang dalam keadaan selamat dan hidup, mereka juga akan mendapatkan pahala yang besar. Semuanya sudah sesuai dengan ketentuan Allah.
Dalam ranah keyakinan maslaah kematian, seorang mukmin harus mempunyai keyakinan bahwa kematian semua ditangan Allah Subhanahu wa Ta’ala baik melalui virus korona atau melalui jalan yang lain. Semuanya pasti akan mati. Virus merupakan sebab kedua dari sebab yang pertama yaitu Allah Subhanahu wa Ta’ala. Artinya mati akan tetap terjadi baik karena corona atau karena sebab yang lain.
Banyak orang yang sangat ketakutan (panik) dengan virus corona ini. Padahal virus ini sangat kecil. Namun banyak yang lupa siapa pencipta virus ini pada hakekatnya yaitu Allah subhanahu wa ta’ala yang Maha Agung. Menghindari korona dari situ lahir itu sangat penting tapi lebih penting dari itu adalah takut kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala jauh lebih penting. Karena siksaan akhirat lebih pedih daripada ada siksa dunia.
Penularan virus corona memang sangat cepat tapi Allah mempunyai kemampuan untuk memutus mata rantai itu semua .