Salah satu tokoh perempuan yang mempunyai peran penting bagi negara adalah Zakiah Daradjat. Beliau dikenal sebagai tokoh perempuan pelopor psikologi Islam di Indonesia, juga dikenal sebagai sosok perempuan pelopor pendidikan agama Islam di sekolah umum. Sosok ulama dan pemikir perempuan paling menonjol pada masa orde baru.
Zakiah Daradjat, lahir di Jorong Koto Marapak, Nagari Lambah, Ampek Angkek, Agam, Sumatera Barat pada 6 November 1929 M. Dari seorang ayah yang bernama Haji Daradjat dan ibu yang bernama Rafiah. Bapak Zakiah Daradjat merupakan sosok yang aktif di Muhammadiyah, sedangkan ibunya merupakan anggota Sarekat Islam. Zakiah sendiri merupakan anak tertua dari sebelas bersaudara.
Sejak kecil, beliau telah ditempa dengan pendidikan keagamaan yang kuat. Pada masa kecilnya, beliau sering diajak ibunya untuk menghadiri pengajian dan dilatih berpidato oleh ayahnya. Selain itu beliau juga bersekolah di Standard School Muhammadiyah dan sorenya belajar di Sekolah Diniyyah. Pada masa-masa sekolah tersebut, beliau banyak memperlihatkan minatnya dalam bidang ilmu pengetahuan dan agama.
Setelah lulus pada 1941 M, Zakiah kemudian masuk ke Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Padang Panjang sambil mengikuti sekolah agama di Kulliyatul Muballighat (kursus calon pendakwah). Di tempat ini, beliau banyak belajar ilmu untuk menjadi seorang pendakwah.
Pada tahun 1951 M, beliau menamatkan pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA) di Bukit Tinggi. Sebelumnya, beliau juga pernah menimba ilmu di Sekolah Asisten Apoteker, namun akibat agresi militer kedua Belanda dan pembungihangusan Bukit Tinggi, belajarnya pun tidak dilanjutkan.
Setelah itu beliau melanjutkan pendidikannya di Fakultas Tarbiyah Perguruan Tinggi Agama Islam Yogyakarta dan Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia. Setelah adanya Konferensi Asia Afrika di Indonesia tahun 1956 M, Zakiah mendapat tawaran beasiswa ikatan dinas dari departemen agama, sehingga beliau masuk S2 tanpa ujian seleksi. Beliau menjadi satu satunya perempuan pada waktu itu yang berangkat ke Mesir.
Zakiah merupakan perempuan Indonesia pertama yang memperoleh kesempatan melanjutkan pendidikan S2 dan S3 di Ain Shams University, Faculty of Educational Mental Hygiene Department di Kairo, Mesir. Ia mendapat gelar master pada tahun 1959 M dengan thesis “Problema Remaja di Indonesia” dan gelar doktor tahun 1964 M dengan disertasinya yang berjudul “Perawatan Jiwa Untuk Anak-Anak”. Pada 1 Oktober 1982 M, Zakiyah diangkat sebagai guru besar.
Saat masa-masa belajar di Mesir, psikologi tidak terlalu banyak dipelajari oleh para pelajar Islam waktu itu. Perkembangan ilmu psikologi saat itu didominasi oleh Sigmund Freud, yang mendudukan alam tak sadar sebagai faktor penting kepribadian manusia.
Ketika S3 di kampus yang sama, beliau membagi waktunya dengan membuka praktik konsultasi kejiwaan di almameternya, juga mengajar bahasa Indonesia di Kairo, sekaligus menjabat sebagai kepala jurusan bahasa Indonesia di Higher School for Language.
Dari hasil jerih payahnya tersebut, beliau bisa membawa kedua orang tuanya ke Mesir dan memberangkatkan haji keduanya. Gelar doktornya diraih dalam bidang psikologi spesialisasi psikoterapi, sedangkan disertasinya mendapatkan penghargaan dari Gamal Abdul Nasher, berupa medali ilmu pengetahuan yang diberikan pada upacara hari ilmu pengetahuan tahun 1965 M.
