Diceritakan bahwa Dzun Nun al Misri sedang berjalan-jalan di kota Antiokia. Di tengah jalan ia bertemu dengan seorang perempuan ‘gila’ yang mengenakan jubah bulu. Di tengah menikmati perjalanan itu, tiba-tiba perempuan tersebut berkata,” Bukankah engkau yang bernama Dzun Nun?”
Ia menoleh. “Bagaimana engkau mengenalku?” jawab Dzun Nun sambil balik bertanya.
“Cinta yang membukakan hatiku dan hatimu sehingga aku mengenalmu,” jawabnya.
Kemudian perempuan itu menaikkan pandangannya ke langit dan berkata,”Sungguh hati para kekasih sangat rindu kepada-Nya. Hati mereka saling terkait dengan rantai kegembiraan. Mereka melihat kepada-Nya dengan pengetahuan hati.”
Dzun Nun mendengar perkataan tersebut dengan seksama. Kemudian perempuan tersebut bertanya kepada Dzun Nun,”Apakah makna kedermawanan itu?”
“Memberikan sesuatu,” jawab Dzun Nun.
“Itu hanyalah kedermawanan duniawi, apakah kedermawanan dalam agama,”tanya perempuan itu lagi.
Lalu Dzun Nun menawab,”Bersegera dalam menjalankan ketaatan kepada Allah.”
Ternyata dialog tidak berhenti di sini. Perempuan itu kemudian berkata lagi,”Bila kamu melakukan ketaatanmu dengan cepat apakah kau mengharapkan sesuatu dari-Nya?”
“Ya. Aku berharap satu amal dibalas sepuluh,” jawab Dzun Nun singkat.
“Jangan begitu, Wahai pemalas, hal demikian ini jelek dalam agama. Sesungguhnya bersegera dalam kebaikan hanyalah jika hatimu bersih dan tidak mengharapkan sesuatu sebagai imbalan atas perbuatanmu,” katanya.
Kemudian perempuan itu melanjutkan bicaranya,” Sesungguhnya sejak dua puluh tahun lalu aku mengharapkan balasan dari amal kebaikan. Lalu aku malu pada-Nya, karena aku takut menjadi seperti buruh rendahan yang bekerja hanya untuk upah semata. Tidak! Aku tidak demikian, karena aku beramal tiada lain kecuali untuk mengagungkan nama-Nya.”