Convention Hall UIN Sunan Kalijaga, Yogjakarta dipenuhi ratusan mahasisswa. Pagi itu (28/02), Laboratorium Studi Al-Qur’an dan Hadis (LSQH) UIN Sunan Kalijaga bekerjasama dengan Penerbit Mizan menggelar sebuah diskusi buku Tema-tema Pokok Al-Qur’an karya Fazlur Rahman, salah satu raksasa pemikir yang dimiliki Islam. Tema-tema Pokok Al-Qur’an sendiri adalah buku yang diterjemahkan oleh penerbit Mizan pada awal bulan Februari 2018 dari judul asli Major Themes of The Qur’an.
Diskusi buku tersebut dimoderatori Lien Iffah Naf’atu Fina dengan menghadirkan Dr. Haidar Bagir (pendiri Gerakan Islam Cinta), Dr. Moh. Nur Ichwan (Koor. Program Doktor Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga) dan Prof. Dr. Ahmad Syafi’i Ma’arif atau Buya Syafi’i (Profesor bidang filsafat yang juga murid Fazlur Rahman).
“Jika kita membaca Major Themes of The Qur’an tanpa mengetahui penguasaan Fazlur Rahman pada Ilmu-ilmu keislaman, kita bisa salah melihat ini sebagai buku yang ditulis oleh seorang Kiai atau Ulama Tradisional,” ungkap Haidar.
Menurut Haidar, jika ditelisik Rahman adalah sosok pemikir yang memulai karirnya dari bidang Filsafat. Ibnu Sina dan Mulla Sadra adalah dua tokoh filsafat yang ditekuni oleh Fazlur Rahman. Kendatipun filsafat memiliki pengaruh pada pemikiran Fazlur Rahman, di sisi lain “Salafisme” Ibn Taimiyah juga memiliki ruang yang mengisi Fazlur Rahman.
Lebih lanjut, Haidar menjelaskan bahwa Major Themes of The Qur’an adalah salah satu dari magnum opus Fazlur Rahman, selain Islam Methodology in History. Selain itu, menurutnya “Tema-tema Pokok Al-Qur’an (Major Themes of The Qur’an) adalah kristalisasi dari bekerjanya dua pengaruh yang saling bertentangan, yaitu pengaruh filsafat dan pengaruh “salafisme” Ibn Taimiyah. Bagi Haidar buku Major Themes of The Qur’an merupakan closure dari pengembaraan keilmuan Fazlur Rahman.
Moch. Nur Ichwan menelisik Fazlur Rahman dari sisi Hermeneutik. Menurutnya, Rahman adalah orang pertama yang memperkenalkan hermeneutika dalam tradisi Islam, mengadopsi istilahnya dan kemudian mengembangkannya. Rahman tertarik pada Gadamer, Namun ia juga mengkritiknya karena too subjektif. Lalu, Rahman mengambil jalan tengah dengan mengembangkan teorinya, double movement.
Double movement milik Rahman, menurut Moch. Nur Ichwan sama halnya seperti qiyas , di mana ideal moralnya tidak jauh beda dengan maqashid , yaitu untuk sebuah kemaslahatan umat.
Syafii Maarif menjadi narasumber pemungkas dalam diskusi, menuturkan perihal interaksi dirinya dengan Fazlur Rahman antara tahun 1988-1992 di Universitas Chicago. Ada banyak kengan dan ilmu yang Syafii dapat dari Rahman, satu di antaranya adalah nasihat Rahman untuk menimbang segala sesuatau dengan al-Qur’an. ‘Apapun yang anda baca, pikir dan renungkan timbang dengan al-Qur’an. Karena al-Qur’an adalah hudan linnas dan furqon’ ujar Sayfii menirukan Rahman.
Menurut Syafii, karya-karya Rahman tak bisa dibaca hanya sekali. Buku-buku dan tulisan Rahman harus dibaca berulang-ulang kali untuk dapat memahaminya dengan baik. Bukan saja karena materinya yang rumit, tapi juga bahasa Inggis yang digunakan Rahman, menurut Syafii, canggih sekali.