Kurban dan korban. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kurban dan korban dibedakan. Meskipun sekilas artinya sama, namun seringkali tumpang tindih, saling bertukar tempat.Kurban artinya persembahan kepada Tuhan, seperti sapi yang disembelih di Hari Lebaran Haji.
Bukan sapinya, melainkan tindakan atau ritual penyembelihan sapi itulah yang disebut kurban. Al-Quran menyebut, “Yang kalian persembahkan bukanlah daging atau darahnya, melainkan ketakwaanmu, ketundukanmu.” QS al-Hajj 34 (terjemahan bebas-penulis)
Jadi, dalam Islam, ritual kurban adalah “serangkaian tindakan yang mengorbankan binatang sebagai syarat”. Dalam sejarahnya, ritual kurban (penyembelihan kambing) dilakukan pertamakali oleh Nabi Ibrahim sebagai ganti terhadap Ismail yang rela dijadikan korban bapaknya. Tindakan Ismail adalah pengorbanan. Peristiwanya adalah kurban.
Tuhan menguji Ibrahim untuk menyembelih putra terkasihnya, Ismail, satu-satunya paling berharga dalam hidupnya setelah penantian panjangnya mendambakan seorang anak. Ibrahim mengorbankan keinginan dan kesenangan duniawinya, sementara Ismail mengorbankan dirinya demi bapaknya.
Peristiwa pengorbanan ayah dan anak ini disebut kurban. Simbol pengorbanannya adalah binatang kurban. Peristiwa pengorbanan itu kemudian dirayakan, dijadikan ritual dan upacara keagamaan oleh orang-orang setelahnya sampai hari ini (millah Ibrahim). Agar ritual ini mudah diterima masyarakat awam, Islam memaknai hewan kurban sebagai kendaraan di akhirat nanti.
Peristiwa kurban sebetulnya bukan pada hewan kurbannya, melainkan pada pengorbanan Ibrahim dan Ismail yang mau meletakkan ego dan kepentingannya masing-masing demi kebaikan bersama.
Ibrahim dan Ismail berhasil menyembelh kebinatangan dalam diri mereka: menampik ajakan hawa nafsu dan segala kesenangan duniawiyah, berani bersikap asketis (zuhud) di tengah godaan dunia dan kekuasaan.
Para filsuf muslim percaya bahwa kebahagiaan spiritual hanya bisa didapat setelah ruh terpisah dari jasad (tubuh). Selama ini ruh terpenjara tubuh, akibatnya, dengan sangat terpaksa, ruh melayani segala keinginan, kebutuhan, dan kesenangan tubuh yang bersifat nisbi, fana, dan sementara.Sedangkan ruh abadi karena memancar (berasal) dari keabadian (Tuhan). Ruh hanya akan mendapat kebahagiaan, kemerdekaan, kembali pada keabadian setelah terpisah dari tubuh.
Para filsuf muslim semacam Ibnu Sina dan al-Farabi melukiskan kebahagiaan sejati hanyalah bersifat spiritual. Mereka merumuskannya berdasarkan dualisme ruh dan tubuh. Kesenangan dan kebahagiaan material hanyalah sementara dan pasti akan sirna bersamaan dengan sirnanya tubuh wadag. Ritual kurban tidak hanya milik Islam.
Dalam Kristen dikenal istilah “kurban misa” yang artinya upacara mempersembahkan roti suci atau air anggur.Juga berlaku dalam agama-agama terdahulu. Kurban dikenal sebagai pujian atau persembahan pada Dewa-Dewa. Misalnya, setahun sekali masyarakat di Lereng Bromo mempersembahkan sesuatu pada Dewa-Dewa.
Berkurban artinya sedang mempersembahkan kurban. Sedangkan mengurbankan artinya mempersembahkan sesuatu sebagai kurban. Ada yang mengurbankan lembu. Ada yang mengurbankan buah-buahan.
Korban
Dalam Kamus Bahasa Indonesia, korban diartikan sebagai “pemberian untuk menyatakan kebaktian (kerelaan hati)”. Berkorban artinya memberikan sesuatu untuk keselamatan orang (tanda bakti). Contohnya, inilah korbanku pada Nusa dan Bangsa atau saya bersedia berkorban untuk Nusa dan Bangsa.Dengan demikian, tindakan mengorbankan adalah memberikan sesuatu untuk (keselamatan orang lain), seperti “pahlawan kemerdekaan banyak mengorbankan harta dan bendanya untuk kemerdekaan tanah air ini”.
Mengorbankan juga bisa berarti “dikorbankan” (menjadi korban). Sama seperti “korban” bisa berarti subjek penderita. Contohnya, “banyak orang menjadi korban dalam sebuah kecelakaan atau anak istrinya dikorbankan untuk melunasi hutang-hutangnya.
Kurban dan Korban
Berkurban artinya mengorbankan sebagian milik kita untuk kepentingan ibadah atau ritual. Kurban berdimensi spiritual dan mensyaratkan adanya korban dan pengorbanan. Korban adalah bentuk sekuler dari kurban.Korban dan kurban sama-sama membutuhkan kerelaan, keikhlasan, keteguhan, dan kesanggupan hati untuk berbagi dengan yang lain.
Selain menyembelih hewan kurban, setiap orang harus bisa menyembelih kebinatangan dalam dirinya. Hewan kurban hanyalah symbol relijuitas, ketakwaan, ketundukan, juga kerelaan menyerahkan seluruh hidup kita untuk kepentingan ketuhanan (ibadah personal) dan kemanusiaan (ibadah sosial).
Tuhan tak butuh persembahan, jamuan, sesajen, dan pengorbanan.Jadi, berkurban dengan banyak korban atau berkorban dengan banyak kurban? Yang pertama lebih mementingkan aspek ibadah (spiritual), tanpa mengindahkan aspek sosial (duniawiyah).
Sementara yang kedua menjadikan aspek sosial sebagai sarana untuk memperbanyak ibadah. Kurban bukanlah tujuan melainkan hanyalah sarana untuk kebaikan umat manusia. Wallahu a’lam