Zayn Malik dan Gigi Hadid sedang berbahagia atas kelahiran anak dari hubungan mereka. Sampai tulisan ini ditulis, nama Zayn dan Gigi masih nangkring di kolom trending topic dunia. Tagar #congratszayngigi juga menempati peringkat pertama tagar populer di Twitter.
Sementara sebagian besar penggemar Zayn dan Gigi sangat gembira mendengar berita tersebut, kabar tersebut memicu perdebatan tentang hubungan di luar nikah, yang oleh sebagian basis fans Muslim dianggap bertentangan dengan ajaran dan nilai keislaman.
Pasangan ini tidak banyak berkomentar terkait perdebatan tersebut. Akan tetapi, banyak statemen dan komentar mereka yang membicarakan pandangan mereka tentang Islam, dan bagaimana menjadi seorang selebriti dengan darah keturunan Pakistan.
Zayn Malik, dilahirkan di tengah keluarga Muslim dan dibesarkan dengan pendidikan Islam. Sebagaimana diketahui, ayah Malik, Yaser, berkewarganegaraan Inggris-Pakistan. Adapun ibunya, Trisha, berasal dari Irlandia dan masuk agama Islam ketika dia menikah dengan Yaser. Baik Zayn dan saudara perempuannya Safaa dibesarkan sebagai Muslim di Bradford.
“Saya dibesarkan dalam kepercayaan Islam, jadi itu akan selalu bersama saya, dan saya mengidentifikasikan banyak hal dengan budayanya,” Ungkap mantan personel One Direction itu kepada Vogue. “Tapi saya adalah saya sendiri. Saya tidak ingin ditentukan oleh agama atau latar belakang budaya saya.”
Zayn Malik mengatakan dia masih memiliki keyakinan “spiritual” pada Tuhan, tetapi mengungkapkan bahwa dia tidak percaya pada beberapa prinsip utama dari keyakinan sebagai seorang Muslim. Dan dia merasa cukup beruntung memiliki orang tua yang membebaskan keyakinannya.
Pelantun lagu Pillow Talk ini mengatakan: “Saya tidak meyakini anda perlu makan daging tertentu yang didoakan dengan cara tertentu. Saya tidak percaya anda perlu membaca doa dalam bahasa tertentu sebanyak lima kali sehari. Saya hanya meyakini bahwa jika anda menjadi orang baik, maka segala hal akan berjalan baik pada anda.”
Meski Zayn telah menyatakan secara terbuka bahwa hanya “memiliki keyakinan spiritual pada Tuhan”, tapi dia masih sering disebut sebagai salah satu figur Muslim paling terkenal di dunia. Beberapa waktu lalu, Malik diketahui merayakan Idul Adha bersama orang tua dan kekasihnya, Gigi Hadid, yang memiliki darah keturunan Palestina.
Pasangan ini memang tidak secara terbuka mengungkapkan agama atau keyakinan mereka. Namun, terlahir sebagai keturunan Pakistan dan Palestina, membuat mereka tidak bisa menjauh dari tradisi dan kebiasaan yang dilakukan Muslim pada umumnya.
Sejak pasangan itu mulai pacaran pada tahun 2015 dan menjalani hubungan putus-nyambung, mereka mengumumkan putus hampir setiap bulan Ramadhan, dan tiba-tiba balikan pada Idul Fitri. Kabar kehamilan Gigi Hadid juga tersebar pada Ramadhan, yang menurut banyak penggemar Muslim bukanlah kebetulan.
Gigi Hadid yang mewarisi darah keturunan Palestina, juga tidak pernah benar-benar jauh dari sensitivitas sebagai warga keturunan. Ia pernah mengutarakan pendapatnya ketika Presiden AS Donald Trump memindahkan kedutaan AS di Israel ke Yerusalem.
https://twitter.com/GiGiHadid/status/996763930008670208?s=20
“Kalian semua akan melihat sisi mana pun yang kalian inginkan. Maksud saya adalah tidak pernah memisahkan kelompok dalam kebencian- Saya menjalani hidup saya dengan mencintai semua orang tanpa memandang agama / ras. Jadi saya akan katakan lagi untuk terakhir kalinya, saya tidak anti- siapa saja. Aku hanya hidup berdampingan. Itu saja. #freepalestine, “katanya dalam sebuah cuitan di Twitter.
Melihat kabar terbaru Zayn dan Gigi yang memiliki anak dari hubungan luar nikah, ini bukan kabar yang bagus bagi para orang tua Muslim tentunya. Jika mengetahui hal ini, lumrah jika orang tua Muslim khawatir anak mereka akan ikut terpengaruh oleh idolanya.
Poin utama dari tulisan ini bukan untuk menjustifikasi atau membenarkan perihal hubungan di luar nikah. Akan tetapi, justru membawa saya pada sedikit perenungan tentang pergolakan dan realita generasi muda Muslim saat ini.
Keputusan Zayn untuk tidak mempraktikkan Islam dengan taat mungkin tidak sesuai dengan visi yang orang tua Muslim ajarkan kepada anaknya. Akan tetapi hal ini tidak bisa dielakkan. Realitas anak muda Muslim yang kritis kerap mempertanyakan perihal keimanan dan jati diri, dan pada titik ekstremnya mengarah menuju agnostik. Di kalangan generasi muda Muslim terkini, fenomena ini sering saya jumpai. Namun kebanyakan tidak banyak dibicarakan secara terbuka, apalagi kepada keluarga.
Banyak pertanyaan yang muncul dari fenomena Zayn Malik dan Gigi Hadid: apakah orang tua Muslim akan siap memberi pendidikan dan pola bimbingan kepada anaknya jika mendapati pergulatan keyakinan semacam itu? Atau memang generasi muda Muslim saat ini mengarah pada fenomena tersebut?
Entahlah. Yang jelas bagi Zayn dan Gigig, menjadi seorang anak muda Muslim yang lahir dan tumbuh di Barat tidak pernah mudah. Dan mereka mungkin mengilustrasikan apa yang juga menjadi keraguan, pertanyaan, ketakutan, dan kegelisahan anak muda Muslim saat ini.
Pasangan Zayn dan Gigi seolah sedang menunjukkan kepada kita pergulatan identitas dan keimanan anak muda Muslim kebanyakan di tengah era digital dengan segala kemungkinannya yang tidak terbatas. Malah bisa jadi, Zayn Malik merupakan ilustrasi dari pertanyaan, “adakah Muslim yang benar-benar sempurna?”