Kelompok islam moderat dianggap kalah dengan kelompok konservatif maupun radikal belakangan ini. Bagaimana hal ini bisa terjadi? Tentu saja, hal itu membuat publik bertanya, benarkah demikian, apakah Indonesia memang sedang mengalami kemunduran terkait toleransi?
Terkait Hal Ini, Abdul Mu’ti, Sekretaris Umum Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah, tampaknya membenarkan fenomena ini. Bahkan, menurut beliau, Indonesia saat ini dikritik karena lebih banyak diam dan disebut sebagai kelompok moderat yang malas.
“Kaum moderat di Indonesia disebut lazy tolerant. Artinya, kita kelompok moderat tapi malas dan cenderung diam (soal toleransi). Kita kurang radikal dalam mempertahankan moderatnya Indonesia,” tutur beliau ketika berbicara dalam Dialog Suluh Kebangsaan di Jakarta, Senin (18/2).
Beliau pun menambahkan, harusnya, masyarakat Indonesia lebih peduli lagi terhadap sekitar, khususnya yang berkaitan dengan moderatisme sebagai ciri bermasyarakat Indonesia yang toleran dan beragam.
“Apalagi, Indonesia punya modal berharga bernama pancasila. Pertahankan itu, karena akan jadi modal berharga menjadi Indonesia Emas 2045 mendatang,” tambahnya.
Menyongsong Indonesia Emas 2045 ini memang menjadi topik utama Dialog ‘Suluh Kebangsaan’ yang diinisiasi oleh para tokoh senior yang selama ini bergerak membangun jembatan dialog antar agama di Indonesia. Beberapa tokoh itu antara lain, Ibu Shinta Nuriyah Wahid, Prof. Buya Syafii Maarif,Romo Benny Susetyo, Prof. Mahfuf MD dan masih banyak lagi.
Suluh Kebangsaan ini juga bakal diadakan di beberapa kota lain dengan memakai moda transportasi kereta api sebagai di antaranya dan stasiun sebagai tempat diskusi dan dialog. Mulai dari Stasiun Merak-Gambir-Purwokerto hingga Banyuwangi dengan menempuh rute 1.341 KM dari stasiun paling barat Pulau Jawa hingga ujung timur selama lima hari perjalanah dengan tajuk #JelajahKebangsaan.