Hari-hari ini kita sering mendengar atau menyaksikan semakin banyak orang di negeri ini yang bicara apa saja, seenaknya, tanpa mikir lebih dulu dan tanpa beban apapun, meski menyakiti orang lain, hoaks dan fitnah yang dapat menimbulkan dampak yang besar bagi kehidupan bersama.
Padahal saban Jumat, khatib sudah sering menyampaikan firman Allah :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلاً سَدِيداً
“Wahai orang-orang yang beriman, bertaqwalah (takutlah) kepada Allah dan ucapkanlah kata-kata yang benar”.
وَقُولُوا لِلنَّاسِ حُسْناً
“Dan sampaikan kepada manusia (masyarakat) kata-kata yang baik”.
Nabi SAW juga sudah mengatakan :
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ
Artinya:
“Abu Hurairah berkata: “Rasulullah saw bersabda: “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah ia berkata-kata yang baik atau (jika tidak), hendaklah ia diam saja.” (HR. Bukhari)
Imam Nawawi, mengomentari hadits Nabi di atas: “Sabda Rasulullah SAW: “Maka hendaklah ia berkata-kata yang baik atau hendaklah ia diam”, bermakna jika seseorang ingin menyampaikan pendapat, pikiran, gagasan, maka pertimbangkanlah dan pikirkan dengan jernih. Jika apa yang ia sampaikan itu kebaikan, maka sampaikanlah, dan jika tidak jelas kebaikannya maka hendaklah ia menahan diri, karena dikawatirkan menimbulkan masalah yang buruk.”. ( Syarah An Nawawi ‘ala Shahih Muslim, 2/19).
Imam Syafi’i merespon hadis ini seraya mengatakan :
اذا اراد احدكم الكلام فعليه ان يفكر فى كلامه فان ظهرت المصلحة تكلم وان شك لم يتكلم حتى تظهر
“Jika seseorang ingin bicara, maka hendakkah berpikir lebih dulu. Jika bermanfaat, sampaikanlah. Jika ragu, tak usah bicara”.
Nabi juga bersabda :
عن أبي هريرة رضي الله عنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: من حسن إسلام المرء: تركُه ما لا يعنيه
“Tanda muslim yang baik adalah meninggalkan hal-hal yang tak penting”.
Allah juga berfirman:
وَلا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولا
Dan janganlah kamu menyampaikan/mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran (telinga yang mendengar), pengelihatan (mata yang melihat) dan hati (pikiran) semuanya akan dimintai pertanggungjawabannya”. (QS. Al-Isra: 36).
Imam Qatadah menjelaskan ayat di atas, “Janganlah kamu mengatakan ‘Aku melihat’ padahal kamu tidak melihat, atau: ‘Aku mendengar’ padahal kamu tidak mendengar, atau ‘Aku tahu’ padahal kamu tidak tahu, karena sesungguhnya Allah akan meminta pertanggung-jawaban atas semua hal tersebut.”