Kita sering menemukan tagar rebahan di beranda instastory, twit, status facebook maupun status whatsapp. Fenomena ini menunjukkan karakter masyarakat Indonesia yang santuy dan woles. Sebagian memahami rebahan sebagai waktu luang untuk istirahat, atau sekadar bersantai dengan tidur-tiduran, atau juga berkeinginan untuk tidur dan tidak ingin beranjak dari tempat tidur.
Terlepas dari berbagai pemahaman tentang istilah rebahan, bagaimanapun kita tidak akan bisa terlepas untuk rebahan (istirahat). Mengapa demikian? Masih dalam surah Ar-Rum, Allah berfirman tentang bukti dan tanda kuasa-Nya berupa tidur dan aktifitas kita saat malam dan siang hari pada ayat ke-23. Allah berfirman:
وَمِنۡ ءَايَٰتِهِۦ مَنَامُكُم بِٱلَّيۡلِ وَٱلنَّهَارِ وَٱبۡتِغَآؤُكُم مِّن فَضۡلِهِۦٓۚ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَأٓيَٰتٖ لِّقَوۡمٖ يَسۡمَعُونَ
Artinya: “Di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah tidurmu di waktu malam dan siang hari dan usahamu mencari sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang mendengarkan.”
Setelah pada ayat sebelumnya Allah menjelaskan fenomena alam semesta, perbedaan warna kulit dan bahasa manusia. Kemudian Allah berfirman tentang tidur dan aktifitas kita baik saat malam dan siang hari.
Siapapun akan sulit menjawab bagaimana hakikat kita tidur, pertanyaan yang dapat diajukan adalah “kenapa kita perlu tidur?” Sya’rawi menjelaskan dalam al-Sha’rawi (1991: 9. Hal. 11370), kita sebagai manusia diciptakan dari energi dan beberapa unsur yang memiliki fungsi masing-masing. Mata untuk melihat, telinga untuk mendengar, tangan untuk dapat mengangkat sesuatu, kaki untuk berjalan kaki. Pada suatu kesempatan tertentu, tubuh akan kehabisan tenaga dan energi, sampai bagian tubuh kita tidak mampu mengerjakan sesuatu sesuai fungsinya, pada saat itulah kita membutuhkan rebahan atau tidur. Disadari atau tidak saat lelah melanda akan ada dorongan seakan seraya berbisik ke telinga kita “Sudahlah, istirahatlah tubuhmu sudah tidak bisa diajak beraktifitas dan bergerak lagi!”
Kenapa juga Allah harus menciptakan tidur bagi manusia? Allah ingin mendemonstrasikan kuasa-Nya melalui aktifitas manusia yaitu tidur. Bagi Ibnu Asyhur dalam al-Tahrir wa al-Tanwir (1984: 21. Hal 76) Tidur merupakan perkara yang sangat menakjubkan. Bagaimana tidak! Tidur menjadi siklus untuk mengatur sistem saraf otak, sekaligus mengembalikan kekuatan dan fungsi tubuh. Anehnya, tidur tidak perlu ada panggilan dan tuntutan, bagaimanapun kondisi kita, jika kantuk sudah melanda dan jauh dari kebisingan, kita akan tertidur dengan mudah.
Masih dalam al-Tahrir wa al-Tanwir. Tidur menjadi sarana untuk mengistirahatkan sementara anggota tubuh, menghilangkan beban perasaan, melemahkan detak jantung, tapi tidak menghentikan detak jantung seperti orang mati, dalam kurun waktu yang cukup untuk mengembalikan kekuatan dan kembali menjalani aktifitas seperti semula.
