Sebutan besan dikonotasikan sebagai hubungan pertalian antara kedua orangtua yang anaknya menikah. Asal-usul kata besan ada yang berpendapat dari bahasa Melayu; “bisa’an” (bisa segalanya). Artinya ia dapat menyeimbangi performance dan martabat keluarga menantunya serta mencukupi perbekalan anak yang memulai membina rumah tangga. “Besan yang bisa’an” adalah orang tua yang menjalankan fungsi “berat sama-sama dijunjung, ringan sama-sama dijinjing.” Jadi, bukan besan yang hanya mengandalkan kemampuan mertua dari anaknya.
Ada yang beranggapan besan berasal dari kata “pisan” dalam bahasa Jawa yang berarti “sekali saja”. Pengertiannya fungsi dan peran orang tua terhadap anaknya setelah beranjak dewasa dan menikah cukup sekali saja, yaitu membekali bawaan nikah. Adapun jika anak telah menikah maka urusannya ditanggung sendiri tanpa ada ikut campur orang tuanya. Peran orang tua dari masing-masing anak yang telah menikah cukup sebagai pemantau yang mengamati.
Selain itu berkembang juga anggapan, bahwa besan itu mengandung arti “beres-san” atau siap menanggung. Hal ini disebabkan pihak keluarga suami yang “ngunduh mantu” atau mengadakan resepsi ulang bertanggungjawab atas kelangsungan hidup menantu perempuan. Ia dianggap seperti anak sendiri dalam keluarga orang tua suaminya. Besan semacam ini paling tidak sudah menyiapkan tanah dan bangunan rumah untuk anak beserta menantunya.
Dari pendekatan ini kita juga dapat mengetahui tipe-tipe besan. Pertama, besan yang memiliki sikap introvert atau yang memikirkan dirinya sendiri. Sisi baiknya Besan tipikal ini tidak mau ikut mencampuri rumah tangga orang lain sekalipun kepada anaknya sendiri. Sisi buruknya secara umum ia suka lepas tangan terhadap keluarga anaknya dan sulit diajak berkomunikasi antar-besan.
Kedua, besan yang memiliki sikap extrovert yaitu yang memikirkan hal-hal lahiriah. Sisi positifnya besan tipikal ini berupaya mencukupi rumah tangga anaknya, bahkan ringan membantu orangtua menantunya. Biasanya besan semacam ini orangnya sangat supple (luwes). Adapun sisi negatifnya, ia mudah tersinggung apabila besan dari orangtua menantunya itu tidak sepaham dengan dirinya.
Ketiga, besan yang memiliki sikap introvert-extrovert. Yaitu, di samping ia memikirkan dirinya sendiri juga memikirkan hal-hal lahiriah di luar dirinya. Besan typical ini cenderung lebih realistik. Ia memperhatikan rumah tangga anaknya tapi tidak mau terlibat secara langsung. Walaupun demikian ada sisi kurang baiknya. Orang ini sulit ditebak arah dan kemauannya sehingga kita perlu hati-hati berbicara dengan dia.
Semoga, khususnya, orang tua yang mempunyai putra-putri di atas usia 17 tahun dapat mengenali “calon besannya”.