Suatu saat para sufi berkumpul di rumah Abdurahman Jami. Mereka mengetahui bahwa tokoh sufi itu dalam keadaan sakaratul maut. Ada yang menangis pelan-pelan. Ada pula yang sibuk berdzikir. Sebagian lagi membaca Al Quran keras-keras hingga menggangu yang lainnya. Menddaka mereka berhenti. Terdengar dengan jelas Abdurahman Jami yang mereka ratapi mengangkat kepalanya dan berkata,” Demi Allah aku akan mati jika engkau tidak menghentikan keributanmu.”
Itulah lelucon ketika Abdurahman Jami, seorang sufi besar Persia ini ketika akan meninggal dunia. Dalam hikayat lainnya disebutkan bahwa sebelum wafatnya Abdurahman Jami mengetahui bahwa dirinya akan meninggal.
Dalam sebuah cerita disebutkan bahwa Abdurahman Jami menyampaikan tanda-tanda bahwa dirinya segera wafat. Ia mengunjungi desa-desa tetangganya. Sekali waktu dirinya pergi ke desa yang tidak diperhatikannnya secara khusus tapi di desa tersebut ia tinggal cukup lama. Muridnyapun khawatir dan memutuskan pergi ke desa tersebut.” Kita harus memutuskan tali ikatan,” ujar Abdurahman Jami pada murid-muridnya yang hendak menjemput.
Tiga hari sebelum kematiannya, Abdurahman memanggil beberapa murid dekatnya dan berkata, “Jadilah saksiku bahwa aku sama sekali tidak punya ikatan dengan apapun dan dengan siapa pun.” Tepat di hari Jumat pagi Abdurrahman merasa kematiannya telah dekat. Ia melakukan salat dan kemudian duduk melakukan dzikir. Di tengah hari ia pun wafat.
Di dunia mistik Islam, Abdurahman Jami tidak hanya seorang sufi yang masyhur, tetapi juga seorang novelis dan sastrawan yang luar biasa. Karyanya Yusuf Zulaikha sampai sekarang masih terus dibaca orang. Bernama lengkap Nuruddin Abdurrahman Al-Jami ini lahir di Kharjad pada 1414 M (817 H) dan wafat di Heart pada 1492 M (898 H). Sebelum populer dengan sebutan Al-Jami, dia bergelar Ad-Dasyti, karena ayahnya, Nizamuddin, berasal dari Dasyt, dekat Kota Isfahan.
Sejak berusia muda telah menunjukkan sifat yang istimewa genius, cepat menguasai pelajaran dan fasih dalam berargumentasi. Diantara ulama yang pernah menjadi gurunya antara lain Syekh Sa’aduddin Al-Kasygari. Berkat potensinya yang besar dan ketekunannya belajar dan menulis, ia berkembang menjadi sufi dan penyair besar. Kemasyhurannya tidak hanya di Persia saja tetapi juga sampai ke Turki Usmani.
Jumlah karya-karyanya masih simpang siur. Ada yang mengatakan 46 buah ada juga yang menyebutkan berjumlah 90 buah buku dan risalah. Tulisannya beragam, ada yang membedah soal tasawuf, tafsir, dan hadis. Abdurrahman Jami juga menulis tentang biografi Rasulullah saw, biografi para sufi dan mengajarkan tentang syair. Diantara karyanya adalah Nafahat Al Uns yang menyajikan biografi para sufi dalam bentuk prosa. Kemudian karyanya yang berjudul Lawami’ yang isinya komentar terhadap karya Ibnu Arabi.
Munajat Abdurahman Jami juga dikenal dengan bahasa sastra yang indah. Salah satunya berbunyi “Ya Rabbi, ya Tuhanku, jauhkanlah kami dari perbuatan menghabiskan waktu untuk perkara-perkara kecil yang tidak berguna. Tunjukkanlah kepada kami segala perkara menurut hakekatnya. Angkatlah dari batin kami selubung ketidaksadaran. Janganlah diperlihatkan kepada kami barang yang tidak nyata sebagai barang yang ada. Janganlah Kau biarkan bayang-bayang menutup batin kami, sehingga kami tidak dapat melihat keindahan-Mu. Jadikanlah bayang-bayang ini sebagai kaca yang melalui batin kami untuk menyaksikan-Mu.” Pada bagian lain dia berkata, “Sang kekasih menyeru dari kedai minuman, datanglah lalu berilah aku anggur cinta, cawan demi cawan. Kubebaskan diriku dari belenggu logika dan nalar. Lalu kumulai meratap dan menangis untuk bersatu.”