Hubungan suami-istri bisa bernilai pahala bila diniatkan ibadah. Termasuk dalam hal ini hubungan intim (jima’). Misalnya, pasangan suami istri akan mendapatkan pahala bila hubungan yang mereka lakukan diniatkan untuk membahagiakan pasangan, memperoleh keturunan, dan lain-lain.
Dalam Islam sebetulnya tidak ada waktu khusus hubungan intim. Kapanpun boleh dilakukan selama istri tidak dalam kondisi haid. Namun para ulama, berdasarkan hadis Nabi, memahami bahwa waktu paling baik berhubungan badan adalah hari Jum’at.
Hal ini sebagaimana dijelaskan Imam al-Suyuthi dalam Nurul Lam’ah fi Khashaish al-Jum’ah bahwa orang yang melakukan hubungan badan di hari Jum’at mendapatkan dua pahala: pahala mandi Jum’at dan pahala mandi istrinya. Penjelasan ini berdasarkan hadis Rasulullah:
أيعجز أحدكم أن يجامع أهله في كل يوم جمعة، فإن له أجرين اثنين: أجر غسله، وأجر غسل امرأته
“Apakah kalian lemas menyetubuhi istri kalian pada setiap hari Jum’at. Karena kalau dilakukan dia akan mendapatkan dua pahala: pahala mandinya sendiri dan pahala mandi istrinya” (HR: Baihaqi)
Sanad hadis ini diakui lemah oleh Imam al-Suyuthi. Tetapi dia tetap mencantumkan hadis ini dalam kitabnya. Besar kemungkinan ini termasuk bagian hadis dhaif yang boleh diamalkan, karena tidak semua hadis dhaif ditolak dan tidak diamalkan.