Setelah kembali ke Indonesia, Zakiah merintis karirnya mulai dari menjadi pegawai di biro perguruan tinggi di Departemen Agama. Pada tahun 1967 M, beliau diangkat sebagai kepala dinas penelitian dan kurikulum perguruan tinggi.
Tahun 1972 M, Zakiah menjabat sebagai direktur pendidikan agama sampai 1977 M. sedangkan pada tahun 1977 sampai 1984 M menjadi direktur pembinaan perguruan tinggi agama Islam, dan setelah itu menjadi dekan di fakultas Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga.
Beliau adalah satu satunya perempuan di dewan pertimbangan agung (1983-1988 M) dan pernah menjadi anggota MPR RI 1992-1997 M, sekaligus perempuan pertama yang menjabat sebagai salah satu ketua MUI, yaitu dalam bidang urusan keluarga dan anak pada masa Hasan Basri.
Kiprahnya ketika berada di tanah air begitu banyak, mulai dari membidani lahirnya kebijakan-kebijakan pembaharuan madrasah lewat surat keputusan tiga menteri yaitu Menteri Agama, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) dan Menteri Dalam Negeri (Mendagri).
Dalam hal ini, Zakiah menginginkan peningkatan penghargaan kepada status madrasah, salah satunya dengan memberikan pengetahuan umum 70 persen dan agama 30 persen. Adanya aturan ini dimaksudkan supaya lulusan madrasah berbagai jenjang bisa diterima di perguruan tinggi umum manapun.
Pemikiran Zakiah dalam pendidikan agama mempunyai pengaruh besar terhadap sistem pendidikan di Indonesia. Saat menjabat sebagai Direktur Kementrian Agama, beliau menjadi salah seorang yang membidani lahirnya kebijakan pembaharuan madrasah. Untuk menyiasati kekurangan guru di bidang studi umum, Zakiah kemudian membuka jurusan Tadris di IAIN dan menyusun rencana pengembangan Perguruan Tinggi Agama Islam.
Pada 1 Oktober 1982 M, Zakiah dikukuhkan menjadi guru besar bidang ilmu jiwa agama oleh IAIN Syarif Hidayatullah. Sebagai upaya mewujudkan idenya dalam bidang pendidikan dan kesehatan mental, beliau kemudian mendirikan Yayasan Pendidikan Islam Ruhama di Jakarta.
Sebagai sosok ulama perempuan pelopor psikologi Islam di Indonesia, Zakiah mempunyai pemikiran bahwa agama memiliki peran penting sebagai terapi, pencegah, dan faktor pembinaan kesehatan mental, begitu juga pendidikan keluarga dan sekolah.
Sebagai sosok perempuan yang progresif, Zakiah bahkan pernah mendapat julukan Hamka versi perempuan. Di sisi lain, ketika perempuan pada masanya belum banyak menempuh pendidikan tingkat tinggi sampai jenjang doktoral, beliau telah melakukannya dan kemudian mengabdikan hasil dari belajarnya tersebut kepada negara. Terkait dengan perjalanan intelektualnya, bisa dilihat dalam tulisannya yaitu Kesehatan Mental, Peranannya Dalam Pendidikan dan Pengajaran.
Beliau meninggal pada 15 Januari 2013 M, dengan meninggalkan berbagai karya baik buku, maupun jasa-jasa besarnya dalam dunia pendidikan dan psikologi Islam di Indonesia. Di antara karya-karyanya adalah Problema Remaja di Indonesia (Musykilat Al-Murahaqah Fi Indonesia), Perawatan Jiwa untuk Anak-Anak, Membina Nilai-Nilai Moral di Indonesia, Ilmu Jiwa Agama, Kesehatan Mental Dalam Al-Quran, Pendidikan Agama dalam Pembinaan Mental, dan lain sebagainya.
Apa yang dilakukan oleh Zakiah Daradjat adalah bukti pentingnya pendidikan bagi kaum perempuan. Sebagaimana diungkapkan oleh Quraish Shihab, bahwasanya perempuan yang berpendidikan sebagaimana seorang ibu, ia adalah madrasah yang akan melahirkan para tokoh besar. (AN)