Tidur dan mati tentu berbeda, pada firman Allah lainnya. Surah al-An’am ayat 60, bahwa tidur merupakan mati dalam skala kecil. Allah Berfirman:
وَهُوَ ٱلَّذِي يَتَوَفَّىٰكُم بِٱلَّيۡلِ وَيَعۡلَمُ مَا جَرَحۡتُم بِٱلنَّهَارِ
Artinya: “Dialah yang menidurkan kamu di malam hari dan Dia mengetahui apa yang kamu kerjakan di siang hari” Ayat ini memberikan pemahaman bahwa tidur identik dengan waktu malam. Sesuai dengan Mustofa al-Maraghi dalam tafsir al-Maraghi (1946: 21. Hal 39), terdapat pembagian waktu beserta fungsinya, malam hari untuk tidur dan untuk beraktifitas pada siang hari. Walaupun sebagian manusia melakukan sebaliknya.
Fahrur Razi dalam Mafatih al-Ghaib (1420 H: 25. Hal 93) menambahkan, bagaimana pemahaman redaksi tidurmu di waktu malam dan siang hari? Jika malam, ia berarti tidur pada malam hari, sedangkan yang dimaksud tidur di siang hari adalah tidur qailulah. Juga berarti sebagian manusia dapat beraktifitas di siang hari ataupun sebaliknya. Seperti fenomena saat ini, bekerja tidak hanya pada siang hari, malam hari pun juga banyak yang bekerja.
Kenapa terdapat redaksi kalian berusaha untuk mendapatkan anugerah-Nya? Masih menurut Fahrur Razi, ini sebagai pengingat bagi kita. Bahwa, rejeki yang didapat pada siang hari merupakan anugerah dan pemberian Allah terhadap hambanya. Sudah seharusnya saat kita mendapatkan rejeki harus mengingat anugerah Allah tersebut, dengan apa kita mensyukuri hal tersebut? Fahrur Razi mengingatkan kita dengan mengutip firman Allah dalam surah al-Jumu’ah ayat 10:
فَإِذَا قُضِيَتِ ٱلصَّلَوٰةُ فَٱنتَشِرُواْ فِي ٱلۡأَرۡضِ وَٱبۡتَغُواْ مِن فَضۡلِ ٱللَّهِ وَٱذۡكُرُواْ ٱللَّهَ كَثِيرٗا لَّعَلَّكُمۡ تُفۡلِحُونَ
Artinya: “Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.”
Pesan bahwa bagaimanapun kita beraktifitas untuk hidup di dunia dengan bekerja, tetap sholat harus diutamakan. Supaya kita memahami semua rejeki dan usaha kita tidak terlepas dari karunia Allah.
Masih menurut Fahrur Razi, mengapa semua itu menjadi tanda kekuasaan bagi kaum yang mendengarkan? Tidur maupun beraktifitas pada waktu malam dan siang hari merupakan aktifitas sehari-hari seorang hamba, tapi terkadang tidak mendapat perhatian lebih, sehingga redaksi tersebut menarik perhatian manusia untuk mendengarkan secara serius. Maka semuanya akan menjadi tanda kebesaran Allah jika ia mendengarkan dengan memperhatikan petunjuk dari-Nya melalui firman-Nya.
Sesuai penjelasan beberapa mufasir di atas, dapat dipahami bahwa manusia dengan organ dan bagian tubuh memiliki kapasitas dan porsi dalam beraktifitas. Tentu kita tidak boleh melupakan porsi tubuh untuk dapat istirahat, kalaupun capek berarti harus istirahat walaupun sejenak. Menyesuaikan porsi aktivitas dengan waktu tidur juga penting, bisa kita lihat penjelasan berbagai pakar kesehatan tentang porsi tidur yang ideal.
Pepatah mengatakan, “Tidur itu fantasi, jika kamu mencarinya ia akan menyusahkanmu, jika ia menuntunmu kamu akan puas dalam istirahat.” Seperti kutipan tafsir al-Sha’rawi. Artinya, jangan tidur selagi tidak kantuk melandamu, jangan tidur selagi masih dapat beraktifitas.
Pesan yang dapat diambil pula, bolehlah kita rebahan. Tetapi harus ada yang harus dikerjakan saat tubuh mulai kembali stabil, porsi istirahat dan waktu beraktifitas harus diatur sedemikian rupa. Juga patut diingat bahwa semua usaha, aktifitas, dan rejeki merupakan anugerah Allah Swt. Wa Allahu A’lam.