Pendidikan selalu menjadi hal yang penting dalam kehidupan manusia. Karena pendidikan selalu berarti membangun karakter (characteristic building) masyarakat. Dua hal yang selalu ada dalam setiap tindakan manusia, termasuk dunia pendidikan dengan segala elemen di dalamnya (Guru, Murid dan Sistem) adalah : pertama, aspek sanadi (prototype), atau contoh dari para pendahulu kita. Kedua, aspek ijtihadi (inovasi orisinal) yang muncul dari pemikiran zaman sekarang. Lantas, sejauh mana ummat Islam mempunyai role model tentang pendidikan, hususnya yang berkaitan dengan karakter seorang guru?
Pertama, guru diterjemahkan sebagai sosok yang tidak hanya mengajar dan mentransformasi ilmu (science transforming), tapi juga sekaligus mendidik dan membangun karakter (characteristic building). Hal ini digambarkan dan diajarkan oleh Allah dalam surat Fussilat ayat 30. Allah berfirman :
اِنَّ الَّذِيْنَ قَالُوْا رَبُّنَا اللّٰهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوْا تَتَنَزَّلُ عَلَيْهِمُ الْمَلٰٓئِكَةُ اَلَّا تَخَافُوْا وَلَا تَحْزَنُوْا وَاَبْشِرُوْا بِالْجَـنَّةِ الَّتِيْ كُنْتُمْ تُوْعَدُوْنَ
Artinya, “Sesungguhnya orang-orang yang berkata, “Tuhan kami adalah Allah” kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka maka malaikat-malaikat akan turun kepada mereka (dengan berkata), “Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu bersedih hati; dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan kepadamu.”
Prof Quraish Syihab dalam tafsir al–Misbah, mengartikan kata rabb sebagai pendidik. Allah memosisikan dirinya tidak hanya sebagai Tuhan yang wajib disembah, tapi juga sebagai pendidik bagi setiap hamba untuk selalu berada pada jalan yang di ridhainya. Pengertian yang sama juga disampaikan oleh Imam as Sya’rawi dalam tafsirnya.
Kedua, guru perlu memberikan apresiasi/penghargaan kepada murid yang berprestasi. Hal ini juga dapat dilihat pada surat fussilat ayat 30 di atas. Bahwa Allah memberikan penghargaan berupa surga kepada orang yang mau istiqomah di jalan-Nya.
Para ahli tafsir mrnjelaskan, bahwa ayat “an la tahkofu wa la tahzanu” maksudnya adalah jangan takut pada balasan di akhirat dan jangan bersedih tentang balasan hidup didunia. Hal ini menjelaskan bahwa, pemberian apresiasi itu tidak hanya ketika kita selesai menjalani proses kehidupan dunia, dan menunggu pembalasan di akhirat, tapi juga berlaku ketika masih berada dalam kehidupan dunia.
Dalam konteks pendidikan, seorang guru perlu memberikan apresiasi di tengah proses pendidikan yang berlangsung. Seperti penghargaan berupa penghormatan, bantuan biaya (beasiswa) dll.
Ketiga, guru sebagai pendidik, harus mengontrol dan mendidik muridnya secara terus menerus. Tidak hanya ketika berada di sekolah, tetapi juga ketika berada diluar sekolah. Dan bahkan ketika sudah lulus dari sekolahan tersebut. Artinya, pengakuan guru kepada murid dan juga sebaliknya, termasuk proses pendidikan akhlak dan moralitas juga akan berlangsung secara continuous (Arab: Istimror). Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam surat fussilat ayat 31 :
نَحْنُ اَوْلِيٰٓـؤُکُمْ فِى الْحَيٰوةِ الدُّنْيَا وَفِى الْاٰخِرَةِ ۚ وَلَـكُمْ فِيْهَا مَا تَشْتَهِيْۤ اَنْفُسُكُمْ وَلَـكُمْ فِيْهَا مَا تَدَّعُوْنَ ؕ
Artinya: Kamilah pelindung-pelindungmu dalam kehidupan dunia dan akhirat; di dalamnya (surga) kamu memperoleh apa yang kamu inginkan dan memperoleh apa yang kamu minta.
Allah mengirim malaikat untuk menjaga dan mengontrol hamba-hambanya. Ibnu Katsir dalam tafsirnya menjelaskan, bahwa salah satu tugas malaikat adalah selalu menjaga hamba-hamba Allah untuk selalu bisa berada di jalan-Nya. Ini menunjukkan bahwa proses pendidikan yang dicontohkan oleh Allah adalah proses pendidikan yang berkelanjutan. Bahkan tanggung yang ada, bukan hanya tentang masalah dunia, melainkan juga masalah akhirat.
Hal ini memberikan pengertian kepada kita semua, bahwa proses pendidikan menuntut seorang guru untuk selalu bertanggung jawab pada setiap elemen kehidupan muridnya. Bahkan tanggung jawab itu tidak hanya berada pada wilayah kognitif (kecerdasan intelektual) tetapi juga pada jiwa (ruhani) mereka.
Keempat, guru sebagai pendidik harus mempunyai sifat memaafkan kesalahan, menutupi kekurangan, berbelas kasih dan lemah lembut dalam berbicara. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam surat fussilat ayat 32. Allah berfirman :
نُزُلًا مِّنۡ غَفُوۡرٍ رَّحِیۡمٍ
Artinya, Sebagai penghormatan (bagimu) dari (Allah) Yang Maha Pengampun, Maha Penyayang.
Ibnu katsir menjelaskan, bahwa makna kata ghofur dalam ayat tersebut adalah memaafkan dan menutupi. Artinya, memaafkan kesalahan dan menutupi kekurangan yang ada. Jika dalam konteks pendidikan, maka berarti memaafkan segala kesalahan murid sebagai proses pendidikan, dan menutupi segala kekurangan dalam proses pengembangan kecerdasan dan pengetahuan. (AN)
Wallahu ‘alam.