Zaid bin Tsabit adalah sekretaris Rasulullah SAW. Ia merupakan salah satu sahabat yang pertama kali dipanggil Rasul ketika ada wahyu yang turun. Salah satu tugasnya adalah mencatat dan menuliskan setiap wahyu yang diterima Rasulullah SAW.
Dalam Sirah Nabawiyah, tertera kisah salah satu sahabat anshar dari bani Najjar ini. Nama lengkapnya adalah Zaid bin Tsabit An-Najjari Al-Anshari, lahir pada tahun 612 M dan wafat pada tahun 637 M. Meskipun hidupnya bersama Nabi tak sepanjang sahabat muhajirin. Namun, dengan berbagai kelebihan yang dimilikinya, Nabi mempercayainya dan mengamanahinya dalam berbagai bidang khusus.
Walaupun namanya tak setenar sahabat Abu Bakar Ash-Shiddiq, Umar bin Al-Khattab, Utsman bin ‘Affan, Ali bin Abi Thalib, Abdurrahman bin ‘Auf, Sayyidah Khadijah serta Sayyidah Aisyah. Pengabdian dan perannya dalam dakwah agama Islam sangatlah besar.
Baca juga: Nasab, Kekuatan, Jamaah: Tiga Hal yang Bikin Orang Merasa Hebat Menurut Imam Al-Ghazali
Zaid bin Tsabit adalah salah seorang yang hafal Al-Qur’an secara keseluruhan pada masa Nabi. Hal ini menunjukkan kecerdasan dan kekuatan hafalannya yang tinggi. Oleh karena itu, beliau diperintah Rasulullah SAW untuk menuliskan Al-Qur’an. Beliau dijuluki sang penulis wahyu yang utama. Tak hanya pada zaman Rasulullah SAW, pada era kepemimpinan Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq beliau juga yang mengemban tugas dalam penulisan Al-Qur’an dalam lembaran-lembaran hingga pada era Khalifah Utsman bin Affan beliau juga berkontribusi dalam penulisan mushaf. Kelak dijuluki Mushaf Utsmani.
Bukti dari kecerdasan dan kekuatan hafalannya tak hanya dikisahkan sekali saja. Dari sumber kitab yang sama, Sirah Nabawiyah disebutkan bahwa sejak Rasulullah SAW sampai di Madinah, para penduduk memperkenalkannya dan mengutarakan bahwa beliau telah menghafal lebih dari sepuluh surat Al-Qur’an sedang beliau masih usia anak-anak. Rasulullah SAW pun takjub mendengarnya.
Lantas beliau memintanya untuk mempelajari kitab Yahudi dan Zaid bin Tsabit berhasil mempelajarinya hanya dalam rentang waktu kurang dari lima belas hari. Kecerdasan dan kekuatan hafalannya sudah tidak diragukan lagi oleh para sahabat, bahkan oleh Rasulullah SAW sendiri. Beliau juga mendalami bahasa Suryani dan bahasa Ibrani selama kurun waktu yang hampir sama dengan waktu mempelajari kitab Yahudi.
Baca juga: Doa Sebelum Meminum Obat
Dengan kemampuan beliau yang cepat dalam belajar dan menguasai suatu bahasa, Rasulullah SAW menjadikannya sebagai penerjemah pribadi. Sehingga beliau menerjemahkan surat-surat bangsa lain yang diperuntukkan bagi Nabi dan menulis jawabannya sesuai dengan perkataan Nabi. Beliau pula yang menerjemahkan khitabah atau pidato Nabi dengan bangsa lain.
Para penerjemah adalah kunci negara. Dengan kata lain, mereka merupakan orang yang paling mengetahui rahasia-rahasia dan kepentingan-kepentingan yang tidak bisa diketahui oleh semua lapisan dalam suatu negara. Apabila para penerjemah tak amanah maka hancurlah negara tersebut. Oleh karena itu, penulis menjuluki para penerjemah administrasi negara adalah sebuah kunci menuju kejayaan.
Sikap Rasulullah SAW yang memerintahkan Zaid bin Tsabit untuk mempelajari bahasa bangsa lain menandakan kepedulian Nabi yang besar dalam hal keilmuan dan kebahasaan umatnya, terutama yang berhubungan dengan hablu min an-naas, tak hanya amalan-amalan yang berkonotasi kepada hablu min allah. Hal ini secara eksplisit Rasulullah SAW menyuruh umat muslim untuk mempelajari dan mengambil hikmah dari budaya bangsa lain sekalipun mereka orang yang tidak beriman kepada Allah SWT.
Secara gamblang, kisah ini juga menandakan bahwa Rasulullah SAW menganjurkan umatnya agar mempelajari bahasa dan karya-karya keilmuan dan pengetahuan bangsa lain. Oleh karena itu tidak dibenarkan apabila ada orang, terlebih muslim mengatakan bahwa mempelajari bahasa asing seperti bahasa Inggris adalah hal yang tidak bermanfaat dan bukan islami. Terlebih ada yang menganggap bahwa itu bid’ah. Wah, kalau begitu sebaiknya membaca kisah Zaid bin Tsabit diatas terlebih dahulu. (AN)