Saling menghormati sesama umat beragama merupakan suatu hal yang sangat dianjurkan dalam Islam. Perbedaan agama bukanlah alasan bagi seorang muslim membenci dan memusuhi umat agama lain yang juga memiliki sikap kesadaran toleransi terhadap umat Islam. Namun pada faktanya, tidak sedikit umat Muslim di Indonesia sebagai mayoritas melakukan perbuatan diskriminatif terhadap pemeluk agama lain.
Pemahaman seperti itu di antaranya dilatarbelakangi atas pemahaman tekstual terhadap surah al-Baqarah ayat 120 yang tidak disertai dengan pemahanan dari ayat lain ataupun sunah Nabi yang menjelaskan tentang menghormati sesama pemeluk agama. Surah al-Baqarah ayat 120 menjelaskan bahwa umat Yahudi dan Nashrani tidak akan rela terhadap ajaran baru yang dibawa Nabi Muhammad sampai Nabi Muhammad mau mengikuti agama mereka.
Menurut Imam al-Thabari, ayat ini turun di antaranya karena umat Yahudi dan Nashrani mengklaim bahwa yang masuk surga hanyalah kelompok mereka saja, bukan kelompok yang menerima ajaran baru dari Muhammad. Kemudian turunlah ayat tersebut sebagai motivasi dari Allah bahwa hanya umat Yahudi dan Nashrani sebagai penghuni surga itu hanya klaim semata, dan mereka akan mengatakan demikian sampai Nabi Muhammad mau mengikuti ajaran mereka.
Bila demikian, bukankah kita sebagai umat Muslim juga tidak akan merestui doktrin ajaran umat agama lain sebagaimana umat agama lain juga tidak merestui doktrin ajaran agama Islam? Oleh karena itu, setiap pemeluk agama fanatik terhadap doktrin ajaran agamanya masing-masing itu adalah sebuah keniscayaan. Namun demikian, kefanatikan kita terhadap ajaran agama Islam bukan berarti kita dibenarkan melakukan diskriminasi terhadap umat agama lain.
Perbuatan tidak diskriminatif itu di antaranya dicontohkan langsung oleh Rasulullah Saw. terhadap jenazah salah seorang Yahudi yang hidup di masa Rasulullah Saw. sebagaimana diriwayatkan oleh Jabir bin Abdullah:
(Suatu saat) kami (para sahabat Nabi) dilalui oleh sebuah keranda jenazah. Nabi pun berdiri (saat keranda itu melewati kami), dan kami pun ikut berdiri seperti yang Nabi lakukan. “Rasul, itu kan jenazahnya orang Yahudi, mengapa kita harus berdiri?” tanya para sahabat Nabi pada Rasulullah. “Kematian itu sangat menakutkan. Karena itu, apabila kalian melihat jenazah (apapun agamanya) yang sedang lewat, berdirilah sejenak (agar kalian ingat mati),” jawab Rasulullah pada para sahabat (HR Bukhari, Muslim, an-Nasai, dan Abu Daud).
Imam Ibnu Hajar dalam Fathul Bari menyampaikan beberapa riwayat terkait alasan berdirinya Nabi saat melihat keranda jenazah muslim maupun non-Muslim yang melewati kita dan kita tidak ikut mengantarnya ke pemakamannya. Pertama, riwayat Anas bin Malik menyebutkan bahwa alasan Nabi berdiri itu karena para malaikat juga berdiri saat ada jenazah yang hendak dikebumikan. Kedua, riwayat Abdullah bin Amr menyebutkan bahwa alasan Nabi berdiri karena mengagungkan Allah Swt. yang telah mencabut nyawa manusia. Ketiga, riwayat Sahl bin Hunaif dan Qais bin Sa’d menyebutkan bahwa alasan Nabi berdiri saat jenazah Yahudi hendak dikebumikan itu karena Yahudi itu pun manusia ciptaan Allah yang sama-sama harus dihormati dan dimuliakan di tempat peristirahatnnya terakhir.
Terkait berdiri saat melihat jenazah, muslim maupun non-Muslim, yang melewati kita, ulama berbeda pendapat. Ada yang mengatakan mubah, makruh, sampai sunah. Terlepas dari perbedaan pendapat ulama fikih ini, paling tidak kita dapat menyimpulkan bahwa Rasulullah tak pernah mendiskriminasikan seseorang atas perbedaan agama, termasuk dalam kasus berdirinya Rasulullah saat melihat jenazah seorang Yahudi yang hendak dikebumikan. Kita juga dapat berkesimpulan bahwa perlakuan Nabi terhadap non-Muslim yang sudah meninggal saja masih tetap memuliakan, apalagi terhadap non-Muslim yang masih hidup. Oleh karena itu, perbedaan agama bukanlah sebuah alasan bagi kita untuk mendiskriminasi pemeluk agama lain.