Acara peringatan satu dekade Haul Gus Dur di Yogyakarta dilaksanakan tadi malam (28/02/2020). Bertempat di Aula Al-Jauharoh Pondok Pesantren Sunan Pandanaran, Haul Gus Dur kali ini membawa tema “Menggerakkan Kebudayaan, Meneguhkan Kemanusiaan”. Tema ini diusung oleh Komunitas Santri Gus Dur sebagai penyelenggara acara untuk menyebarkan gagasan Gus Dur di bidang kebudayaan.
Sesuai dengan tema tersebut, sekitar dua ribu hadirin yang memadati aula Al-Jauharoh dihibur oleh berbagai penampilan dari paguyuban seni budaya, antara lain seni angklung santri Dharaba Zaidun dari pesantren Salafiyyah Mlangi. Juga diramaikan oleh Wayang Cakruk Dalang Alfian.
Hadir sebagai pengisi acara pengajian kebangsaan, yaitu Ibu Sinta Nuriyah Abdurrahman Wahid yang merupakan istri Gus Dur. Dalam pengajiannya kali ini, Ibu Sinta menyampaikan sisi Gus Dur yang berbeda.
“Banyak yang mengenal Gus Dur sebagai ulama, kiai, presiden dan lainnya. Namun hanya sedikit yang mengenal beliau sebagai seorang budayawan.” Tutur Ibu Sinta memulai tausiahnya.
Perjalanan hidup Gus Dur memang pernah mencatat bahwa dia pernah menjabat sebagai ketua DKJ (Dewan Kesenian Jakarta). Bahkan, menurut salah satu sahabat Gus Dur, Hairus Salim, dalam buku Sang Kosmopolit, Gus Dur bercita-cita menjadi seorang penulis novel – yang tidak pernah terwujud semasa hidupnya.
Sisi budayawan Gus Dur tidak hanya tercermin dari perjalanannya di urusan aktivisme publik. Sisi Gus Dur sebagai seorang budayawan juga muncul di kehidupan privat sebagai pemimpin keluarga.
“Karena Gus Dur itu adalah budayawan, maka saya menamai cucu pertama saya dengan nama Parikesit, yang mana adalah nama satu tokoh dari pewayangan.” Ujar Ibu Sinta.
Menurut Ibu Sinta, perjalanan Gus Dur sebagai seorang budayawan berasal dari kesadaran literasi yang tinggi. Ini Gus Dur dapatkan dari banyaknya bacaan yang dia lahap sejak kecil. Gus Dur memang dikenal sebagai orang yang doyan membaca buku hasil karya dari buah pikir para tokoh dan pemikir dunia. Ibu Sinta menambahkan, dengan membaca banyak buku berarti Gus Dur adalah sosok yang mau berguru kepada siapa saja.
Masih menurut Ibu Sinta, Gus Dur meyakini bahwa melalui literasi, jalan untuk meyibak sekat-sekat perbedaan dapat terbuka. Ini lah yang membuat Gus Dur dikenal sebagai sosok yang berwawasan luas, berpandangan terbuka dan mampu menerima perbadaan dengan siapa saja seperti yang kita kenal sampai sekarang.